V O T E
C O M E N T
Y A
G U Y S***
Keberangkatan ku ke Jogjakarta tinggal 3 hari lagi. Aku sudah banyak membereskan pakaianku, buku ku, sepatu, alat tulisku, semua barang yang ku butuhkan.
Barang barang yang mungkin akan sulit dibawa, akan di antarkan pak sopir ke Jogjakarta. Aku dan ayah akan naik pesawat. Kata ayah, itu lebih cepat. Berhubung beliau adalah ayah super sibuk, jadi aku iyakan saja.
Mulai hari ini aku tidak perlu sekolah di sekolah lagi, makadari itu mulai hari ini aku tidak bisa bertemu dengan Dima dan temen kelas ku yang lainnya. Walaupun sebenarnya aku tidak punya teman.
Hari masih pagi, tapi aku sudah siap siap untuk membuat sarapan untuk ayah. Nasi goreng seperti biasanya. Hanya ini yang bisa ku masak dengan benar.
Ayah sudah siap duduk dimeja makan menunggu nasi goreng tapi, tiba tiba bel rumah berbunyi. Mungkin karena ayah melihatku sedang sibuk memasak, beliau langsung berdiri dan melihat siapa yang memencet bel sepagi ini.
Sudah 5 menit ayah di luar tapi tak kunjung datang, hal ini benar benar membuat ku penasaran siapa yang datang sepagi ini dan berniat untuk bertamu.
Saat akan pergi keluar untuk melihat siapa tamu yang datang, ayah dan Dima sedang berjalan kearah meja makan. Oh, jadi Dima yang bertamu. Apa Dima!.
Terlihat sekali mereka akrab, ah..... Pantas! Dima kan orangnya begitu, mudah akrab dengan siapapun.
"Silakan duduk"
Dima menurut perintah ayah, ia duduk manis sambil melihat lihat rumah ayah yang besar dan terkesan sangat besar jika hanya dihuni dua orang manusia saja.
Kami bertiga sarapan dengan sepi, tak ada pembicaraan diantara kami bertiga. Ku lihat dari ekor mataku Dima sudah menyelesaikan sarapannya, ayah juga sudah selesai, hanya aku yang belum menyelesaikan sarapanku.
"Kaysa, Dima ingin mengajak mu pergi ke sekolah untuk berpamitan, kemarin kamu belum berpamitan dengan teman teman kan? " Jadi, maksud Dima datang pagi seperti ini untuk mengajaku pergi ke sekolah untuk berpamitan.
"Ayah tidak memaksamu ikut, itu terserah kamu."
Aku memandang Dima dan ayah bergantian, memikirkan baik buruknya jika aku ikut dengan Dima atau sebaliknya."Kaysa mau ikut Dima boleh kan yah? " tanya ku pada ayah untuk mempertegas jawabanku.
Ayah mengangguk.
Sepanjang perjalanan Dima hanya diam, karena tidak ada yang membuka pembicaraan aku berfikir untuk membuka pembicaraan.
"Dima"
"Kay"
Saat aku memanggil Dima, ternyata ia juga memanggilku, Dima tertawa dibalik helm nya."Kira kira kapan kita ketemu? " tanya Dima melanjutkan pembicaraan.
"Sekarang"
"Kenapa tidak 3 waktu dalam hidup?"
"3 ?" tanya ku pada Dima
"Sekarang, besok, selamanya"Kami sampai di sekolah cukup siang jadi sekolah sudah ramai dengan anak anak. Ada saja yang mereka lihat dari ku, seperti sekarang yang sedang berjalan bersama Dima. Iya mereka tau aku sudah keluar dari sini, tapi aku belum sempat berpamitan, apa salah jika aku kembali untuk berpamitan.
Mata pelajaran pertama adalah Matematika. Dan Dima sibuk bermain dengan pensil yang di seimbangkan di sebuah penghapus. Setelah bosan Dima sibuk dengan meniup niup lembaran kertas di buku. Setalah bosan kembali ia sibuk dengan tulisan di kertas berwarna merah muda. Setelah semuanya bosan, Dima memutuskan untuk tidur diatas pangkuan tanganya.
