se k o la h

29 6 0
                                    



Awal masuk sekolah, dari pagi sampai siang ini gue cuma duduk di teras sambil ngeliatin anak-anak baru yang sedang berbaris karena akan melaksanakan apel penutupan Pengenalan Lingkungan Sekolah. Gue bisa bernapas lega karena ternyata gue gak mengikuti acara yang menurut gue membosankan ini.

"Woy, ra."

Gue sama sekali gak menoleh ketika suara itu berhasil menembus telinga gue, serius deh gue anggap itu adalah sapaan yang masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.

Orang yang sekarang duduk di sebelah gue itu adalah Daniel. Gue kecewa sama dia, dan jangan lupakan Jaehwan juga. Sekarang Daniel dan Jaehwan udah naik kelas sebelas, jadi kakak kelas gue.

"Ra, masih marah ya sama gue?" Tanya Daniel lagi. Gue berdeham kemudian bangkit dari duduk gue meninggal kan Daniel yang mungkin sekarang menatap punggung gue dengan tatapan bingung.

Gue melangkah kan kaki gue ka kantin, tadi pagi gue cuma makan roti selai yang dibikinin sama ayah. Itu sebagai hukuman buat gue. Sementara Woojin makan nasi goreng dengan lahap nya di hadapan gue.

Nyata nya ayah Baekho marah dan sekecewa itu sama gue. Sekarang ayah gue kaya ga mau lagi melirik gue lama, bahkan mungkin ga mau lagi antar ke sekolah kalau bukan Woojin yang memaksa. Karena Woojin masih piyik, jadi dia belum dibolehin bawa motor nya ke sekolah. Sedisiplin itu ayah gue.

"Ngelamun aja lu."

Gue melihat ada presensi Woojin dan juga mangkuk berisikan satu porsi Bakso. Dalam hati gue beruntung banget punya adik pengertian kaya Woojin ini.

"Mau gak lu?" Tanya dia. Otomatis mata gue berbinar, dugaan gue soal Woojin yang akan menawarkan Bakso ke gue ternyata benar. Gue cepat-cepat mengangguk dan mengambil garpu yang Woojin sodorkan.

"Eeet beli sendiri!"

"Woojin, nyebelin banget!" Gue mengepal kan tangan gue yang semula mengambil alih garpu yang di pegang Woojin. Gue tarik kata-kata gue kalau Woojin adalah adik yang pengertian.

Gue mendengus mengabaikan raut wajah Woojin yang meledek gue ketika mengunyah Bakso nya. Gue menyabarkan diri gue sendiri, untuk setahun kedepan gue gak akan dikasih uang sama ayah gue. Sumpah, mau nangis aja.

"Buka mulut lu, kasian gue liat nya," Ujar Woojin tiba-tiba. Dia menyodorkan Bakso yang udah ditusuk menggunakan Garpu, gue menggeleng kan kepala tanda menolak. Kemudian Woojin memaksa gue untuk membuka mulut.

"Ih, lu kira gue Kucing yang harus di cekokin vitamin apa," Gerutu gue enggak terima. Woojin tertawa puas melihat gue mengunyah Bakso dengan terpaksa.

Selesai makan Bakso, gue dan Woojin akhirnya balik ke kelas untuk mengambil tas dan segera pulang. Gue dan Woojin berada di kelas yang sama, mungkin ini atas permintaan ayah Baekho.

Gue melewati anak-anak yang baru aja kembali dari arah barat, dimana kantor berada. Gue bisa mendengar obrolan mereka, dan detik itu juga gue merasa kaget.

"Walkes kita siapa emang?"

"Gatau gue, kata Daehwi kan pak Minhyun. Iya gak sih, hwi?"

"Hah? Apaan? Oh walkes kita, iya pak Minhyun."

Demi apapun gue benci banget sama nama yang satu itu. Peraturan yang pak Minhyun buat terlalu bikin anak-anak lain ketakutan, apalagi gue yang sekarang gak naik kelas gara-gara beliau.

"Napa lu? Perlu gue tarik?" Woojin ikut menghentikan langkah nya, ia berbalik ke arah gue, menarik tangan gue lembut.

Yaudah, besok-besok bye world.


Ivy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang