5. LHIMA

149 89 27
                                    

VOTING!!!
MAAF TYPO DIMANA MANA


***

Setiap perlakuan Dima membuatku merindukannya. Aku rindu dia, aku rindu kalimat romantis abal abal yang keluar dari anak laki-laki berumur 12 tahun itu.

"Kay, balik kelas yuk" Dima berlalu meninggalkan ku yang masih melamun

"Melamun mulu kerjaan nya! Cepet bentar lagi bel istirahat! " Dima sudah menghilang dari pandanganku setelah melewati rak buku diperpustakaan.

Aku membuntuti Dima dari belakang. Memandang punggung Dima yang lebar. Mungkin, anak 12 tahun itu sekarang telah menjadi laki laki yang tampan, dan jangan lupakan sifat romantis abal abalnya yang takan mudah hilang dari darahnya.

Akhir akhir ini aku sering memikirkannya, aku merindukannya. Atau mungkin, aku akan segera bertemu dengannya setelah 10 tahun? Entahlah, aku takan menebaknya.
Menebak hanya akan menggantungkan harapan di langit tanpa matahari.

"Kay, gue pindah duduk bareng lo ya! " Dima terlihat membawa tasnya ke dekat bangku ku.
Aku kaget dengan kalimat Dima

"Diem, gue anggep boleh!" ia menunggu jawaban ku

"Okay karena lo diem, gue duduk sini sekarang" Dima meletakan tas nya di bangku sebelahku, setelah itu duduk santai memangdangku.

"Tapi dim"  aku menatap Dima, kemudian menatap Jamal teman sebangku Dima yang sedang duduk santai di kursi paling belakang.

Dima mendekatkan badan nya, tentu saja aku takut diapa-apakan "husttt...." jari telunjuk Dima sudah menempel di bibir ku. Matanya mengisyaratkan kalau aku harus diam. Secara otomatis, aku terdiam dan memperhatikan kelakuan Dima yabg aneh. Sekarang sedang jam istirahat, makadari itu kelas sepi, hanya ada aku, Dima, dan Jamal.

Dima semakin mendekatkan badannya, makin dekat secara pelan namun pastu, makin bisa kurasakan hembusan nafasnya.

Jantungku rasanya ingin lepas saja dari badan,   dan keluar.  Wajahku sangat panas, pipiku sepertinya juga merah. Ingin rasanya menghilang tiba tiba.

Semakin Dima mendekat, semakin menjauh juga badanku. Karena merasa dijauhi oleh ku tangan Dima menahan punggungku agar tidak menjauh lagi darinya.

"Jamal akan pindah sekolah, gue duduk sendirian, di kelas ini kan cuma lo yang duduk sendiri, jadi gue duduk sama lo ya" bisik Dima.
"Oh ya satu lagi, jangan pindah sekolah ya kay,  gue ga siap ditinggal lo" setelah ia berbisik ia menjauhkan badannya dan melihatku seperti tidak terjadi apa apa.  Memang aku dan Dima tdk melakukan apa apa, tapi adegannya tadi terlalu dewasa menurutku, benarkan?.

"pipi lo kenapa? " tanya Dima sambil melihatku.
Aku menggeleng, tak tau mau menjawab apa.

"Udah ya, jangan protes terus kalo Dima duduk sama kay. Yang nurut ya" aku menggangguk pasrah.
"Nah gitu dong" Dima membelai lembut rambutku

Banyak teman temanku yang bertanya apakah aku dan Dima ada hubungan spesial. Mereka pikir aku dan Dima sudah pacaran, makanya kami sering bersama. Padahal Dima yang terus saja menempel kepada ku.

Setelah istirahat selesai, aku tidak melihat Putri, hanya beberapa temannya yang terlihat, padahal tadi pagi ia jelas jelas berangkat dan meminta buku tugas sejarahku. Apa ia sakit? Apa ia dispen?  Atau apa?  Aku kgawatir dengannya.

Hari ini seperti biasanya, aku bekerja paruh waktu di toko dekat sekolah.
Dan Dima sudah menghilang saat guru terakhir keluar.

"kemarin kamu kemana? Kok ga kerja? Kamu sakit? Atau kenapa? Boleh kok cerita ke Ajeng" baru saja sampai di tempat kerja, Ajeng sudah menghujani ku dengan pertanyaan seperti gerbong kereta api.

Bulan&Bumi (HIATUS) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang