Perihal 7: Obrolan Sore di Mobil

535 112 10
                                    

Bian menggarisbawahi kalimat yang ia rasa penting dengan pena bertinta; yang tintanya selembut warna buah persik. Sesekali pena itu mengetuk-ngetuk dagunya saat netranya fokus mengeja kata demi kata, kalimat demi kalimat.

Helaan napas di seberang mejanya membuat fokus Bian teralih, helaan cukup keras itu berasal dari Cal, cowok yang sepuluh menit lalu menanyakan keberadaannya dan lima menit selanjutnya sudah ada dalam jarak pandang Bian.

"Bosen kan lo?" Tebak Bian.

"Iya. Cabut aja yuk, udah sore juga lagian." Cal menggaruk bawah telinganya, sembari otaknya mencari alasan lain agar bisa keluar dari ruangan yang penuh buku itu. Bian berdeceh sebagai respon.

"Nyari makan deh yuk, Bi. Gue laper."

"Hah?"

"Emang lo gak laper apa, Bi?"

"Laper sih tapi-

"Good! Kita cari makan." Cal berdiri dan tanpa aba-aba sudah membereskan buku-buku milik Bian yang tergeletak di atas meja dan membawanya keluar dari perpustakaan sebagai sandera agar Bian mau ikut dengannya.

"Buku gue..." Lirih Bian yang tidak bisa berbuat banyak selain nurut ketika melihat buku-bukunya dibawa pergi.

***

Bian kira mereka hanya akan makan di kantin fakultas ternyata Cal membawanya ke parkiran. Bosen makanan kantin, begitu alasannya ketika ditanya kenapa malah ke parkiran bukan ke kantin.

Baru saja mobil Cal keluar dari parkiran, Cal menghidupkan mp3 player. Keshi - like i need you mengalun begitu saja di antara mereka, Cal terdengar menghayati lagunya sedangkan Bian menatap Cal dengan tidak percaya.

"Kak, lo gak apa-apa?"

Cal melirik sekilas adik tingkat yang duduk di sebelahnya dan malah balik bertanya, "Ya gak apa-apa. Emang gue kenapa?"

"Fix. Lo lagi apa-apa." Cal tertawa pelan mendengar kalimat Bian yang rancu dan terdengar aneh, "Ada apa gerangan sih kawan? Coba cerita deh."

Jemari Cal mengetuk-ngetuk kemudi, mempertimbangkan apa dia harus cerita atau tidak mengenai satu hal yang sudah dua hari terakhir menggantung di pikirannya.

"Misal nih ya Bi, misal..." Cal mengulang juga menambah penekanan pada kata 'misal', "Kalo dua sahabat lo saling suka, mereka udah deket, tapi mereka gak cerita apa-apa sama lo. Lo bakal kayak gimana?"

Tanpa disebut pun Bian langsung tau, siapa dua sahabat yang dimaksud kakak tingkatnya itu, ya siapa lagi kalo bukan Haris dan Diva. Dua orang yang sempat membuat teman-teman cewek Bian heboh karena sebuah unggahan foto Haris bersama Diva di akun instagram milik Haris dengan caption yang menunjukkan kedekatan mereka.

"Lah gimana gue bisa tau kalo mereka gak cerita?" Jawab Bian yang terdengar seperti tidak ingin ikut campur.

"Insting?"

Menghela napas sekaligus memutar matanya, pertanda ia kurang puas dengan jawabanyang diberikan kakak tingkatnya, "Mending dipastiin dulu deh, mereka deket beneran atau gak, jangan cuma katanya atau berdasar sama insting aja."

Cal mengangguk-angguk pelan, entah karena mengiyakan jawaban Bian atau karena alunan musik lembut yang terdengar, "Kalo misalnya lo udah tau mereka deket, udah bukan katanya lagi. Lo bakal gimana?"

"Ya gue dukung lah. Emang ada lagi yang bisa gue lakuin selain ngedukung?"

"Kenapa?"

Bian mengangkat jari telunjuknya, mengarahkan ke dekat pipi Cal, yang membuat si pengemudi melirik jarinya sekilas dan menunggu jawabannya, "Pertama mereka sahabat gue, ya masa mereka seneng gue gak dukung?" Si penumpang menambah digit, "Kedua mereka sahabat gue."

"Apa sih kok alesannya sama aja?" Cal nyaris menoyor kepala Bian kalau saja dia tidak ingat kalau Bian adalah perempuan.

"Ya intinya karena mereka sahabat gue kak. Mereka seneng, gue juga ikut seneng, gak ada alesan buat gak ngedukung kebahagiaan temen sendiri kan? Tapi...." Bian sengaja menggantungkan kalimatnya, mengetes apakah Cal betul-betul menyimak pembicaraan mereka karena sedari tadi cowok itu seperti larut dalam lagu yang terputar.

"Tapi apa?"

Oh dia ngedengerin ternyata, batin Bian.

"Tapi beda lagi kalo gue naksir sama sahabat gue sendiri." Cal nyaris membelokkan mobilnya ke kiri kalau saja dia sedang tidak waras dan untungnya sore itu dia sedang waras. Cukup kaget dengan jawaban Bian, dia merasa dirinya seperti sedang ditelanjangi, merasa terbaca sepenuhnya oleh Bian padahal Cal tau adek tingkatnya itu bukan sedang menyindirnya. Toh dia tidak pernah menceritakan tentang dirinya yang suka dengan sahabatnya sendiri. Tapi nyatanya Bian memang sengaja mengatakanya karena dia tau arah pembicaraan mereka.

Setelah kembali menguasai dirinya, Cal bertanya, "Apa bedanya tuh?"

"Ya senengnya dikit, banyak sakitnya."

Sakit. Cal belum siap merasakan sakit. Padahal tanpa dia sadari dia sudah merasakannya sejak awal; saat dia tidak bisa melihat Diva sebagai teman lagi melainkan perempuan yang ia dambakan.

Sinar keunguan berpendar masuk kedalam mobil lewat kaca jendela. Menyinari Cal yang dalam diam memikirkan berbagai hal tentang orang yang terkadang harumnya menyisa di jok penumpang yang kini diduduki Bian.

Sadar ucapannya mungkin sedikit berlebihan, Bian mencoba mencari distraksi dengan mengganti lagu yang terputar.

"Sakit wajar kok kak, nanti juga sembuh." Bian berujar pelan, berdoa agar ucapannya barusan bisa sedikit mengobati suasana.

"Lo udah pernah?"

"Pernah sakit? Pernah. Gue pernah DBD waktu SMP sampe dirawat seminggu."

"Bukan itu, maksud gue naksir sama sahabat atau temen lo sendiri. Pernah?" Cal melirik Bian beberapa detik sebelum kembali menatap jalan yang ramai dengan orang-orang yang baru pulang kerja.

"Pernah."

"Terus?"

"Friendzoned."

Cal tertawa dengan jawaban Bian yang datar datar saja, atau justru itu sebenarnya terdengar sangat kesal. Bian sedikit banyak bersyukur ketika menangkap suara Cal tertawa, meskipun dia tidak tau entah jawabannya yang sungguhan lucu bagi Cal atau sang lelaki hanya merasa tidak sendiri dalam keadaan seperti ini. Tapi setidaknya dia ingin Cal tertawa walau sebentar, tak peduli mana yang Cal jadikan alasan.

Bian mengalihkan pandangan sambil berucap pelan, sangat pelan, sehingga hanya dia yang bisa dengar, "Nah gitu dong ketawa, kan ganteng."

Thank you for reading
Perihal Milik Cal

Perihal Milik CalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang