Jealousy

3.4K 404 40
                                    

Ada keributan yang memancing hampir sebagian warga sekolah.

Pelakunya ... Kiki.

Julian menghela napas, berusaha menahan dirinya untuk tidak panik. Ponsel sudah ada di dekat telinga dan menyambung panggilan telepon.

Nama yang terlintas di kepalanya adalah Hazel. Dia cukup apatis, jadi rasanya tidak mungkin menghubungi teman lain yang namanya ada dalam kontak atau minta tolong pada teman yang ada di dekatnya untuk mencari Kiki. Dia nggak mau repot. Meskipun semangat dirinya untuk mendapatkan teman itu selalu menggebu—Julian tetap Julian.

Sebenarnya gampang kalau ada Rendy, tapi masalahnya cowok jangkung itu absen tanpa keterangan. Julian yakin ini salah satu alasan kenapa Kiki kehilangan kontrol.

Oh, please. Mana yang lebih jengkelin dari Kiki dalam mode rage dan keabsenan pawangnya?

“Pokoknya buruan ke sini dulu. Gawat.” Julian berkata cepat-cepat. Pasti kalau bilang begitu, Hazel akan langsung meluncur.

Area mading sekolah sudah seperti supermarket menjelang takbiran. Semuanya campur aduk; warga siswa yang penasaran berkumpul. Bel pulang berbunyi kurang dari dua menit waktu Kiki berlari kesetanan ke mading karena ada yang bilang fotonya dipajang manis di sana.

Julian tahu seberapa marahnya Kiki. Papan mading yang dilindungi kaca habis dibantai sudah. Foto-foto ambigunya bersama Rendy sudah sobek bertebaran di lantai.

Ini sih gila. Julian langsung memunguti foto-foto itu dan kabur dari sekolah secepat kilat keluar gerbang. Besok sekolah pasti heboh.

“Nay!” Julian mendengar nama kesayangannya dipanggil, dan dia melihat Hazel berlari ke arahnya. “Ada apaan sih?”

Julian melihat sekeliling sebelum menjawab, “Ini masalah gawat.”

Hazel mengernyit, memegang tangan Julian yang dingin dan agak gemetar. Dilihat dari manapun Julian tak kurang suatu apapun, kecuali sikap tenangnya. “Gue buru-buru ke sini karena gue pikir lo kenapa-napa.”

“Kita cari Kiki dulu,” sanggah Julian.

“Kiki?”

Bukannya Hazel keberatan sama ide untuk mencari Kiki. Di sini yang terjadi adalah dia nggak tau apa-apa, dan Julian juga terlihat belum mau untuk cerita. Ada pecahan kaca sih di mading, juga anak-anak yang kumpul di koridor kaya lebah. Tapi memangnya semua ini berhubungan?

“Kiki ngamuk. Dia bisa bunuh orang,” kata Julian dengan hiperbolis.

“Iya, iya. Oke.”

Hazel cukup hafal bagaimana perangai Kiki, tapi tak begitu yakin kalau bocah kelebihan bibir itu bakal bunuh orang hanya karena hal sepele. Hazel juga tidak tahu apa masalahnya sih. Lagian dimana Rendy?

Apa ini juga ada hubungannya sama Rendy?

Crap!

Duo pasangan denial itu selalu bikin repot.

“Di mana Ren?” tanya Hazel, menggandeng Julian masuk ke dalam untuk mengambil motor. “Dia lagi nih dalangnya?”

“Gak masuk,” cicit Julian.

Mereka melewati koridor yang yang masih ramai murid, celakanya ada beberapa guru di sana. Julian otomatis ngumpet di belakang Hazel. Dan karena itulah Hazel mempercepat langkah mereka.

“Kenapa lo yang takut? Lo yang mecahin kaca?”

“Kiki.”

Hazel mendesah. “Udah gue duga. Ada apaan sih?”

RUN TO YOU [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang