" apo" kini suara berat ayah yang terdengar,biasanya bila aku menelvon ayah hanya menjadi pendengar setia,hanya sesekali berbicara kepadaku,itu pun aku yang mintak
(apa)
"iya yah bian mau nikah" jawabku dengan pelan
"sekarang umur bian berapa?
Seketika keningku berkerut,bukankan ayah tau umurku berapa sekarang? Kok malah nanya?
"dua puluh dua ya" aku menjawab saja,otakku sekarang sudah buntu tidak ada tempat untuk memikirkan hal yang sepeleh.
"dua puluh dua memang sudah diperbolehkan menikah,ayah juga tidak melarang jika bian menginginkan itu, emang bian sudah punya calon?
Ini yang aku suka dari ayah tidak perna membantah kehendakku walaupun beliau harus berkerja keras dulu jika aku menginginkan sesuatu, contohnya saja waktu aku masih duduk dibangku kelas dua sma, saatku sangat ingin mempunyai hape,dalam satu kelas yang berisi tiga puluh lima mahasiswa moyoritas mereka memiliki hape.
ya walau pun dulu hapenya tidak secanggih sekarang, aku termasuk orang yang akan plang plong kek anak hilang bila jam istirahat, yang lebih susahnya itu adalah saat mencari tugas rumah, tugas rumah yang ditinggalkan pasti disuruh cari diinternet sedangkan aku tidak punya hape, disitu lah aku ngotot ingin punya hape seperti teman temanku.
sedangkan ayah selalu menemaniku kewarnet jika ada tugas sekolah, itu pun tidak membuatku puas,ada rasa iri yang timbul dalam diriku, sehingga membuatku tidak mau berbicara pada ayah, seminggu aku tidak ada komunikasi sama ayah dan ibu juga sudah mulai lelah membujukku, dan seminggu itu pula lah ayah sering terlambat pulang kerumah, biasanya setengah lima ayah sudah sampai dirumah dan duduk dipintu depan memandang kejalan raya.
sedangkan waktu itu sudah lewat jam enam ayah juga belum pulang dari ladang, waktu itu ayah berkerja sebagai buruh tani yang diberi gaji tiga puluh ribu perhari, kadang baru sampai rumah, ayah pergi lagi, sehingga membuat kontak komunikasi aku sama ayah semakin berkurang, ingin aku memintak maaf sama ayah, tapi dalam seminggu itu bisa dihitung pakai jari berapa kali aku bertatap muka dengan ayah.
sampai pada puncaknya ayah sakit,beliau muntah muntah apa yang dimakan dikeluarkan kembali,pada saat beliau sakit itu beliau memberikan celenggan dari kaleng susu kepadaku, ayah bila uang didalamnya dikumpulkan beberapa bulan terakhir ini, dan aku bisa membeli hape yang aku inginkan,ayah juga bilang kalau beliau muntah muntah itu hanya karena maagnya kambuh,dan yang hanya aku lakukan geleng geleng kepala dan meletakan kembali celengan itu.
pantas saja beberapa bulan ini ibu hanya memasak ubi jalar dibelakang dan tahu, rupanya ayah membagi dua gaji yang tidak seberapa itu, saat itu aku sangat merasa menjadi anak yag sangat durhaka
"yah maaf, bian udah memintak macam macam sama ayah,bian... bian ngak tau kalau ayah pulang malam dan pergi lagi itu,untuk cari uang buat bian beli hape, maaf yah..
Didalam hati aku juga berjanji waktu itu, aku ngak bakal mintak yang bikin ayah bekerja lebih keras dan memporsir seluruh tenaganya,cukup untuk aku sekolah dan makan sehari hari saja yang dicari oleh ayah sampai aku tamat sekolah.
Dan setelah permintaan sialan itu,sekarang aku juga meminta satu lagi kepada ayah yaitu menikah,dan aku sudah mengingkar janjiku,tapi dalam permintaan ini aku tidak memintak ayah berkerja aku hanya memintak ayah merestuiku menikah dan menjabat tangan suamiku pas ijab nanti.
"sudah yah,bian sudah punya calon, dia orang sini yah"
"agamanya apa nak? Sudah berapa lama bian kenal"
"agamanya sama bian sama ya,islam,bian kenal sudah dua tahun yah" jawabku" tapi sebagai kacung dan bos" lanjutku dalam hati
Terdengar perbincangan ayah dengan ibu,tapi aku tidak bisa mendengar lebih jelas, entah apa yang beliau bicarakan,setelah itu terdengar kembali suara ayah
KAMU SEDANG MEMBACA
the perfect boss
Teen Fiction" huekk, huek" muntah itu keluar begitu saja tanpa bisa dicegah,aku pun membersihkan bibirku dengan punggung tangan"tinggal dikit lagi samp" ucapanku terpotong karena melihat sosok dada pria yang berdiri didepanku dengan baju penuh dengan muntah ber...