10. Mimpi Buruk

2.5K 466 102
                                    

Aku tidak bisa mempercayai pendengaranku sendiri saat suara Seokjinie melayang keluar dari bibir indahnya.

"Daddy, ayo kita berlibur."

Kuturunkan koran pagiku yang menjadi penghalang wajah kami bertatapan.

Aku jelas kaget, tetapi kucoba untuk terlihat senang. Kuhadiahkan senyumanku untuknya, yang rasanya sudah lama sekali tak gunakan, sembari menjawab, "Tentu, Seokjinie. Kemanapun yang kau inginkan."

Melihatnya tersenyum merekah mendengar jawabanku, hatiku mulai berharap lagi. Mengharapkan yang tidak mungkin.

Tawaku lepas, tindak-tandukku seperti anak kecil.

Aku hanya ingin menikmati waktuku bersamanya.

Sebelum aku kembali menjadi sosok 'ayah' yang baik untuknya.
Sebelum aku benar-benar membunuh perasaan tak pantas ini.

Aku selesai mandi, mengenakan kimono dan mengeringkan rambutku sembari berjalan keluar dari kamar mandi.

Aku sempat melihatnya menahan tawa, tetapi kikikan kecilnya tetap terlepas.

Berpura-pura marah, aku menghampirinya, "Bagus sekali, mengejek Daddymu, hm?"

"Ampun Daddy sayang, Seokjinie mana berani."

Ia bilang begitu, tetapi masih saja menahan tawa hingga wajahnya jadi seperti kepiting kecil yang kudapat di pantai tadi.

Sudah lama sekali tidak kulihat dirinya tertawa senang, terlihat lepas tanpa mengendalikan diri.

Aku merindukan saat-saat seperti ini bersama Seokjinie.

Dan tanpa sadar, aku pun jadi menerawang jauh, berandai-andai diriku pun masih muda.
Andaikan aku bukan ayahnya, aku bisa dengan leluasa mendekatinya.
Berbagai pikiran kotorku berkecamuk di balik wajah datarku.

Sampai suara Seokjinie membangunkanku.

"Kenapa Daddy tidak menikah lagi? Kau pasti kesepian."

Mataku mengarah padanya, kosong.
Apakah ia berniat menyuruhku menikah lagi?
Apakah ia tidak tahu seberapa menyakitkannya itu bagiku, bagi hatiku?

Seokjinie tidak akan tahu dan tidak boleh mengetahuinya.
Aku pun menjawab, "Kau ingin punya ibu tiri lagi?"

Seokjinie menjawab sangat cepat, "Tidak mau. Aku hanya ingin berdua saja bersamamu."

Alisku langsung terangkat dengan sendirinya, tentu aku terkejut. Namun, sebagian besar sebenarnya melonjak gembira bukan main.

"Jadi Seokjinie akan terus menemaniku? Sampai tua dan menjadi kakek-kakek?" jeda, aku berusaha kembali pada realita, "Kau juga akan menikah nantinya, Seokjine."

Kulihat ia menggelengkan kepalanya, membuatku kian terheran dan berharap.

"Tidak. Aku akan selalu bersamamu, Daddy. Sampai kapanpun. Aku tidak akan menikah. Selamanya, hanya di sisimu. Karena aku menyayangimu."

Menyayangiku, ya.
Aku juga Seokjinie.
Tetapi sayangku kini sudah berubah menjadi racun. Perasaan terlarang yang tak boleh kumiliki.
Cinta.

Aku tidak bisa mengendalikan raut wajahku yang menggelap saat berkata, "Aku pun menyayangimu, Seokjinie. Tetapi, suatu saat nanti, kau akan menikah dengan wanita yang mencintaimu, kau akan punya anak, dan menjadi ayah yang hebat. Saat itu, mungkin aku bisa dengan tenang menyerahkan segala asetku padamu."

Merasa tidak sanggup meneruskan pembicaraan ini, aku pun berbalik, berniat turun ke bawah.
Tetapi ucapan Seokjin seolah menjadi mimpi buruk bagiku.

"Aku tidak akan menikah dengan wanita manapun, karena aku mencintaimu, Daddy."

***

Saat itu, aku mati-matian menahan hasratku pada Seokjinie.

Aku berusaha sekuat tenaga menghancurkan serta membunuh perasaan ini.

Tetapi ternyata, putra angkatku mencintaiku, sama seperti diriku yang mencintainya.

Apakah ini lelucon Tuhan?

Mengapa kau buat kami berdua jadi begini?

Kumohon kuatkan diriku agar tidak mengambil keuntungan dari kepolosan Seokjinie.
Sepertinya, ia hanya sedang kebingungan, karena akulah satu-satunya tempatnya bergantung. Dan ia salah mengartikan perasaan itu sebagai cinta.

Cinta berhasrat memiliki layaknya pasangan kekasih seperti yang kumiliki untuk dirinya.

Aku sangat mencintainya, aku tidak ingin menyakitinya.

Dan aku memilih menghindarinya dengan berangkat ke Jepang.

Kurasa, dengan berpisah, kami bisa memikirkan dengan lebih baik apa yang harus kami lakukan.

Kuputuskan untuk menetap sementara waktu di sana, demi memberi jarak bagiku dan Seokjinie, agar kami berdua bisa kembali menjadi sebatas 'ayah dan anak'.

Joon's Journal [ Namjin ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang