"Maaf sebelumnya Pak, perkenalkan nama saya Ridwan. Saya wali kelasnya Aditya dan Adinata."Naufal tersenyum sambil memberikan segelas kopi hangat kepada Ridwan. Kini mereka berdua sedang berada di cafe rumah sakit, setelah mereka mengetahui keadaan Adinata.
"Saya tau Pak, Adinata sering cerita tentang wali kelasnya yang baik."
Ridwan tersenyum. "Mohon maaf Pak, sebenarnya Adinata sakit apa?"
"Chondrosarcoma atau sering di sebut Kanker Tulang yang menyerang bagian sel tulang rawan."
Pak Ridwan menghela nafasnya berat. "Saya tidak menyangka, anak sebaik Nata akan menderita penyakit seperti itu."
"Saya pun sama seperti Bapak, saya sebagai Ayahnya pun merasa sangat tidak percaya ketika mendengar vonis itu empat bulan yang lalu. Pada awalnya saya pikir Nata hanya sakit biasa setelah cidera yang dia derita saat bermain Bulutangkis, namun setelah kami periksa lebih lanjut, ternyata ada monster yang bersarang di bahu kanannya."
"Nata anak yang baik, di sekolah dia tidak pernah berpisah dengan Aditya, nilai pelajaran dan sikapnya pun sangat memuaskan. Dan juga dia pernah bercerita kepada saya, jika dia ingin menjadi atlet Bulutangkis, namun setelah mendengar ini saya cukup prihatin kepadanya."
"Terima kasih Pak atas semuanya, sebelumnya saya ingin memberitahu jika mungkin secepatnya Nata akan keluar dari sekolah dan melanjutkan untuk homeschooling Pak."
"Homeschooling? Apa Nata menyetujuinya?".
Naufal mengangguk. "Dia sudah setuju, dan kami sebagai orang tua hanya ingin yang terbaik untuk anaknya. Setelah mendengar keadaan Nata minggu lalu, kami memutuskan untuk menyuruhnya Homeschooling. Karena kami takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terjadi kepadanya."
"Apa keadaannya akan semakin memburuk Pak?"
Naufal mengangguk. "Kata Dokter, keadaannya akan semakin memburuk, mengingat sel kanker di dalam tubuhnya menyebar cukup cepat. Nata secara perlahan akan kehilangan fungsi motorik dan organ dalamnya Pak, jadi saya mohon untuk mengurus semua surat pengeluaran Nata."
"Sangat disayangkan, Tapi saya tidak dapat berbuat apa-apa. Saya akan mendoakan Nata semoga dia cepat sembuh dan kembali pulih seperti semula dan dapat menjalankan aktivitasnya kembali seperti biasa."
Naufal tersenyum. "Iya Pak, terima kasih."
"Saya ijin pamit dulu Pak, masih ada pekerjaan yang harus saya selesaikan."
Naufal mengangguk dan tersenyum.
Setelah dirasa Pak Ridwan telah menghilang dari pandangannya, Naufal langsung memandang kosong minuman yang berada di hadapannya.
"Bagaimana keadaan Nata, Di?"
"Dengan berat hati gue harus ngasih tau keadaan Nata yang sebenernya Fal, keadaannya tiba-tiba aja memburuk saat menjalani kemoterapi. Tubuhnya menolak semua obat-obatan yang gue kasih, gue gak tau apa penyebab hal ini bisa terjadi. Tapi yang pasti, sekarang keadaan Nata udah stabil, dia bakalan di pindahin ke ruang rawatnya lagi."
"Lalu pengobatannya? Apa masih bisa berlanjut?"
"Kita lihat perkembangan sel kanker di tubuh Nata dulu Fal, jika terus seperti ini gue takut terjadi sesuatu sama Nata."
"Gue mohon lakuin yang terbaik buat Nata sembuhin Nata. Kalo perlu lu bisa ngambil organ tubuh gue buat dia, dia anak gue. Gue takut dia bakalan ninggalin gue. Gue belum siap, dan gak akan pernah siap."
"Itu semua ada di tangan Tuhan Fal, kita disini sebagai Dokter hanya mampu membantu apa yang harus kami lakukan."
"Nata..kenapa kamu harus menderita kaya gini Nat? Ayah merasa jadi Ayah yang gagal buat kamu, Maafin Ayah yang udah buat kamu kayak gini, Maafin ayah karena kamu harus putus sekolah dan lanjutin sekolah kamu di rumah."
"Nata ada yang pengen Ayah kasih tau ke kamu."
"Apa Yah?"
"Apa kamu mau lanjutin sekolah kamu di rumah? Homeschooling?"
"Kenapa Yah? Apa keadaan aku memburuk ya? Aku bakalan lumpuh Yah? Atau apa? Kenapa aku harus ngelanjutin sekolah di rumah dan engga di sekolah aja sama Adit, Arkan, Rahman?"
"Sayang dengerin Ayah, Ayah cuma gak mau sesuatu terjadi sama kamu. Ayah sayang sama kamu, Bunda sama Ayah udah bicarakan ini semua, Ayah cuma pengen kamu baik-baik aja, Nat."
"Yah.. Apa kalo aku bilang aku gak mau Homeschooling Ayah bakalan tetep ijinin aku sekolah? Ayah aku ngerti dan aku tau, kalo keadaan tubuh aku semakin memburuk kan? Aku bakalan lumpuh dan gak bisa ngapa-ngapain, nanti aku bakalan ngerepotin Ayah, Bunda, Kak Shanin, Aditya."
"Kamu enggak akan pernah ngerepotin kita, kamu anak Ayah. Jadi Ayah enggak ngerasa direpotin sama kamu."
"Jadi Yah, setelah aku pikir-pikir lagi. Daripada aku ngerepotin seluruh sekolah sama keadaan aku, aku mau kok homeschooling. Enggak apa-apa kalo nanti aku gak punya temen selain Arkan dan Rahman. Yang penting aku gak ngerepotin banyak orang."
"Bahkan kamu masih aja mikirin gimana orang lain. Nata, Ayah merasa bersalah sama kamu. Seharusnya Ayah aja yang sakit, kamu masih muda. Ayah gak akan sanggup kali nanti harus kehilangan kamu, Ayah gak sanggup Nat."
Naufal kembali menangis, ia tidak peduli meski orang lain melihatnya dengan tatapan aneh, kasian dan yang lainnya. Sekarang yang ada dipikirannya hanyalah anak bungsunya. Ia takut jika suatu hari nanti dia akan kehilangan anak bungsunya, yang selalu ia banggakan. Ia tidak mau hal itu terjadi, maka dari itu dia bertekad, ia akan melakukan segala macam cara agar anaknya sembuh dari penyakit yang bersarang di tubuh anaknya.
Berbeda dengan Naufal yang sedang melamun di kantin rumah sakit, Cantika, Shanim dan Aditya kini berada di dalam ruang rawat Adinata. Beberapa menit yang lalu Adinta sempat membuka kedua matanya, namun Cantika menyuruhnya untuk tidur lagi, karena dia masih butuh beristirahat.
"Bun, Nata bakalan baik-baik aja kan? Aku khawatir Bun.." Kata Shanin, kini ia tengah memeluk Cantika sambil menatap adik bungsunya yang tengah memejamkan mata.
"Nata, anak yang kuat Sha. Kita berdoa aja buat kesehatannya."
Shanin meneteskan air mata, pikirannya kembali melayang ketika ia melihat adiknya yang kesakitan. "Bun, kalo Nata gak kemo gimana?"
Cantika menatap anak perempuannya dengan tatapan bertanya. "Loh, kenapa?"
"Aku gak bisa liat Nata kesakitan Bun, aku gak tega. Dia nangis sambil terus ngeringis. Aku gak tega.."
Cantika mengusap punggung anak perempuannya dengan lembut. "Sayang, denger Bunda. Nata saat ini lagi berjuang buat kesembuhannya. Kita semua punya keinginan yang sama, kamu mau kan Nata sembuh? Kita cuma bisa minta Nata buat berobat, supaya dia bisa sembuh."
"Tapi Bun, aku gak mau liat Nata kesakitan lagi.."
Aditya yang sedari tadi diam, duduk di samping ranjang saudara kembarnya hanya mendengar semua pembicaraan Bunda dan Kakak perempuannya.
"Sama gue juga Kak, Gue awalnya sama kaya lu, gue takut, gue gak tega liat dia terus kaya gitu."
Shanin mengusap air matanya dengan kasar dan berdiri, berjalan mendekati ranjang pesakitan adiknya yang tengah menutup kedua matanya.
"Gue yakin lu kuat, gue bakalan selalu ada buat lu. Gue dukung lu, gue mohon sembuh.."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ADINATA ✔
FanfictionNamanya Adinata Putra Pranaja yang memiliki kekurangan. namun semua anggota keluarganya tidak mempermasalahkannya. Semua anggota keluarganya sangat menyayanginya, melebihi apapun. Namun dalam sebuah keluarga tidak mungkin tidak ada masalah bukan? Ad...