8. D E L A P A N

89 26 16
                                    

V O T E
A N D
C O M E N T

***

Hari ini, ayah akan mengurus surat pindah sekolahku. Beliau juga mengajaku untuk berangkat ke sekolah bersama.

"Em.. Ayah." panggil ku saat ayah sedang fokus mengendarai.

"Iya."

"Tidak jadi." aku merasa kaku saat ingin mengutarakan isi hatiku kepada ayah, kami seperti dua orang yang beku dan sekaku besi.

Setelah sampai disekolah, aku berjalan digandeng ayah ku, cukup erat beliau menggenggam tanganku. Aku type orang yang cukup penasaran dengan apa yang dimaksudkan dari kontak fisik, seperti sekarang ini, aku bertanya pada diriku sendiri mengapa ayah menggenggam tanganku dengan erat.

Ayah adalah orang yang senang berpakaian rapi, selalu memperhatikan tubuhnya, maka dari itu banyak orang yang tidak menyangka kalau ayahku sekarang berusia 42 tahun.

Sepanjang koridor sekolah banyak yang memperhatikan kami. Ada yang berbisik entah apa yang mereka omongkan, aku tidak peduli.

"Ayah, Kay ke kelas dulu ya. Ayah tau kan ruangan kepala sekolah yang mana? " aku mencium tangan ayah, ini sudah menjadi kebiasaan yang diajarkan oleh bunda.

Ayah mengangguk.

Aku duduk di kursiku, Dima masih belum berangkat, padahal sebentar lagi bel akan berbunyi.

Saat bel berbunyi pun Dima tak kunjung terlihat, apa ia terlambat. Sudahlah, mungkin dia ada urusan yang penting.

Sudah 3 jam pelajaran dimulai, sampai bosan aku mendengarkan kalimat yang diucapkan guru bahasa indonesia ku. Kalimat yang sama diulang ulang terus.

Saat bel istirahat aku menidurkan kepalaku di atas meja, memejamkan mataku. Merasakan detak jantungku sendiri. Semua akan berjalan dengan baik, kata hatiku.

"Kaysa" Ada yang menepuk bahuku, ia laras teman sekelasku.

"Iya"

"Ada yang nyariin lo tuh di depan" Laras melirik kearah pintu "Anjay hot daddy" bisik Laras pada ku.

"Hah? " Siapa yang dimaksud oleh Laras, siapa hot dady itu?

"Kaysa" saat aku keluar dari pintu kelas, aku mendengar dengan jelas suara ayah memanggil namaku.

Jadi yang dimaksud hot dady oleh Laras itu ayah. Jangan sampai Laras menjadi bunda tiriku, dia terlalu bar bar untuk ayah ku yang lembut ini.

Ayah memeluku dengan erat.

"Ayah kenapa? " tanyaku

"Tidak apa apa, saya duluan, nanti pulangnya saya jemput" tak lupa aku mencium tangannya.

"Tidak usah, kaysa sudah ada janji" Ayah mengangguk lalu meninggalkan ku di depan pintu kelas.

"Siang kay" lambai Dima pada ku.
Dari mana saja Dima, mengapa dia tidak ikut pelajaran sampai 3 mata pelajaran.

Aku mengangguk

"Tadi siapa? " Tanya Dima kepadaku

"Ayah ku"

"gile, hot daddy"

Aku memandangnya dengan aneh. Karena merasa sedang diperrhatikan Dima menoleh padaku lalu berkata "Gue normal."

"Btw tadi gue telat, terus nongkrong di kantin, abis itu godain cewe lagi olahraga dilapangan basket."

"Ini catetan tadi" aku menyodorkan buku catetanku pada Dima.

Bulan&Bumi (HIATUS) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang