Setelah beberapa menit berkendara, kami sampai di rumah Ajay. Waktu menunjukan pukul enam sore, tibalah waktunya untuk makan malam. Sejujurnya aku merasa sedikit tegang karena tidak pernah makan malam bersama keluarga orang lain sebelumnya, kecuali bersama keluarga Rory, dan tentu saja itu sudah bertahun-tahun yang lalu.
Ketika Ajay membuka pintu, aku mendengar suara dua orang yang sedang beradu mulut dari arah dapur.
"Kau membuat pudding coklat lagi untuk Mohit?! Giginya bisa rusak kalau diberi makan makanan yang manis terus!" Bentak seorang lelaki paruh baya.
"Memangnya aku tidak boleh membuat anakku senang?! Aku sudah susah payah membuatnya!" Seorang wanita balas membentaknya.
"Memangnya tidak ada cara lain untuk membahagiakan anakmu?!"
"Oh yeah?! Bagaimana denganmu? Kau hanya bisa memberi anakmu kebahagiaan dengan uang, seperti membeli mobil Audi mewah untuk Ajay! Sedangkan aku membuat pudding ini dengan usaha dan kasih sayang, bukan dengan uang!"
"Buatlah masakan yang lebih sehat!" Pria tersebut meninggikan bicaranya.
Wanita lawan bicaranya tertawa sinis, "Oke. Apakah kau memberiku uang lebih untuk membeli bahan makanan yang sehat? No? Oke, apakah kau mengeluarkan uang untuk menyewa ahli gizi atau juru masak? Oh, guess what? You. Didn't. Do. Anything!"
"Shruti, kau--" Desis pria itu.
Ajay menghela napas dan berteriak, "Mom, Dad!"
"Memangnya kenapa? Ajay menyukai mobil dariku, kok!" Sambung pria itu lagi.
"MOM, DAD! Nicole is here!" Ajay berteriak lebih keras.
Kedua orang itu berhenti berdebat, mereka berjalan keluar dari dapur dan menghampiri kami. Keduanya tampak canggung ketika melihatku.
"Oh, Nicole! Ajay tidak bilang kalau ia mengajakmu kemari hari ini." Ucap seorang pria paruh baya.
"Yeah. Waktunya pas sekali, aku baru saja membuat makan malam!" Seorang wanita di sebelahnya tersenyum padaku.
Aku tersenyum hangat, "Thanks, Mr. dan Mrs. Bhandari."
"Panggil aku Shruti." Wanita menoleh ke arah pria di sebelahnya, "Dan ini suamiku, Samir."
"Terima kasih, maaf jika saya merepotkan." Ucapku.
Shruti tertawa kecil, "Tidak, kok. Kami senang Ajay membawa temannya ke rumah kami."
"Yeah, apalagi perempuan." Goda Samir.
"Jeez, Dad!" Ajay memelototi ayahnya.
Samir terkekeh, "Baiklah Ajay, tolong panggilkan adikmu di kamarnya. Kita makan malam bersama!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Riflettore [END]
Teen FictionDi hari pertamanya bersekolah, Nicole Jenkins mendaftarkan diri untuk bergabung dalam ekstrakurikuler teater atas saran Rory Silva, cinta monyet masa kecilnya. Selain dapat menghabiskan waktu bersama Kesatria Berkuda Putih yang tampan, ia juga harus...