Jimin pov."Aku merindukanmu, sangat merindukanmu, Taehyung-ie," ujarku, yang hanya dijawab oleh hembusan angin.
"Apakah kau juga merindukanku, eoh? Kurasa tidak, kau bahkan tidak pernah mau hadir dalam mimpiku."
Ya, akhir-akhir ini Taehyung memang jarang sekali datang di mimpiku. Dan, jujur. Hal itu cukup membuatku merasa gelisah. Karena sungguh, aku selalu merasa bahagia setelah bertemu dengannya. Meski nyatanya, kami hanya bertemu dalam mimpi saja.
"Kau tahu? Tiga tahun terakhir tanpamu sungguh sangat sulit bagiku. Aku mungkin tersenyum, tapi hatiku selalu menangis jika mengingat semua tentangmu, Tae."
"Ya, ya, ya, aku tahu, aku pernah mengatakan jika aku sudah mengikhlaskanmu. Namun, sejujurnya, aku tidak akan pernah benar-benar bisa mengikhlaskanmu, Taehyung-ie."
Terserah kalian mau mengatakan apa. Aku tidak peduli, karena nyatanya mengikhlaskan orang yang berperan cukup penting dalam kehidupan kita tidaklah semudah yang kalian kira.
"Bolehkah aku menangis, Tae? Aku lelah selalu bersikap seakan aku baik-baik saja. Malam ini, hanya malam ini saja. Tolong, biarkan aku menangisi kepergianmu, Taehyung-ie."
Persetan soal harga diri, aku benar-benar sudah tidak bisa menahannya lagi.
"Aku merindukanmu, Tae. Bolehkah aku ikut denganmu? Kurasa tidak ada bedanya juga aku ada atau tidak. Ya, mereka mungkin akan menangis, tapi aku yakin, dalam beberapa hari semua pasti akan kembali seperti dulu lagi."
"Benar, kan, Taehyung-ie?"
Aku terus saja mengoceh, menyampaikan seluruh isi hatiku pada Taehyung. Samar-samar aku melihat seseorang berjalan dengan tergesa-gesa menghampiriku, sebelum akhirnya kegelapan mengambil alih seluruh kesadaranku.
Jimin pov end.
*****
"Dia mabuk, lagi?" tanya Seokjin, saat melihat Yoongi berjalan menuju kamar Jimin dengan sang pemilik kamar yang berada di gendongannya.Ya, Yoongi lah yang menemukan Jimin tengah menangis dalam keadaan mabuk. Ini bukan pertama kalinya Yoongi menemukan Jimin dalam keadaan seperti ini. Setiap kali Jimin frustasi, atau ia sedang merindukan Taehyung, pemuda itu pasti akan minum-minum sebagai bentuk pelampiasannya.
Dan, mengingat hari ini adalah hari ulang tahun Taehyung, Jimin berinisiatif untuk pergi mengunjungi makamnya lalu akan pulang setelahnya. Setidaknya itu lah yang ia katakan pada Yoongi sebelumnya.
Namun, tidak. Anak itu malah mabuk-mabukan, bahkan menangis seperti orang gila di pemakaman Taehyung. Beruntung Seokjin menyuruh Yoongi untuk menjemput Jimin, jika tidak, mungkin ia akan terus berada di pemakaman dan berakhir tidur di sana.
"Hyung kasihan pada Jimin, Yoon. Jimin hanya memendam rasa sakitnya sendiri, dan menjadikan minuman sebagai pelampiasannya," ujar Seokjin seraya menatap sendu wajah Jimin yang kini sudah terbaring nyaman di ranjang king size miliknya.
"Jimin memang seperti itu, Hyung. Jika bukan dengan minuman, ia pasti akan menyuruhku untuk tidak mengosongkan jadwalnya dan berakhir dengan bekerja seharian untuk membuatnya sejenak melupakan Taehyung."
"Hyung tidak bisa melihat Jimin terus seperti ini, Yoon."
"Jimin hanya membutuhkan waktu, Hyung. Dialah yang paling terluka atas kepergian Taehyung," ucap Yoongi.
"Sebaiknya kita biarkan Jimin beristirahat, banyak hal yang harus ia lakukan besok," lanjutnya, yang juga diangguki setuju oleh Seokjin.
Keduanya pun melangkah pergi meninggalkan kamar Jimin untuk membiarkannya beristirahat.
*****
Kelima pemuda tampan keluarga Kim, ditambah dengan Jimin, kini tengah melakukan rutinitas pagi mereka-- sarapan. Terlihat Seokjin yang tengah menata makanan yang sudah ia masak, kemudian duduk setelahnya.Keenam pemuda itu kini sudah duduk manis di kursi mereka masing-masing-- siap untuk menyantap makanannya. Namun, sebelum itu Jimin sudah lebih dulu memulai pembicaraan, membuat mereka mengurungkan niatnya untuk mendengarkan Jimin berbicara.
"Sebelumnya, aku ingin minta maaf untuk kejadian semalam," ucap Jimin seraya menundukkan kepalanya.
"Tidak perlu meminta maaf, Jim. Kau hanya harus berjanji untuk tidak melakukannya lagi." jawab Seokjin.
"Nee, Hyung."
"Sudah-sudah, sekarang katakan apa yang mau kau katakan, Jimin Hyung. Kook-ie tidak punya waktu, banyak pasien yang menunggu Kook-ie di rumah sakit."
"Aigoo, yang sudah menjadi dokter sekarang jadi super sibuk, ya?" goda Jimin. "Baiklah, aku hanya ingin mengatakan jika mulai besok aku akan mulai syuting drama. Jadi-"
"Tunggu dulu. Jadi, kau menerima tawarannya, Jimin?" potong Yoongi.
Jimin mengangguk.
"Ya, Hyung. Hyung sih tidak becus jadi manajerku, jadi aku harus turun tangan sendiri untuk ini."
"Yaa, Hyung melakukan itu demi kebaikanmu sendiri, Jim! Dasar bodoh, jadwalmu sudah penuh setelah kau merilis album barumu, lalu sekarang kau juga ingin bermain drama, eoh? Aish, sungguh. Bagaimana kau bisa membagi waktumu, Park Jimin!"
"Kau kan manajerku, Hyung. Jadi, kau juga yang harus mengatur semuanya," jawabnya enteng, sepertinya omongan Yoongi sama sekali tidak berarti baginya.
"Ck, kau tahu? Kau benar-benar pandai membuat Hyung pusing, Jim!"
Jimin hanya mengedikkan bahu, membuat Yoongi semakin kesal melihat tingkah pemuda yang sudah ia anggap sebagai adiknya itu.
"Mungkin Yoongi Hyung benar, Jim. Kau juga perlu beristirahat."
Itu Namjoon yang berbicara. Namun, sepertinya Jimin juga tidak menganggap serius perkataannya.
"Aku bisa membagi waktuku, Hyung." tegasnya. "Baiklah, aku pergi dulu, ya? Orang yang akan menjadi lawan mainku sudah datang."
Jimin kembali berujar seraya mengambil sepotong roti, kemudian langsung melangkah pergi dari sana.
"Palli, Yoongi Hyung! Aku sudah terlambat!" teriaknya.
"Kenapa anak itu selalu saja membuatku naik darah, eoh?"
"Sudahlah, Hyung. Kau pastikan saja Jimin tidak kelelahan," kata Hoseok.
Yoongi? Seperti biasa, pada akhirnya ia hanya bisa pasrah dan menuruti keinginannya. Menolak pun percuma, karena sifat keras kepala Jimin juga sebelas dua belas dengannya.
"YOONGI HYUNG! PALLI!"
Taehyung, atau lebih tepatnya orang yang mirip sama Taehyung belum aku munculin di part ini, ya. Hehe~
KAMU SEDANG MEMBACA
Kajima ll✅
RandomKelanjutan dari Kajima Pt 1 Dipublikasikan : 26 Agustus, 2019 - 21 September 2019. _____________________ Story By : @LaelatulHafidah