" PANGGIL DOKTER YOGA SEKARANG!!!!."
Suaran Benji menggema ke seluruh ruangan. Ia masih setia memeluk tubuh rapuh itu dalam dekapannya dan merutuki dirinya sendiri.
Kelalaiannya menjaga Linaya membuat gadis itu teringat kembali masa lalu yang paling menyakitkan.
Wajah putih, bersih itu kian pasi. Ben masih mengingat semua trauma yang Linaya alami. Bagaimana pun Ben memohon, ia tidak bisa mengembalikan mereka ke masa lalu untuk mencegah tragedi naas itu terjadi.
Manik kelabu itu menatap hampa ke arah Ben.
" Aku mohon jangan bunuh mereka, biar aku saja yang mati. Ku mohon." Suara itu bergetar. Tidak ada air mata seolah kesedihan tidak bisa di gambarkan lagi dengan tangis.
Ben yang melihat itu semua merasa hatinya di cabik-cabik. Pelukan di tubuh Linaya semakin ia eratkan, tak henti-hentinya mencium puncak kepala gadis itu.
" Tidak ada yang mati sayang, selama aku ada di sampingmu takkan ku biarkan orang lain menyakitimu. Percayalah."
Di baringkannya tubuh Linaya ke atas ranjang, dengan tangan yang masih bertautan Ben membelai rambut gadis itu dengan tangan satunya lagi. Berusaha memberikan ketenangan. Perlahan Linaya mulai menutup mata, ia sangat kelelahan. Meronta tiada henti membuat tubuh gadis itu kehilangan banyak tenaga.
Sebelum Ben keluar dari kamar Linaya untuk menemui dokter Yoga. Ia kembali mengecup kening gadis itu dengan bibir bergetar tak kuasa menahan kesedihan melihat gadisnya terbaring lemah tak berdaya.
***
-Ruang kerja Benji-
" Bagaimana keadaannya? Apa kita harus memberinya obat penenang kembali?."
Gurat kecemasan di wajah Benji tidak dapat di tutupi. Ia sudah berusaha sejauh ini agar Linaya tidak ketergantungan dengan obat penenang.
" Untuk saat ini tidak perlu, sejauh ini ia masih bisa di kendalikan. Kau hanya perlu menghindari segala sesuatu yang bisa memicu kembalinya trauma yang di alami Linaya. Sangat di sayangkan sekali. Kurang lebih setahun ini dia tidak kambuh. Ku ingatkan agar kau lebih intens lagi dalam menjaganya." Jelas Yoga panjang lebar.
Ia sangat mengerti bagaimana keadaan pasien seperti Linaya. Sudah banyak pasien yang ia tangani dengan kasus yang hampir sama. Traumatik akibat kejadian yang tidak menyenangkan di masa lalu tak jarang membuat kejiwaan seseorang terganggu.
Setelah berkonsultasi dengan Yoga, Benji mengantar dokter itu sampai ke depan rumahnya. Yoga tidak bisa berlama-lama, di klinik masih banyak pasien yang menunggunya.
Benji meminta asisten pribadinya untuk mengumpulkan seluruh pekerja yang ada di rumahnya.
Tujuh orang ART beserta supir sudah berdiri dan berkumpul di ruang keluarga. Benji duduk sambil memerhatikan satu per satu wajah pekerjanya dengan sorot intimidasi.
" Apa kalian tahu kesalahan apa yang telah kalian perbuat?."
Dengan terbata-bata salah satu dari asisten rumah tangga itu menjawab, dia adalah kepala ART di sana.
" Ma..maaf kan kami tuan. Karena kelalaian kami membuat Non Naya seperti itu." Ijah menundukkan kepalanya dengan rasa bersalah.
" Berapa kali harus aku ingatkan!! Jauh kan benda-benda tajam darinya. Jangan biarkan ia mendekati area dapur kalau pun itu terjadi pastikan perlatan dapur yang besifat tajam dan membahayakan kau simpan di tempat yang aman. Apakah itu sulit di lakuka ha!!!." Emosi Ben mulai memuncak.
Tak ia sangka semua ART yang ia pekerjakan sampai melupakan aturan yang paling ia tegaskan.
" Kesalahan kalian ini sangat fatal. Aku tidak ingin mengambil resiko, sekarang kemasi barang-barang kalian. Tinggalkan rumah ini, gaji kalian akan di urus oleh asisten pribadiku." Tanpa harus berlama-lama Ben memutuskan untuk memberhentikan mereka.
Dengan berurai air mata para ART itu berlutut di kaki Ben. Mereka tidak ingin kehilangan perkerjaannya. Bagaimana pun Ben adalah majikan yang sangat baik dan tidak pernah memperlakukan mereka dengan tidak pantas. Jika mereka tidak membuat kesalahan apalagi berhungan dengan Linaya, Ben bahkan tidak ragu mengajak para pekerjanya makan di luar.
Melihat para pekerja itu menangis dan memohon, membuat Ben menghela napas berat memijat pangkal hidungnya. Ini adalah kesalahan pertama yang mereka lakukan tak ada salahnya jika ia memberi kesempatan kedua.
" Baiklah, aku anggap ini adalah kesalahan pertama dan terakhir kalian. Jika kalian mengulanginya kembali, akan aku pastikan kalian tidak akan bisa hidup dengan tenang."
Setelah mengatakan itu Ben pun bangkit menuju kamar Linaya.
***
-pemakaman-Sekarang Benji sedang berada di pusara orang tua Linaya. Saat ia merasa sedih dengan kondisi Linaya, Benji pasti mengunjungi makan paman dan bibi nya itu. Sekedar untuk mencurahkan isi hatinya. Tak tahu harus kemana lagi ia akan mengadu.
Diletakkan bunga yang ia beli tadi di atas makan mama Linaya, semasa hidupnya beliau sangat suka dengan mawar putih. Rumahnya pun di penuhi dengan berbagai macam tanaman bunga tanpa terkecuali mawar putih, yang menjadi favorit beliau kala itu.
" Paman, Bibi. Bagaimana kabar lakian? Aku datang lagi menemui kalian setelah beberapa waktu ini aku tidak sempat berkunjung." Belakangan ini Benji memang jarang berkunjung akibat pekerjaanya yang tak ada habisnya.
" Maafkan aku, aku gagal menjaga putri kalian. Aku kembali membuatnya terluka. Aku harus apa? Aku tak sanggup melihatnya seperti ini." Air mata Ben pun mengalir tanpa bisa ia tahan. Seberapa kuatnya Benji, tetap saja ia lemah jika itu menyangkut dengan Linaya. Gadis itu adalah sumber kelemahan sekaligus kekuatannya.
Tiba- tiba ponsel Benji berdering, terdapat nam Brian di layarnya.
" Kau ada dimana sekarang Ben? Aku hampir menemukam mereka. Kau harus kesini sekarang!!." suara antusias terdengar di seberang sana.
" Apa kau yakin itu mereka? Baiklah aku akan segera kesana."
TBC
![](https://img.wattpad.com/cover/189959653-288-k254733.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Cinta Membagimu [21+]
RomanceFantastic cover by : Erika Dewi Pringgo " Seragam ini tidak ada artinya jika aku tidak mampu melindungimu." -Benjamin Mediawan- " Menikalah dengannya kak...gadis gila sepertiku tidak pantas menjadi istrimu." -Linay...