~Author pov.
"Saya pacarnya dok."
Semuanya menoleh ke arah suara dengan kaget. Bagaimana bisa ada seseorang mengaku pacar Vasha sembarangan.
"Ferdi! Gila lo ya! Gue kira ada orang gila dari alam lain yang ngaku-ngaku cowoknya Vasha, ternyata lo orang gila itu," ujar Nadzla dengan heboh.
Ferdi hanya mengedikkan bahunya lalu menoleh ke dokter yang masih menunggu didepan pintu, "maaf saya bercanda dok, saya sepupunya, bagaimana keadaan sepupu tercinta saya dok?"
Dokter muda yang awalnya bingung itu lalu memperbaiki ekspresinya dan berdeham pelan, "nona Vasha tidak apa-apa, dia hanya kelelahan dan kurang istirahat. Saya anjurkan ia untuk rawat inap hingga kondisinya pulih. Saya takut jika dibiarkan akan mengarah ke tifus."
Ferdi hanya mengangguk pelan, "saya serahkan semua pada pak dokter, lakukan yang terbaik untuk Vasha demi kesembuhannya."
Dokter tersebut mengangguk lalu pamit undur diri menuju keruangannya. Sedangkan yang lain masuk ke ruang inap Vasha karena Vasha telah dipindahkan.
Ferdi yang terlebih dahulu masuk diikuti yang lain. Di ujung ruangan Vasha terlihat melamun memandang keluar jendela tapi tatapannya kosong.
"Sha," Marsha mencoba memanggil Vasha tapi gadis itu masih diam. Dia seakan berada di dunianya sendiri.
Marsha menoleh ke arah yang lain. Dan bukan hanya dia yang menghawatirkan keadaan Vasha.
Ferdi yang kini sudah berada disisi ranjang meraih tangan kanan Vasha lalu menggenggamnya dan saat itulah Vasha tersadar.
"Ehh- Hai..." suara lirih itu terdengar seperti bisikan namun semua yang diruangan itu mendengar dan kemudian tersenyum lega.
"Maafin aku ya Sha," kini Marsha memeluk Vasha yang hanya tersenyum lemah.
Setelah pelukan itu terlepas Vasha menatap Marsha, "kamu nggak ada salah apa-apa Marsha..."
Marsha menggelengkan kepalanya lalu menyeka air matanya sendiri, "andaikan aku nggak maksain kamu ikut tadi, andaikan kemarin aku lebih cepat nemuin kamu dan andaikan aku lebih terbuka sama kamu, ini semua belum tentu terjadi."
"Heii, aku hanya kelelahan Marsha. Kamu nggak salah. Ini emang mauku sendiri. jangan salahkan dirimu lagi oke?"
Marsha tersenyum lalu memeluk Vasha lagi, "aku benar-benar takut terjadi sesuatu sama kamu Sha. Cuma kamu yang tulus bersahabat denganku."
"Jadi aku nggak dianggep nih?" rujuk Nadzla yang sedari tadi hanya menonton seperti yang lain.
"Udah Nadzla sama abang Martin aja, hahaha" rayu Martin seraya memeluk Nadzla dari samping.
"Yaudahdeh-" ujar Nadzla dengan nada centilnya.
"Jauhin tangan kamu dari Nadzla," suara Nate yang terdengar dingin itu membuat suasana kamar vip itu menjadi hening. Tak ada yang berani membuka suara dan Vasha lah yang berinisiatif mencairkannya, "Nah lo loh Tin, abangnya marah..."
"Ups! Gue kira dia cowoknya Nadzla. Padahal mau bikin cemburu, tapi ternyata salah orang ya," Martin melepaskan rangkulannya lalu menggaruk kepalanya pelan.
"Makanya jadi cowok jangan kegatelan Tin,"decak Marsha lalu ia menoleh ke arah Nate, "abang ganteng, maafin Martin ya, dia orangnya emang gitu. Nggak tau diri."
Martin menatap Marsha jail, "jadi saudara kembarmu ini kamu bilang nggak tau diri ya? Kamu mau ngerasain gelombang maut dari tangan abangmu ini hem? Pasti kamu sudah merindukan gelombang maut ini, iya kan?"