Namun, Dima yang malang ia ketahuan sedang tidur jadi, di perintahkan nya untuk mengerjakannya sebuah soal di papan tulis. Entah dari mana, Dima bisa mengerjakan soal tersebut, padahal Dima dari tadi tidak mendengarkan penjelasan guru.
"Kok bisa? " tanya ku pada Dima
"Bisa apaan? "
Aku menunjuk papan tulis
"Lo lupa gue salah satu murid pintar di sekolah?"
Aku lupa Dima salah satu murid pintar dan berprestasi di sekolah.Istirahat ini aku berpamitan dengan guru guru di sekolah, dan teman teman yang ku kenal baik. Setelah selesai, aku dan Dima pergi ke kantin.
"Pesen apa? " tanya Dima
"Air putih"
"Itu saja? "
Aku menagangguk
Dima kembali membawa sebotol air putih."Ternyata udah saatnya ya? "
"Maksud kamu? "
"Padahal baru kemaren kita akrab"
"Maksud kamu? "
"Mau bolos ga? "
"Bolos gimana? "
"Masa lo ga tau si arti kata bolos, bolos sekolah?"
"Gimana mau bolos, aku kan bukan murid sini lagi"
"Ngelucu si eneng? "
Aku menggeleng
"Gas ga ni? "
"Mau pulang aja"Dima memilih bolos sekolah dengan alasan mengantarkan ku pulang kerumah, ya menurut ku ini sangat tidak sopan, tapi Dima memang bebal orang nya. Daripada berdepat, maka aku iyakan saja biar celat.
Perjalanan menuju kerumah macet, jadi perjalanan kami cukup terganggu.
"Jangan ngantuk!"
"siapa? "
"Lo lah"Setelah sampai rumah aku mempersilhkan Dima untuk duduk dirumah. Dima sibuk dengan berjalan melihat foto ini foto itu, foto yang disini foto yang disana. Dima berhenti saat melihat foto keluarga ku, ada aku, ayah dan bunda.
"Ibu lo kemana? "
"masih di bumi"
"seriusan, perasaan tiap gue kesini, dia ga ada"
Aku mengangkat bahu "mau ngapain kamu disni? "
Aku menatap Dima dengan sebuah mata yang tidak bisa diartikan, padahal aku yang punya mata ini."Kita gendu gendu rasa"
Gendu gendu rasa? Ini yang pertama kali untuk ku."Aku tau" ucap Dima sambil memandangi foto keluarga ku.
"Tapi, tidak semuanya" lanjutnya sambil menggaruk belakang kepalanya.
"Seburuk apapun takdir memperlakukan manusianya, masih ada satu alasan yang takdir berikan kepada manusia untuk tetap bahagia. Syukur kay, tuhan ga tidur kok, terus bahagia dengan selalu bersyukur. "
"Maaf banyak bicara"
"Jadi haus deh"Dasar anak ini, sudah banyak bicara langsung kode minta minum. Aku berjalan kedapur dan membawakan gelas, satu botol sirup rasa jeruk, melon, dan satu botol air es, satu lagi ada susu juga.
"Maaf, aku tidak tau bagaiamana menjamu temanku jika sedang main kerumah. Jadi, kamu pilih saja ya mau yang mana"
Dima tertawa renyah.
***
Tidak ada yang spesial dari tiga waktu,
Hanya saja ini menjadi spesial saat dia yang mengatakannya.
#saatnyabucinHuh....
Detik detik perpisahan antara Kaysa dan Dima.
Jangan sedih, tenang saja!
Akan datang cogan baru kok wkwk, jangan pada naksir sama ayahnya kaysa yang hot dady ya kawan kawan..Xoxo
Linda
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan&Bumi (HIATUS)
RomanceKatanya, aku tidak boleh sendirian. Tapi ia meninggalkan ku tanpa jejak. Dan kini aku terjebak diperasaan untuk tetap mencintainya atau berhenti. "Bulan, kan sudah saya katakan sejak dulu. Kamu itu tidak cocok sendirian. Bulan tidak kan lengkap tan...