Mia mengetukan jarinya di meja di tambah tangan mungil yang satunya ia pakai untuk menopang dagu menatap cowo yang sedang kelelahan disana.
"Udah seratus, nih!" sahut cowok yang berada di lantai dengan nafas yang tak beraturan.
"Ga! Dua puluh kali lagi!" sarkas Mia cepat.
Cowok itu mendecak. "Lu gila? Capek kali! Ga liat ni keringet udah banyak gini?!" gertaknya melirik Mia tajam.
Mia menghela nafas kasar dan menatap malas pada lelaki ini.
"Lo tuh cowok bukan, si?" ejek Mia yang kembali duduk degan tegap menatap jengah cowok itu.
Cowok itu menghela nafas panjang kesal melihat cewek ini yang tidak ada rasa kasihan terhadapnya.
"Laki lah gua! Oke dua puluh kali!" ucapnya yang langsung push up kembali namun tidak sesemangat tadi.
Mia hanya cekikikan mendengar cowok yang hampir mengerjainya menyerah.
Guanlin.
Cowok itu ketahuan ingin menyembunyikan tas ransel Mia yang tergeletak di atas mejanya pagi tadi. Awalnya Guanlin ingin merencanakan ini, tetapi gagal total karena sang pemilik tas tersebut sudah ada di ambang pintu kelasnya padahal Guanlin jelas melihat sang pemilik tas keluar dan berpikir tidak akan segera kembali ke kelas sebelum bel pertanda masuk bunyi.
"Lu apaan si! Kenapa nyuruh Guanlin push up?" pekik cewek yang baru masuk kelas itu melihat dimana temannya yang sedang berolahraga pagi menurut Mia.
"Kenapa? Itu hukuman yang bagus buat anak yang jail kayak dia." sahut Mia yang masih setia melihat ke arah Guanlin yang sedang push up sambil menghitung sudah berapa kali ia melakukannya.
Rose. Nampaknya cewek tersebut sangat jengkel karena teman se gerombolannya ini terlihat payah di depan cewek yang ia tak sukai.
"Udah stop, Guan!" perintah Rose yang di abaikan oleh sang empu.
"19 ... 20 .... haaah".
Guanlin ambruk setelah selesai dengan hukuman yang Mia berikan padanya.
Ia terbaring sempurna dengan baju seragam yang sangat basah oleh keringatnya. Nafas yang terengah engah oleh aktivitasnya tersebut membuat seluruh badannya lemas.Sedangkan Mia, cewek itu nampak panik sesekali perasaan bersalah muncul dalam benaknya. Ia memberi hukuman karena ia ingin Guanlin sadar akan ulahnya tetapi dengan hukuman yang harus Guanlin lakukan itu menurutnya terlalu berlebihan. Jadi ia menghampirinya saat Guanlin menutup matanya rapat - rapat, lalu cewek tersebut bertanya pada Guanlin apakah ia baik - baik saja? Karena ulahnya Guanlin sampai tak sadarkan diri.
"Guanlin, lo ga pa-pa?" tanya Mia dengan nada khawatir.
Rose mendorong bahu Mia dengan kasarnya punggung cewek itu membentur mejanya sendiri sehingga terdapat suara decitan meja dengan lantai berwarna putih tersebut bergesekan.
"Tuh, kan! Awas aja ya kalo sampe Guanlin kenapa-napa gua bakal tuntut lu!" ancam Rose bertubi tubi.
Mia mencolos. Dia menyesal telah mengerjai Guanlin hingga cowok tersebut pingsan. Hidungnya berubah menjadi warna merah, matanya berair menandakan ia menahan tangisannya. Sungguh gadis itu sangat menyesal.
"Maaf, gue ga bermaksud." lirih Mia saat beberapa siswa menggotong tubuh tinggi Guanlin menuju ruang Unit Kesehatan Sekolah.
"Ini semua bukan salah kamu." ucap siswa yang kini menghampiri mia.
"Jika saja .... Guanlin, tidak jahil, pasti kamu tidak akan memberi dia hukuman." sambungnya yang sudah tepat berada di hadapan gadis ini.
Lelaki dengan postur tubuh tegap namun sering menunduk, baju seragam yang di masukan dan rambut yang di tata rapi jangan lupakan kacamata yang selalu bertenggar di hidungnya yang mancung.
"Ini salah gue. Harusnya gue ga nyuruh dia lagi pas udah push up yang ke seratus." Mia merasa bersalah, dia tak enak hati.
"Gue salah dengan nambahin angka ... gue pikir dia bakal berontak dan ga lanjut. Tapi ternyata? Dia nurut aja apa kata gue." sambungnya mulai terisak.
