*10

14 1 0
                                    

Seoul, 2001

"Hye Ri! Hye Ri! Di mana kau?!"

Seorang laki-laki bertubuh kurus dan tinggi menyeruak masuk ke dalam rumah dengan langkah sempoyongan. Bahkan beberapa saat yang lalu dia sempat terjatuh di depan pintu karena tersandung sesuatu sehingga pakaian yang membungkus tubuh laki-laki berusia 40 tahun itu selain terlihat kumal karena sudah beberapa hari tak dicuci juga kotor akibat terkena debu.

Tak ada sahutan sama sekali ketika laki-laki itu tiba di ruang tamu. Pintu kamar di sebelah ruangan itu juga tampak masih tertutup rapat. Belum ada tanda-tanda seseorang berniat menggeser pintu demi memenuhi panggilan laki-laki itu.

"Hye Ri! Apa kau di dalam? Jangan bersembunyi! Aku tahu kau di dalam sana!" Mulut laki-laki yang menguarkan aroma alkohol itu meracau sementara tangan kanannya menggedor pintu kamar dengan keras.

Beberapa detik kemudian pintu itu terbuka perlahan. Seorang gadis kecil berusia 10 tahun muncul sesudahnya. Dia adalah putri laki-laki pemabuk itu, Lee Hye Ri. Tubuhnya kurus dan terlihat kurang sehat. Juntaian rambut sebahu milik gadis kecil itu tampak menutupi sebagian kening dan pipi tirusnya. Kepalanya setengah tertunduk demi menghindari tatapan mata Ayahnya. Hanya bibir kecilnya yang bisa terlihat dengan jelas.

"Ayah mabuk lagi?" tanya gadis kecil itu tanpa sekalipun mengangkat wajahnya.

"Di mana Ibumu? Apa dia keluar lagi dengan si brengsek itu?"

Kepala Lee Hye Ri menggeleng.

"Apa? Kau tidak tahu ke mana wanita itu pergi? Jangan bohong!" teriak laki-laki itu cukup keras. "Katakan di mana wanita itu!"

Namun, sekali lagi hanya gelengan kepala yang bisa diberikan Lee Hye Ri. Gadis kecil itu mundur selangkah ke belakang. Rasa takut kian menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Dasar pembohong! Kau dan Ibumu sama saja!" Laki-laki itu tiba-tiba mencekal kedua bahu Lee Hye Ri dan mengguncangnya kuat-kuat. "Harusnya aku tidak pernah menikahi Ibumu, kau tahu?!"

Lee Hye Ri hanya bisa pasrah bahkan ketika laki-laki pemabuk itu mendorong tubuh kecilnya ke belakang hingga terjatuh di atas lantai.

"Kenapa ada wanita seperti itu di dunia ini, hah?! Kenapa?!" Laki-laki itu memalingkan tubuh dan kembali meracau seolah tak peduli putri kecilnya sedang terkapar di atas lantai dengan menahan rasa sakit yang mendera tubuhnya.

Laki-laki itu tampak menyeret langkahnya dengan susah payah.

"Berikan aku satu gelas lagi!"

Bruk.

Laki-laki itu akhirnya ambruk sebelum dia sempat menjangkau pintu keluar. Tubuhnya tak bergerak, hanya bibirnya yang terus-terusan meracau tak jelas. Segenap makian, sumpah serapah, dia tujukan kepada istrinya yang entah di mana keberadaannya sekarang.

Lee Hye Ri mencoba bangkit dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Meski harus menahan rasa sakit, gadis kecil itu melangkah mendekat ke arah tubuh Ayahnya yang tergeletak di dekat pintu.

Setelah memastikan kondisi Ayahnya baik-baik saja, Lee Hye Ri bergegas masuk ke dalam kamar dan mengambil selembar selimut tebal miliknya untuk menutupi tubuh laki-laki itu. Sejurus kemudian gadis itu duduk memeluk lutut di sudut ruangan dengan sepasang mata mengawasi Ayahnya.

Seandainya Ayah Lee Hye Ri tidak pernah dipecat dari perusahaan asuransi di mana dia bekerja setahun yang lalu, gadis kecil itu mungkin tidak perlu mengalami kejadian semacam ini. Memiliki Ayah seorang pengangguran dan suka mabuk, yang tak akan segan-segan melakukan kekerasan fisik pada Lee Hye Ri. Sementara ibu kandungnya setiap hari pergi bersenang-senang dengan laki-laki kaya di luar sana, mengabaikan suami dan Lee Hye Ri yang masih membutuhkan banyak perhatian darinya.

