CHAPTER 14

2.2K 263 35
                                    

Dulu, gue bisa berlaku seenaknya dan sesuka gue. Tapi, kenapa sekarang, sejak gue kenal Ali, gue dah ga bisa kaya dulu lagi, kenapa dengan mudahnya dia bikin gue jadi pribadi yang lain. Dan sekarang, gue bener-bener udah jatuh cinta sama dia, padahal dia udah bikin kesalahan fatal, tapi gue ga bisa marah, liat dia nangis kemarin dan hari ini dia ngurusin Zidan sendirian, rasanya egois banget kalau gue marah ke dia.

💓💓💓

"Sini Li, biar aku aja" Prilly mengambil alih aktivitas Ali mengganti popok Zidan. Bayi itu terus saja menangis, dan Ali terlihat "keteteran". Setelah menelepon Karmen, Prilly membuat susu formula dengan takaran yang diarahkan Karmen. Usai berhasil menggantikan popok Zidan, Prilly menggendong Zidan dan memberikan susu yang sudah disiapkannya tadi. Benar saja, Zidan langsung terdiam.

Malam itu masih pukul 03.00, tapi mereka terpaksa bangun untuk menenangkan bayi Zidan. Prilly menatapi wajah polos Zidan, ia merasa iba melihatnya, usianya baru 1,5 tahun, tapi ia sudah harus dihadapkan dengan kedukaan seperti ini.

"Kamu takut ya?" Bisik Prilly mengajak bicara Zidan yang menatapnya lekat.
"Jangan takut lagi ya, kan ada mama Prilly di sini" ucapnya lagi sambil tersenyum manis.

Perlahan Zidan mulai memejamkan matanya, botol susunya pun sudah mulai kosong. Ali hanya berdiri merapat dinding memperhatikan Prilly dan Zidan. Ia tidak tahu apa yang dibisikkan Prilly ke Zidan, sampai bayi itu terlelap.

Prilly meletakkan Zidan kembali di atas tempat tidur. Ali mendekat dan membantu Prilly memagari Zidan dengan bantal.

"Makasih ya Prill" ucap Ali menundukkan kepala.
"Anytime, aku cuma ga tega aja liat Zidan nangis, apalagi pas kamu yang pegang, tambah kenceng nangisnya" canda Prilly membuat keduanya tertawa kecil.

"Kamu tidur lagi aja, nanti pasti ngantuk di kantor"
"Aku cuti, aku mau ke rumah papa" jawab Ali dengan suara memelan.

Prilly menoleh ke arahnya, ketegangan sedikit tampak di wajahnya.
"Kamu mau cerita soal Zidan ke mereka?" Tanya Prilly meyakinkan.

Ali menganggukkan kepalanya mantap, lalu kembali menunduk.

"Aku ikut" kali ini Ali yang terkejut.
"Jangan Prill, aku udah cukup bikin kamu dalam masalah, aku ga mau lebih dari ini, biar aku aja yang hadapi papa" pinta Ali seperti memohon.

"Ga Li, orang tua aku juga harus tahu, aku mau akhiri kebohongan kita juga, soal kehamilan aku, dan cepat atau lambat, mereka juga harus tau dan pasti akan tau" jelas Prilly yakin.

"Tapi Prill, kondisi papa kamu lagi ga memungkinkan" Ali tetap berusaha menghentikan Prilly.

"Papi akan baik-baik aja Li, selama aku juga baik-baik aja" sahut Prilly penuh penegasan.
"Lagian, bukannya bakal lebih ringan kalau dihadapi berdua?" Ucap Prilly lagi.

Ali tersenyum, manis sekali, seperti mendapat kekuatan baru dari pernyataan Prilly barusan. Ia menarik kepala Prilly dan memeluknya erat, mencium kepalanya singkat lalu menenggelamkan kepalanya di leher Prilly.

💓💓💓

Semua keluarga berkumpul di ruang keluarga rumah Prilly. Ada papi, mami, Verrel, dan juga papa Ali. Prilly mengundang mereka dengan alasan silaturahmi. Tapi mami sedari awal sudah merasa aneh, Prilly membawa Zidan, bayi itu sudah mulai bisa berdiri walaupun harus berpegangan pada benda lain. Suaranya terdengar menggemaskan dengan celotehan tidak jelasnya. Prilly tetap mengawasi Zidan yang sudah mulai tidak mau diam. Sedangkan Ali sudah berdiri membuat semua keluarga menatap ke arahnya.

Susahnya Bilang CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang