Selang beberapa minggu, foto pernikahan itu tersebar di sosial mediaku. Beberapa teman juga ada yang mengirimkannya padaku. Karena dia teman dekat Niar.
Saat aku melihatnya, aku tak bisa berucap apa-apa. Tanganku bergetar. Jantungku seperti di tusuk belati. Di jatuhkan seperti tak di beri persiapan. Di hancurkan tanpa aba-aba. Namun aku membungkus semua rasa itu dengan sebuah rela.
Hari itu adalah hari yang pernah sangat aku nanti-nantikan. Hari yang pernah aku impikan bersama Niar. Dimana aku duduk di pelaminan bersamanya. Namun ternyata, Niar bersama lelaki lain.
Ada banyak hari yang telah di lewati bersama ku, ada banyak hari yang kita habiskan dengan mengukir segala cerita indah, namun terhapus begitu saja oleh kehadiran lelaki itu.
Ketika aku memandang fotonya, aku tahu apa yang sedang di sembunyikan Niar di dalam matanya, aku tahu ada kesedihan yang ia sembunyikan di balik senyum di bibirnya. Kesedihan dan rasa bersalah.
Sedih karena kisah ini berakhir dengan orang yang berbeda, merasa bersalah karena ia lebih dulu meninggalkan ku.
Namun aku Tahu, ia melakukan ini bukan kehendaknya. Ia menerima lamaran itu karena paksaan dari orang tuanya.
Itu yang membuat perasaanku padanya tetaplah sama. Niar memilih jalan ini bukan karena ini jalan yang terbaik menurutnya, namun ini permintaan dari mamanya.
Yang paling menyedihkan dalam hal ini adalah, Niar harus berpura-pura bahagia di hadapan orang terdekatnya, padahal sebenarnya ia ingin menangis, namun lbih menjaga perasaan orang-orang terdekatnya. Salah satunya mamanya.
Mengorbankan kebahagiaan sendiri demi kebahagiaan orang lain itu berat. Namun harus di lakukan. Karena rasa sayang kepada orang tua itu lebih besar ketimbang perasaan kepada diri sendiri. Mungkin itu yang sedang Niar rasakan.
Ya meski ini di luar prediksiku, tapi aku tidak merasa kalah kok. cinta bukan tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah. Begitu juga bukan siapa yang lebih awal dan siapa yang paling akhir. Tapi tentang siapa yang paling tulus dan paling menerima.
Menerima kehilangan, menerima rasa sakit. Menerima kekurangan juga menerima untuk menjadi pasangannya.
Aku selalu bersabar, aku selalu menguatkan kesabaranku, meski keadaan selalu memaksaku untuk terus memberontak.Tetap tenang dalam menghadapi tetap percaya bahwa aku mampu menguatkan batinku sendiri.
Ya seperti kata ayah, "bagaimanapun bentuknya ujian, akan terasa lebih mudah di hadapi jika kita memiliki kesabaran".
Karena tak akan pernah sia-sia kesabaran itu. Tuhan akan memberikan kado-kado terbaik untuk mereka yang selalu bersabar.
Belajar menerima apa saja yang sudah menjadi ketentuan takdir. anggap saja sejauh ini aku hanya di tugaskan untuk menjaga Niar. Menjadi teman bicaranya, menjadi pelindungnya, juga menjadi pengingatnya dalam segala hal. Bukan untuk memiliki seutuhnya dirinya.
Meskipun dalam perasaan kita saling menyayangi, dalam hidup kita saling membutuhkan namun tetap saja jika memang tujuan akhirnya berbeda, tetap saja berbeda. Meski dalam perjalanan sama-sama berjuang, menghadapi ujian hidup bersama, jatuh bangun bersama, jika akhirnya di hadapkan pada persimpangan, ya tetap saja tak sampai pada tujuan yang sama.
Inilah garis takdir. Bagaimanapun kita menyangkal, dimanapun akan bersembunyi, secepat apapun berlari, waktu dan takdir adalah sepasang karib yang tak mampu di kelabui. Sebisa mungkin kita menghindari, jika hari itu sudah di gariskanNya, pasti akan terjadi juga. Sekuat apapun tangan menggenggam, kenyataan akan tetap memisahkan.
Yang dulu berusaha di jaga, akhirnya akan terlepas juga.
Yang dulu berusaha di bangun, akhirnya runtuh juga.
Yang kita ikat dengan kuat, akhirnya rapuh juga.Karena segala sesuatunya berlawanan, apa yang kita sangka baik, ternyata menurutNya itu salah. Yang kita anggap kita tak mungkin berpisah, pada akhirnya juga akan pasrah.
Yang terasa dulu terasa dekat, sekarang terasa jauh. Yang dulu berbicara saling menguatkan, akhirnya berbicara saling melepaskan. Memang semua ada waktunga masing-masing. Termasuk menemukan, juga kehilangan.
Yang terang akan segera redup, yang redup akan segera mati. Yang di genggam akan segera lepas, yang lepas akan segera hilang. Cepat atau lambat, semua akan berganti peran. Dan tiap kita adalah hal-hal yang di paksa akrab dengan ketiadaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
merelakan
RomanceAwalnya semua yang aku lalui terasa begitu berat. Karena aku sedang sendirian. Seolah tak bisa menghadapi segala hal, hingga akhirnya datang seseorang yang bersedia menemaniku berjalan. Bersedia menguatkan saat aku kelelahan, menemani saat kesepian...