Hyunjin ragu. Dia ingin sekali menenangkan gadis di hadapannya ini dengan caranya. Tetapi ia bungkam. Dia sama sekali tidak bergeming. Yang ia bisa lakukan hanya berdoa pada sang kuasa semoga keadaan Guanlin baik - baik saja.
"Gue harus ke UKS! Gue harus tanggung jawab!" tutur Mia langsung berdiri lalu melenggang pergi meninggalkan Hyunjin yang menatapnya nanar.
Terdapat Rose yang sedang menunggu Guanlin yang masih terbaring di bangsal UKS.
"Ngapain lu kesini!" ucap Rose tak suka.
Mia menunduk, dia tidak menatap ke arah Rose yang sedang menggebu amarah. Mia masih merasa bersalah, dia ingin meminta maaf pada Guanlin karena sudah keterlaluan.
"Gue minta maaf." ujar Mia yang masih menunduk.
Rose tersenyum sinis. "Puas kan!"
Mia mendongak. "Rose, maaf. Gue ga bermaksud." lirih cewek ini yang kini menatap manik Rose.
Rose berkacak pinggang. Dia memilih untuk menghindar dari tatapan Mia, enggan membalas perkataan cewek yang sudah membuat temannya pingsan hingga saat ini.
"Rose mending lu ke luar. Biar .... Mia, yang disini." lerai Guanlin yang masih menutup matanya rapat.
Sebenarnya Guanlin tidak pingsan. Dia hanya merasa seluruh tubuhnya lemas dan tidak bisa duduk apalagi berdiri jadi tadi ia merilex kan tubuhnya sejenak dan dia tidak tau jika ada yang menggotong tubuhnya oleh teman sekelasnya menuju UKS.
Rose yang ada di sampingnya tertegun atas ucapan temannya tersebut. Ia membelalakan matanya tak percaya.
"Biar gua aja yang disini ngapain harus dia? Cewek yang udah buat lu pingsan." sarkas Rose yang duduk di samping Guanlin.
"Gua maunya dia." keukeh Guanlin menunjuk Mia dengan jari telunjuknya kini manik mata itu menatap perempuan yang sedang berdiri tak jauh darinya.
Amarah Rose semakin menggebu, di lubuk hatinya ia ingin sekali mencakar wajah perempuan yang sudah membuat Guanlin seperti itu.
"Oke. Karena ini mau lu!" final Rose dengan berat hati ia langsung pergi meninggalkan dua sosok manusia tersebut.
Mia berjalan, mendekat ke arah Guanlin yang masih setia berbaring.
"Guanlin, gue minta maaf." helaan nafas yang berat membuat cewek ini tertunduk kembali. "Gue udah keterlaluan banget sama lo. Gue minta maaf".
Sebelah bibir Guanlin terangkat, dia tersenyum miring.
"Ga pa-pa." balas Guanlin seperti gumaman.
"Tapi gue---"
"Mia. Gua cuma mau lu disini." potong Guanlin yang meraih tangan mungil Mia menggenggamnya seakan tak ingin kehilangan.
'Modus atau apa nih dia?' batin Mia melebarkan sedikit matanya.
Kaget pasti, tetapi cewek itu lebih baik diam daripada nantinya serba salah.
....
Changbin menghentikan motornya di sebuah kedai, dia melepas helm full facenya saat ada temannya yang menghampiri sambil membawa bola bliter.
"Lapangan!" ujar sang teman.
Changbin mengalihkan pandangannya menatap cowok yang berada paling belakang di antara temannya.
"Lu bawa tuh anak? Mau bikin tim gua kalah!" desak Changbin.
Teman itupun menoleh ke arah temannya yang sedang menunduk sejenak sebelum ia mengarah lagi menatap Changbin.
"Ck... Kemaren dia ga enak badan makanya kurang strategi yang berujung kalah." decak temannya.
"Oke. Hari ini gua gabisa latihan. Besok ngumpul di lapangan biasa!" seru Changbin yang langsung memakai helm nya lekas pergi tanpa pamit.
"Liat aja! Apa yang akan terjadi pas pertandingan nanti".
Wajah putih pucat itu kini melihat kepergian Changbin dengan seringai yang tidak bisa di artikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother «Changbin Stray Kids» TAHAP REVISI
FanfictionMenceritakan tentang kisah kakak-beradik. Adnan Changbin Fahad Ghazala adalah Kakak cowok bersikap cuek, dingin yang membenci adik kandungnya karena peristiwa kelam di masa lalu. Bukan hanya membenci, bahkan cowok ini tidak pernah mengakui adiknya t...