Suasana pertengkaran masih mendominasi di rumahnya. Jungkook sendiri juga tidak keluar dari kamarnya sejak dia dan kakaknya kembali. Jungkook duduk pada kepala tempat tidur dengan kaki yang menekuk dan menyembunyikan wajah yang basah karena air mata.
Jungkook tidak bisa untuk berfikir jernih ketika Yoongi semarah itu padanya. Yoongi juga belum menyapa atau sekedar menatapnya. Jungkook melirik pada jejeran foto yang dia buat sesuai dengan tanggal kejadian yang dia alami. Sebagian besar itu semua foto tentang Yoongi dan dirinya selama dua tahun terakhir. Keningnya berkerut, foto-foto itu tidak berurutan, tidak seperti yang dia susun terakhir kali.
Tetapi otak cerdas Jungkook langsung menyimpulkan bahwa kakaknya yang menyusun. Ingatan kakaknya benar-benar random dan makin berantakan.
Banyak yang sudah dia lalui, waktu yang turut menjadi saksi bahwa Jungkook sudah berjuang keras untuk melawan alzheimer itu. Tidak masalah kalau Yoongi lupa padanya, tapi dia tidak mau kalau alzheimer itu menjauhkan dia dari Yoongi seperti ini.
Dia takut...
Jungkook kembali menangis, dia tidak peduli seberapa banyak air mata yang akan dia habiskan untuk ini. Nyatanya itu tidak membuat Yoongi mengasihaninya.
Disisi lain, Yoongi duduk didepan pintu kamar Jungkook. Tatapannya kosong, wajahnya begitu datar dan dingin, tubuhnya mematung disana. Fikiran Yoongi penuh. Dia masih ingat betul tangisan Jungkook yang begitu keras saat anak itu masuk ke kamar lalu menguncinya sampai sekarang.
Yoongi sendiri tidak berani untuk sedikit saja beranjak. Dia sudah menyakiti Jungkook. Yoongi merasa bodoh karena dia tidak mengingat bahwa Jungkook akan kembali begitu dia selesai dengan pekerjaannya. Catatan itu terbengkalai begitu saja karena kecerobohan Yoongi dan membuat dia dan Jungkook berakhir seperti ini.
Tangan kanan yang sebelumnya mendarat pada permukaan dadanya karena ikut tersedu mendengar tangisan Jungkook tergerak untuk meraih kertas tersebut yang ternyata tersimpan di saku celananya. Membaca kembali pesan yang Jungkook berikan padanya sebelum dia pergi.
Jungkook sayang Kakak, sebentar lagi Jungkook pulang
Yoongi merasa bodoh sekali mengabaikan usaha Jungkook yang kesekian untuk melindunginya.
Yoongi mengetuk pintu kamar Jungkook pelan. Jarak dari satu ketukan dan ketukan lainnya cukup lama. Beberapa detik setelah mengetuk Yoongi juga tidak bisa bersuara apa-apa. Tidak, Yoongi tidak mau mengganggu Jungkook. Dia sudah pasti akan ketakutan dengan keberadaan dirinya. Yoongi sudah sangat kasar.
Beberapa jam setelahnya, Jungkook membuka pintu kamarnya dan melihat Yoongi yang hanya menatap kosong televisi yang sedang mati. Meski sedang membelakanginya tapi Jungkook tau kalau bahu yang bergetar itu menandakan kakaknya sedang terisak. Isakannya yang tidak terdengar atau berusaha Yoongi tahan namun racauan Yoongi yang menyebutkan namanya dapat membuat Jungkook juga turut merasakan sakit.
Jungkook mengambil nafas begitu dalam sembari memejamkan matanya. Dia harus bisa mengatasi ketakutannya. Yang sedang ada disana sekarang adalah Yoongi, kakaknya. Belum sempat Jungkook untuk melangkah, Yoongi sudah berbalik dan menatapnya. Tatapan yang biasa tapi cukup membuat nafas Jungkook sedikit tercekat.
"Kakak tidak mau terapi lagi, Jungkook.."
Yoongi menggeleng dan menumpukan kedua tangannya dihadapan Jungkook. Jungkook sendiri hatinya sudah mencolos sakit. Tidak ada keinginan untuk terapi berarti kakaknya ini tidak punya sedikit saja keinginan untuk sembuh.
"Kak, jangan.. Aku bersama Kakak. Jangan begini, Kak.."
Yoongi kembali menggeleng kuat dia menolak untuk bertemu dengan dokter yang akan memeriksanya. "Kakak takut, Jungkook. Bagaimana jika nanti kakak semakin parah? Apa kau tidak takut juga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember [ Yoongi Jungkook] || END
FanficDia tetap Kakak terbaik yang pernah aku miliki.