Renren

2.8K 325 57
                                    

Kiki tidak bisa berkata-kata untuk sekarang. Amarahnya sudah reda. Dia menatap Rendy. Berdeham. "Nggak apa-apa."

Dahi Rendy mengerut menatapnya.

Kiki lekas berdiri dan berdeham lagi, seolah itu pertahanannya. "Gue anggap aja hari ini lo gila. Lo 'kan emang nggak pernah waras."

"Ki, gue baru aja nyium lo."

Kiki linglung seketika.

Lalu tubuhnya jatuh ke kursi seperti tak bertulang. Mukanya mendadak merah drastis dan ada sesuatu yang panas pecah di dadanya. Kiki langsung menaikkan kaki ke sofa, menunduk, tangan terlipat di atas lutut dan wajahnya tenggelam di sana.

Tidak bergerak.

"Ki—"

"Jangan pegang!" teriak Kiki seolah dia punya mata lain yang mengawasi tangan Rendy di udara.

Memang benar saat itu Rendy hendak menyentuhnya, hanya untuk memastikan dia baik-baik saja dan tidak gila karena baru saja dicium. Guys, diingatkan lagi bahwa Kiki adalah seorang homofobia. Akut. Bagaimana hal yang sangat dihindarinya bisa terjadi begitu saja? Ini sangat membuatnya terpukul.

Kiki berhak marah—harusnya dia kabur. Pergi jauh melupakan bocah abnormal yang baru saja mencuri ciuman berharganya, tapi yang dilakukannya hanya terpaku seperti orang tolol. Akal sehatnya masih berada di sana, tapi kenapa dia tolol?

Rendy butuh lo.

Kata-kata Romero sialan itu memang momok jahat. Kiki berpegang teguh padanya dan menganggap itu adalah sampan di tengah danau, dia terombang-ambil tapi tidaklah tenggelam berkat benda itu. Maka Kiki juga akan menganggap bahwa Rendy sebenarnya hanya merasa sedang kacau dan tidak mengerti apa yang dilakukannya.

Keadaan itu berlangsung cukup lama dan Rendy masih diam. Dalam hati tidak merasa bersalah sedikitpun. Sebaliknya dia merasa puas.

Rendy mengambil piring bekas sarapan mereka dan membawanya ke dapur. Lalu mencucinya sampai bersih. Memegang pinggiran wastafel sambil melamun. Saat dia kembali, Kiki sudah mengangkat wajahnya, tapi tidak menatapnya sama sekali.

"Nggak apa-apa," kata Kiki lagi, merupakan kalimat yang diulangnya beberapa waktu lalu. Seperti meyakinkan diri sendiri.

"Lo nggak sekolah?"

Kiki terkejut. "Lupa bawa baju sekolah."

Dan apa yang dipikirkan Kiki untuk kabur bersama tapi tidak memikirkan bagaimana sekolahnya?

"Mau gue beliin bajunya?"

Kali ini Kiki menoleh ke arah Rendy, tapu buru-buru tersadar dan memalingkan wajah. "Duit dari mana? Lo sekarang 'kan miskin."

Lagipula semua uang milik Rendy sudah ada di tangan Kiki. Cowok itu tak mungkin masih punya simpanan 'kan?

"Pinjem HP lo," pinta Rendy.

Kiki mengulurkan ponselnya secara otomatis, tapi Rendy tidak mengambilnya. Dia justru memegang tangan Kiki, lalu beralih posisi ke samping cowok itu. Napas Kiki tertahan karena menghirup aroma floral sabun mandi tiba-tiba saat Rendy menubruknya, dia berkedip, mereka berada begitu dekat. Kiki lagi-lagi merasa sangat tolol. Tidak menghindar atau lari.

Ponsel itu hampir jatuh, tapi Rendy memegangnya erat-erat.

Barulah akal Kiki jalan lagi. "Jangan deket-deket, brengsek!"

Rendy melipat bibir maklum. Dia sangat beruntung karena tidak dibunuh oleh Kiki atas apa yang dilakukannya, justru merasa aneh. Seharusnya Kiki bisa lebih marah dari ini mengingat bagaimana Kiki membenci kaum gay.

RUN TO YOU [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang