Pukul 7 a.m
Alarm jam berwarna cokelat muda berbunyi nyaring. Diikuti dengan semburat cahaya matahari yang mengintip lewat celah-celah jendela.Seorang pria mungil mengintip malas dari balik selimut tebalnya. Mengumpat kesal karena mendengar suara berisik dari jam di mejanya.
Dengan malas tangannya meraba-raba permukaan meja kayu di samping tempat tidur. Begitu menemukan sumber kebisingan itu, ia segera mematikannya dan kembali bergelung dengan selimut yang masih melingkupi tubuhnya.
Ia sudah bersiap-siap untuk kembali menyelami alam mimpinya saat tiba-tiba kegaduhan lain merusak rencana baiknya.
Dug.. Dug.. Dug..
Sekarang suara itu berasal dari pintu kamar asramanya.
Ia mengumpat sekali lagi, masih ingin melanjutkan tidurnya."Heii... Bocah pemalas. Ayo bangun!!" suara nyaring mulai menambah penderitaan yang dirasakannya. "Zhong Chenle... Bangun! Atau aku akan mendobrak pintu ini."
Chenle yang mendengarnya hanya menjawab dengan erangan.
"Oh ya Tuhan, Chenle cepatlah bangun. Kita ada kelas pagi. Satu jam lagi sudah dimulai."
Terdengar gedoran lagi, kali ini sebanyak lima kali.
Chenle jengah, kesal minta ampun.
Ia bangun, menyingkirkan selimut -kekasih baginya- dari tubuhnya dan mengenakan sandal bulu warna putih lengkap dengan aksen hello kitty di ujungnya. Yah, sangat tidak manly.Chenle menarik slot kunci pintu kamarnya kesal. "Ini masih terlalu pagi, Hyung..." rengeknya.
Tersangka utama penggedor pintu langsung menyerobot masuk. "Tidak untuk hari pertama perkuliahan, tuan muda." katanya sambil mendorong Chenle menuju kamar mandi.
"Ah, kamar ini luas. Yah, pantas saja biaya sewa asramanya lebih mahal. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa hidup dengan kekayaan orang tua itu sungguh sangat menyenangkan..." sungutnya sambil meneliti kondisi ruangan kamar tidur Chenle.
"Berhenti membuat mulut cerewetmu mengeluarkan sabun, Haechan Hyung." Chenle dongkol, "dan, hei, jangan injak ranselku!"
Haechan berjengit, mengambil ransel biru tua dengan aksen manik-manik perak di bagian depan, dan gantungan kelinci.. Oh, bulunya sangat halus. Imut sekali, mirip seperti sang pemilik.
"Bagaimana bisa ransel ini berlarian di lantai?" sindir Haechan.
Chenle nyengir, "Sepertinya dia bosan tidur di rak, makanya pindah di sini." ia menunjuk lantai marmer.
Haechan menggelengkan kepalanya, heran melihat tingkah malas Chenle. "Sudahlah, cepat mandi. Kita bisa terlambat jika kau tidak segera bersiap."
Chenle baru akan menimpali ucapan Haechan saat mulutnya kembali diperingatkan oleh Haechan, "Jangan rusak acara kelas pagi mengulangku. Aku sudah gagal melewati ujian mata kuliah ini tahun lalu. Kau," Haechan menjuk ke arahnya, "Jangan coba-coba mengacaukannya."
Chenle nyengir, "Ya ya baiklah. Aku akan mandi wahai tuan sok ngebos." dengan cepat ia menarik handuk di gantungan kamarnya dan berlari ke kamar mandi sebelum si cerewet Haechan menimpuknya dengan buku di meja belajarnya.
"Ya Tuhan, betapa hebatnya aku sudah berhasil hidup tiga tahun bersama Chenle."
Haechan merutuk.
* * *
Chenle menyandarkan kepalanya di atas meja kelas, pusing. Satu hal yang ia rasakan begitu kelas terakhir hari ini selesai.
Dimulai dari mata kuliah pertama pukul 8, dilanjutkan dengan materi pengenalan jurusan selama 3 jam. Dan dua mata kuliah terakhir, dengan waktu istirahat hanya 15 menit.
KAMU SEDANG MEMBACA
This and That (Everyday for Sungle)
Fiksi PenggemarChenle si periang dan Jisung yang awkward. Atau Chenle yang awalnya terlalu menempel pada Jisung, dan Jisung yang akhirnya tidak bisa jauh-jauh dari Chenle. Cerita-cerita ini terinspirasi dari tingkah laku keseharian Park Jisung dan Zhong Chenle...