GASDESO

Bab 10

Semua warga merasa sedih, banyak sumur-sumur milik masyrakat kering kerontang. Terpaksa mereka mengantri sebuah sendang berpohon besar yang menyokong air untuk kehidupan mereka. Tahun ini memang kemarau teramat panjang. Biasanya masyatakat Desa Gedangdowo tidak pernah terjadi kekeringan seperti ini.

"Sudah saya bilang, kejadian ini karena kemarin gasdeso tidak diadakan."

"Mana mungkin. Ini faktor alam, nggak ada hubungan dengan gasdeso."ucap tirto. Tirto memang orang pendatang dan merupakan ustad di desa gedangdowo, merupakam suami dari bidan kartika.

"Ya tentulah. Sampeyan orang pendatang dan tidak tahu tentang desa ini secara keseluruhan. Apalagi tidak percaya dengan adat nenek moyang kita."kata Badrun menjelas. Tirto pun terdiam tidak melanjutkan bicaranya lagi kepda badrun, takut terjadi kesalahpahaman

Siang itu banyak yang mengantri ambil air di sendang di tengah sawah milik keluarga Pak Mardji. Mereka bersabar menunggu antrian. Semua penduduk tidak sabar untuk menghabiskan satu tahun ini. Mereka tersiksa dengan keaadaan yang semakin hari semakin memperhatikan. Semua masyrakat sepakat untuk mengadakan gasdeso, takut berakibat bencana berkepanjangan.

Tak beberapa waktu, ada hembusan angin yang menghempaskan daun-daun jati kering. Angin lesus itu menuju arah rumah penduduk, jerami yang menumpuk di depan rumah langsung bertemaran ke angkasa. Genteng rumah-rumah masyarak berserak dan jatuh ke tanah, meskipun begitu lesus tidak merobohkan rumah-rumah. Dan tidak ada korban berjatuhan, hanya mereka merasa kuatir angin lesus akan memporak poranda tempat tinggal mereka nantinya.

Semua masyarakat desa Gedangdowo ingin segera mengakgiri semua bencana ini dengan mengadakan gasdesa. Dan mereka tidak tahu lagi entah apa yang terjadi lagi.