Sudah dari beberapa jam yang lalu Ara sibuk dengan pekerjaannya. Hari ini pengunjung sepertinya meningkat jauh lebih banyak dari hari biasa atau hari kemarin. Beberapa ada yang tidak jadi masuk karena melihat keadaan kedai yang ramai. Padahal, kedai bukanlah pasar yang mana jika ramai akan terlihat rusuh.
Biarpun ramai atau sepi Ara tak peduli, tapi gadis itu lebih suka jika kedai kedatangan banyak pengunjung. Dengan begitu Ara akan sibuk mengantar pesanan ke sana dan ke mari. Jadi, ia tidak merasa seperti memakan gaji buta. Lagipula Ara tidak merasa kesal kalau sibuk, karena ia menyukainya. Semua ini jalan yang ia pilih.
"Ra, itu," kata Rani, teman kerjanya yang sudah lebih dulu kerja di kedai ini.
Ara mengangguk, lalu berjalan menuju meja nomor dua puluh satu. Pengunjung yang menempati meja itu adalah sepasangan anak SMA tak jauh dari kedai. Jika saja mereka tidak menggunakan seragam sekolah, Ara bisa salah mengira jika mereka lebih tua dari Ara. Anak lelakinya bertubuh tinggi tegap, sedangkan anak perempuan berlipstik merah merekah dan rambut agak kecoklatan.
"Mbak, ngapain liatin saya kayak gitu?!"
Ara menggelengkan kepala, lalu fokus ke pekerjaannya. "Ma—maaf, Kak. Mau pesan apa?"
"Capuchino latte 2. Oh iya, saya enggak suka ya, dipandang kayak tadi!"
Ara menundukkan kepala lalu meminta maaf lagi sebelum akhirnya berjalan ke belakang. Ia merasa sangat bersalah karena tidak seharusnya memperlakukan pelanggannya seperti itu. Bisa saja nanti si pelanggan mengadu kepada atasan, lalu Ara akan ditegur. Masih baik jika ditegur, atasan bisa saja langsung memecat Ara dengan alasan bad attitude yang dimilikinya. Ara harus lebih berhati-hati, jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama.
"Tadi kenapa, Ra?" tanya salah satu barista bernama Rion setelah Ara menyebut pesanan yang harus barista itu buat.
"Bu—bukan apa-apa, Kak." Ara merasa lebih bersalah lagi. Ternyata tak hanya dirinya dan kedua pelanggan tadi yang melihat kejadian tak mengenakkan itu, seniornya pun melihatnya.
"Ingat ya, Ra. Kenyamanan pelanggan itu numero uno!" ucap Rion tegas tetapi halus.
Ara mengacungkan kedua ibu jarinya, lalu mengambil alih nampan di tangan Rion. Rion adalah senior yang paling sering berinteraksi dengan Ara selama dua hari ini, padahal mereka baru mengenal. Rion ini sudah bekerja selama lima tahun di kedai, dan merupakan teman dari owner kedai ini. Suatu saat ia juga ingin seperti itu, memperkejakan teman-temannya yang membutuhkan pekerjaan.
"Selamat menikmati," ucap Ara pada pasangan muda itu, tapi sang perempuan hanya menatap Ara dengan tatapan sengit sedangkan sang lelaki tampak acuh.
Ara membalasnya dengan senyuman. Ia harus ingat jika kenyamanan pelanggan adalah numero uno, seperti yang dikatakan Rion padanya. Ara jangan sampai lupa, pokoknya jangan sampai.
Gadis itu berpindah ke meja lain yang mana si pengunjung telah memanggilnya. Meja nomor dua puluh dua tampak seperti ruang tamu, karena memang menggunakan property untuk ruang tamu. Meja itu biasa digunakan oleh mereka yang berlibur satu keluarga. Namun, kali ini berisi enam atau tujuh—Ara tak sempat jeli menghitung—anak-anak SMA. Satu di antara mereka memesan makanan, sedangkan teman lainnya bersenda gurau, tawanya sangat menggelegar. Jika Ara adalah seorang pelanggan yang mencari ketenangan, ia akan keluar saat itu juga.
Ara kembali ke pantry, menyerahkan tugas selanjutnya ke chef dan barista yaitu Rion dan temannya yang belum Ara lupa namanya. Setelah selesai, Ara berjalan ke meja dua puluh dua lagi dengan lebih hati-hati karena ia membawa banyak gelas di nampan, takut jika nanti jatuh lalu pecah.
"Selamat menikmati," ucap Ara kepada gerombolan anak SMA itu dengan seramah mungkin.
Beberapa dari mereka ada yang langsung menyeruput minumannya, dan ada juga yang sibuk memainkan ponsel. Ara tebak, mereka yang bermain ponsel sedang asik mengedit-edit foto lalu mengunggahnya di salah satu media sosial yang sangat terkenal belakangan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Life is Mine
Teen FictionHidup di tengah-tengah lingkungan yang hangat, memiliki banyak teman dan selalu dicintai tak selamanya menyenangkan. Pasalnya hidup itu berubah, bertemu dengan orang yang berbeda-beda. Ketika sudah terbiasa dengan lingkungan hangat, maka akan kaget...