Ini cerita sebelum Nathan ke Indo. disebelah ada Nadzla tuh.. ;)
Maaf kalo ada salah kata dan typo.
Saya belum sempet ngebaca ulang dan ngedit soalnya lagi males. hehehe
Selamat membaca.. :D
Author pov
Nathanael Michaelson. Itulah namanya. Pemuda berdarah Inggris dan Indonesia ini begitu tampan dan memesona para kaum hawa di sekitarnya. Ia dan sahabatnya, Edward menjadi dua pemuda paling di idamkan di kampusnya. Saat ini ia sedang di cafe kampus untuk makan siang.
“Hei Bro! Liburan nanti kau kemana?” tanya Edward seraya menikmati spageti favoritnya.
Nathan yang sedang mengunyah makanannya langsung menjawab setelah ia menelan makanannya, “papa memintaku ke Indonesia dan mau tak mau aku harus kesana jika tidak salah satu bodyguardnya akan menculik paksa aku untuk kesana.”
Edward menggelengkan kepalanya lalu ia menghentikan makannya, “bukankah kau berencana untuk kesana saat lulus nanti? Tugas akhirmu saja belum selesai.”
Nathan mengedikkan bahunya, “entahlah, yang aku tahu grandpa sedang sakit dari beberapa bulan lalu dan aku belum tahu bagaimana keadaannya sekarang. Mungkin karena itu aku disuruh kesana, lagipula sekalian aku liburan dan bertemu Nadzla. Aku begitu merindukan peri kecilku.”
Edward tertawa pelan, “ia akan marah padamu jika tahu kau masih menyebutnya peri kecil,” ujar Edward seraya mengingat tingkah Nadzla saat Nathan menyebutnya peri kecil ketika perempuan itu berlibur mengunjungi Nathan ke Inggris
“Dia memang peri kecilku dan akan selalu begitu. Kalau kau kemana sendiri liburan nanti kemana?” tanya Nathan.
“Hai sayang,,,” tanpa sempat menjawab Nathan, bibir Edward telah dicium oleh seseorang dan Nathan hanya memandang cuek lalu ada yang menepuk pundaknya.
“Hei Nate, apa kabar?” tanya Jane, wanita yang menepuk pundaknya tadi.
Jane, mantan kekasihnya yang baru ia putuskan beberapa hari yang lalu.
“Hai Jane, aku baik, sangat baik malah, bagaimana denganmu?” itulah kelebihan Nathan, ia selalu ramah pada siapapun, termasuk mantannya sendiri.
“Lumayan baik, apalagi saat bertemu denganmu,” ucapnya manja seraya melingkarkan tangannya ke leher Nathan.
Nathan melepas rangkulan Jane dan menggenggam tangan wanita itu seraya berkata, “kita sudah tak ada hubungan apa-apa lagi Jane, jadi kuharap kamu jangan bertingkah seakan ingin menggodaku. Karena itu tidak ada gunanya.”
Jane mengerucutkan bibirnya lalu mengerang kesal, “apa salahku Nate? Kenapa kamu mengakhiri hubungan kita? Aku masih cinta sama kamu Nate,,,.”
“Aku bukan laki-laki yang pantas untukmu,” ujar Nathan lembut dan menatap mata Jane dalam.
“Kau lelaki sempurna bagiku Nate, tak ada laki-laki sepertimu dan cintaku begitu besar padamu. Tidakkah ada kesempatan untukku Nate?” airmata mulai mengalir di pipi mulus Jane.
Nathan mengusap air mata Jane dengan jarinya, “bagaimana bisa aku dibilang pantas untukmu sedangkan aku selalu membuatmu menangis? Aku tak mencintaimu Jane, selama ini aku telah mencoba mencintaimu tapi aku tak bisa. Hanya rasa sayang seperti kakak pada adiknya yang kurasakan padamu, tidak lebih.”
Jane semakin terisak dan menutup matanya untuk mencoba tegar. “Apa kamu masih marah saat Mark menciumku? Demi Tuhan, itu hanya kecelakaan Nate.”