Gadis kecil itu hampir jatuh tertidur ketika telinganya menangkap suara gesekan sepatu di atas lantai. Lee Hye Ri segera menegakkan kepala dan muncullah seorang wanita berusia akhir 30-an berparas cantik dengan riasan tebal, pakaian minim yang membentuk lekuk tubuhnya, sepatu hak tinggi di kedua ujung kakinya, dan sebuah tas yang lumayan mahal melengkapi penampilannya.

"Hye Ri!" Wanita itu berteriak usai melirik sekilas ke arah tubuh suaminya yang tergeletak tak jauh dari pintu. "Tetangga di sebelah rumah mengatakan kalau kau mencuri makanan lagi. Apa itu benar, hah?!" hardiknya kasar dengan sepasang mata melebar.

Lee Hye Ri tercekat. Gadis kecil itu kian mengeratkan genggaman tangannya pada ujung rok yang menutupi kedua lututnya. Hanya sepasang matanya yang mengerjap gelisah.

"Bukankah aku sudah memberimu uang, heh?" Wanita itu menghardik lagi, tapi Lee Hye Ri masih membungkam mulut. Meski di kepalanya ada sejumlah penjelasan untuk membela diri, namun tak sepatah kata pun yang diucapkan gadis kecil itu. "Apa laki-laki brengsek itu yang sudah mengambil uangmu?" Ibu Lee Hye Ri melirik ke arah suaminya yang tampak tertidur pulas. Tak ada lagi racauan yang keluar dari mulutnya.

Meski lambat, namun akhirnya kepala Lee Hye Ri mengangguk. Laki-laki itu sudah mengambil paksa uang pemberian Ibunya untuk membeli minuman keras dan dia terlalu lemah untuk melawan.

"Bodoh!" maki Ibu Lee Hye Ri dengan suara cukup kencang. "Kenapa kau tidak bisa menyimpan uang itu baik-baik, hah?! Kau tahu, demi mendapatkan uang itu aku harus bekerja keras, tapi kau malah memberikannya pada pemabuk sialan itu. Dasar bodoh!" Wanita itu memaki kembali sembari mengayunkan tas di tangannya ke kepala Lee Hye Ri. Membuat gadis kecil itu tertunduk cukup dalam dan memaksanya kembali merasakan sakit.

Wanita itu mendengus dengan kasar sebelum akhirnya mengayunkan langkah pergi dari ruang tamu.

"Ibu mau pergi ke mana?" Lee Hye Ri segera bangun dari atas lantai dan berlari mengejar langkah Ibunya. "Ibu!"

Sebenarnya wanita itu cukup jelas mendengar teriakan putri kecilnya, tapi entah kenapa kepalanya enggan untuk menoleh ke belakang. Kedua kakinya yang sudah terlanjur melangkah juga sepertinya tak ingin berhenti.

Namun langkah wanita itu berhenti pada satu titik saat kedua tangan Lee Hye Ri tiba-tiba menahan salah satu kakinya. Gadis kecil itu bersimpuh demi menahan kepergian Ibunya.

"Jangan pergi, Bu. Aku ingin tinggal bersama Ibu," ratap Lee Hye Ri memohon dengan sangat. Kedua matanya telah basah.

"Lepaskan, Hye Ri. Aku tidak bisa tinggal bersama kalian lagi. Aku ingin mencari kebahagiaanku sendiri," tandas Ibunya seolah tak punya hati.

"Tapi aku ingin bersama Ibu ..."

"Kubilang lepaskan, Hye Ri!" Wanita itu berusaha melepaskan kedua tangan putri kecilnya dan menghempaskannya dengan kasar. "Jangan panggil aku Ibu, kau dengar itu?"

"Ibu!" Lee Hye Ri berusaha berlari menyusul Ibunya seakan tak peduli dengan ucapan kasar wanita itu.

"Jangan sentuh aku!" teriak wanita itu ketika tangan Lee Hye Ri berhasil menggapai ujung tasnya. Dia mendorong tubuh kurus Lee Hye Ri dengan sekuat tenaga sehingga gadis kecil itu terjatuh ke tanah.

Dan Lee Hye Ri hanya menatap kepergian Ibunya tanpa terbersit keinginan untuk mengejar wanita itu lagi. Sesaat kemudian air mata mengucur deras menggenang di pipi gadis kecil itu.

•••

Winter In Her Eyes (Fiksi Korea) #Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang