Itu Tunangannya

183 12 0
                                    

Di tempat Tuti, Tuan muda itu sekarang sudah memberikan waktu bicara untuk Tuti,
" Hmmmm...  Apa aku harus manggilmu Mas Ardyan gitu? "
" Kepanjangan" Jawabnya kesal.
"Mas Ardy? " Kata Tuti usil, padahal dia tau panggilan tuan mudanya itu. Pertanyaan itu hanya mendapat respon cemberut dari laki laki tadi.
" Iya,  iya... baiklah Mas I... yan.. ," kata Tuti.. "huh sok imut.. " gerutunya pelan tapi cukup terdengar oleh Ian, dan langsung melotot. "Sekarang, apa yang ingin Mas Ian tanyakan tanya satu satu, kalau sekaligus.. memoriku gak bisa mengingat pertanyaannya.
Kemudian Ian menanyakan satu satu pertanyaan tentang Claudy, dan Tuti menjawabnya, mulai dari keluarganya, usianya, dan akhirnya dia tau kalau Claudy adalah Dokter di desa ini. Pantas saja gadis itu marah saat dia menyodorkan uang seratus ribu tadi.
" Trus... laki laki tadi? " Katanya agak takut untuk mendengar jawaban Tuti berharap laki laki itu bukan siapa siapanya.
" Laki laki yang mana ya Mas? "
" Itu.. rumahnya ada di depan.. dari gerbang kelihatan kok" Kata Ian sambil nunjuk ke depan.
" O...  itu,  Itu tunangannya" jawab Tuti asal setelah mengetahui bahwa orang yang dimaksud adalah Bayu.
" Hah? " Ian kaget dan agak syok mendengar jawaban Tuti, ternyata yang ditakutkannya jadi kenyataan.
Melihat wajah tuan mudanya yang pucat pasi, Tuti malah tertawa.. " Nggak kok...bohong.. aku cuma bercanda. " mendengar itu roh Ian yang hampir terbang, kembali ketubuhnya.
Ian sebenarnya adalah seorang pemuda yang supel, dia mudah bergaul dan tidak sombong, makanya Tuti bisa merasa tidak canggung untuk bercanda dan mengusilinya.
" Tapi.... " kata Tuti terputus.
"Apa? " Tanya Ian penasaran.
" Pak Kades, kayaknya suka sama Bu Dokter,  begitu juga sebaliknya. "
" Pak Kades? " Tanyanya heran.
" Laki laki tadi Pak Kades"
"Ooo.. "Kata Ian manggut manggut, kemudian dia tersadar dan kaget. melihat itu Tuti tertawa.
" Aku harus bergerak cepat nih" Tekadnya.
" Semoga berhasil Tuan Muda" Kata Tuti..
" Kau mau mendukung ku kan? " Tanya nya penuh harap.
" Nggak, berat" Jawab Tuti asal. dan membuat Ian kesal.
Tiba tiba, Tuti melihat kepala seseorang nongol dari belakang pohon. karna ketahuan orang itu ngumpet. Karna penasaran,  Tuti pergi melihat lebih dekat. Ternyata Said,  yang sedang memantau Tuti dari jauh.  karna ketahuan, dia nyengir, sementara Tuti cemberut dan berkata. " Apa sebegitu rindunya kau padaku? " katanya kesal.
" Huek... "jawab Said pura pura muntah. Tuti malah makin cemberut.
" Seharusnya kau berterima kasih padaku, orang tuamu sedang tak dirumah, kau malah menerima pria asing, kalau dia macam macam padamu bagai mana hah? " kata Said marah.
" Kau cemburu ya.... " Kata Tuti lagi dengan nada mengejek.
"Cemburu padamu..gak akan.. kecuali kalau sampai monyet nangkring di atas pohon ini. " Kata Said sambil menujuk ke atas pohon. Tiba tiba saja kulit rambutan jatuh di atas kepalanya, Said melihat ke atas, seekor monyet memang sedang duduk manis di sana. melihat itu Tuti tertawa lepas.
"Apa kau tidak bisa memikirkan istilah yang lebih tidak masuk akal? monyet diatas po.. hon..monyet kan emang di atas pohon, kenapa gak bilang ikan diatas pohon sekalian.. kan lebih gak mungkin. jangan jangan kau memang cemburu padaku.? " Kata Tuti sok PD sambil memegang dagunya. sementara Said cemberut mendengar itu.
Akhirnya Tuti menarik lengan baju Said dan membawanya ketempat Ian, dan memperkenalkannya.
" Said... ini tuan mudaku, Mas Ian..kebetulan untuk beberapa hari dia akan tinggal di sini. Mas Ian ini temanku, kami satu sekolah. "
" Beberapa hari akan tinggal di sini? aku juga mau di sini. " Said menggerutu.
" Kau kekanak kanakan.. pulang sana" Kata Tuti kesal sambil menarik krah baju Said seperti menggendong anak kucing.
Melihat itu Ian tertawa, dan akhirnya berkata. "Biarkan saja dia di sini, aku jadi punya teman, tapi... kau harus bilang sama orang tuamu, kalau tidak, aku bisa dikira menculik anak anak, kebetulan di dalam ada beberapa kamar yang kosong. " Ian tampak senang karna ada yang menemani.
"Lagian.. siapa yang mau menculik dia, rugi, makannya banyak" Kata Tuti
" Apa mulutmu tidak bisa berkata lebih manis apa?  sejak kapan makanku banyak? " jawab Said kesal. " dan aku  juga bukan anak anak" sambungnya sambil menatap Iyan. mendengar itu Iyan tak bisa menahan tawanya.

Bunga Cinta di Sebuah DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang