“Hai, Vasha sayang.”
Suara itu. Tak mungkin. Aku pasti bermimpi. Dia tak mungkin disini.
Aku masih belum berani membuka mataku. Takut. Aku takut jika itu hanya khayalanku saja.
“Sepertinya kamu tidak merindukanku ya?”
Ini nyata. Ini bukan khayalanku.
Perlahan kubuka mata lalu menoleh kesampingku, ke arah suara yang sejak tadi aku ragukan.
~Author pov.~
Vasha memandang laki-laki dihadapannya. Terkejut, rasa haru, rindu dan bahagia membuncah didadanya. Dan suara teriakannya yang ‘agak’ telat pun keluar, “MARTIN!!”
Martin memutar bola matanya begitu menyadari ke’lola’an –loading lama- gadis dihadapannya, “Tidak adakah reaksi yang lebih dramatis Va?”
Vasha tak mendengar dan lebih memilih untuk tak acuh dengan ucapan pemuda dihadapannya. Ia mencubit pipi pemuda didepannya.
“AW! Sakit Va!” gerutu Martin seraya mengelus pipinya.
Vasha kembali melompat ke pelukan Martin seraya berseru senang, “astaga! Ini nggak mimpi ternyata!”
Martin tertawa mendengar reaksi Vasha yang menurutnya sedikit berlebihan. Namun, tawanya langsung terhenti ketika sebuah suara yang lumayan membuat sakit telinga terdengar tak jauh dari mereka, “OMG! MARTIN!!”
Lain halnya dengan reaksi Vasha sebelumnya, Marsha malah mendekati Martin lalu menarik kerah baju Martin yang cukup membuat Martin sulit bernapas, “berani-beraninya lo-“
Martin megap-megap meminta pertolongan pada Vasha sedangkan Vasha langsung histeris dan menarik Marsha untuk melepas cekalannya pada leher Martin, “cukup Sha, Martin nggak bisa napas!!”
Marsha tak memedulikan teriakan dan tarikan Vasha, ia masih tetap menyerang Martin dengan brutall.
“Kenapa kamu jadi liar gini sih Sha?!” Martin merapikan kemejanya yang berantakan karena ulah Marsha lalu menarik Marsha ke pelukannya. Marsha menelan ludah dengan susah payah dan ikut membalas pelukan Martin, “kamu jahat Tin.”
Martin mengeratkan pelukannya lalu berbisik hingga hanya mereka yang mendengarnya, “Bagaimana dengan kado yang aku berikan?”
Marsha menatap Martin bingung, “kado? Kado apa?”
“Kado spesial untuk orang spesial yang aku letakkan di meja riasmu.”
“Aku tak lihat apapun di meja tadi,” ujar Marsha bingung.
Martin tak kalah bingung, “nggak mungkin hilang, aku sendiri yang meletakkannya tadi saat kamu masih berkelana di alam mimpi.”
Mata Marsha terbelalak lebar, “kamu sudah masuk ke kamarku tapi tidak membangunkanku?!”
Martin mengangkat tangannya lalu menelusuri wajah Marsha dengan jari telunjuknya, “aku tak tega membangunkanmu.”
Marsha merengut kesal, “lalu kemana kado yang kamu berikan itu? tak mungkin kan ia jalan sendiri?”
Martin terlihat berpikir beberapa detik lalu menatap Marsha, “siapa yang biasanya masuk keluar kamarmu seenaknya?”
Disaat Marsha berpikir, pintu dibelakang mereka terbuka lebar dan seorang gadis cantik dengan wajah berbinar berseru, “aku suka gaun ini!”