Setelah panen biasanya para petani GADU sawahnya, agar bisa bisa panen dua kali. Tidak semua masyarakat bisa GADU, ada yang menunggu kering sawahnya untuk ditanami jagung. Ada yang sebagian masyarakat memprediksi bahwa hujan kali ini cukup mengairi sawah-sawahnya untuk tiga bulan kedepan. Masyarakat Desa Gedangdowo pertaniannya tergantung pada hujan tanpa ada bendungan yang memadai. Sebab bendungan yang di bangun oleh pemerintah telah rusak dan merembas airnya ketika musim kemarau.
Tiba-tiba hujan turun lebat dengan suara petir menyambar-menyambar. Semua yang berada di sawah segera bergegas pulang. Sedangkan Karto masih saja mencangkul dengan tenang tanpa takut tersambar petir. Ia merasa senang hujan membasahi tubuhnya. Tiba-tiba petir menyambar Karto, seketika lelaki setengah baya itu roboh jatuh di lumpur sawah. Dari kejahuan orang-orang mendekati jenazah Karto, hujan tiba-tiba reda. Dari dulu belum pernah terjadi seperti ini. Dengan diiringi rasa duka keluarga dan masyarakat karto segera kuburkan.
Semenjak kejadian Karto disambar petir, masyarakat desa Gedangdowo merasa cemas jika hal-hal tidak diinginkan terjadi lagi.
Selang beberapa hari terdengar kabar mbah Purbo, mbah Nardi dan mbah Dirjo meninggal bersamaan karena faktor tua. Akhirnya masyarakat membagi tiga kelompok untuk mengurusi dan menguburkannya.
Dengan kejadian itu, banyak masyarakat yang berpikir mereka meninggal karena sudah takdir. Ada juga yang berpikir ini semua gara-gara Gasdeso gagal dilaksanakan. Meskipun begitu masyrakat ada yang percaya dan ada juga yang tidak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GASDESO
General FictionSemenjak adanya pemilihan lurah antara pak Daud dan pak Tikno, keadaan desa Gedangdowo sangat mencekam. Masyarakatnya saling curiga, bermusuhan dan berbeda pendapat. Meskipun pemilihan lurah dimenangkan oleh Pak Daud, tapi keadaan masih belum aman d...