Pagi tak hanya sejuk tapi juga dingin disekitaran perkebunan teh pastinya, pagi juga tak hanya tentang terbitnya matahari, tapi tentang hari yang terus berganti.Sebelum memulai pekerjaannya Kasih terlebih dulu menyiapkan sarapan untuknya juga sang Paman, meski hanya secangkir teh dan pisang goreng.
Sejak memutuskan bekerja Kasih memang tinggal bersama Pamannya, karna tak mungkin pulang pergi dari rumahnya.
Walau merasa cukup berat meninggalkan ibunya sendiri dirumah, tapi mau bagaimana dirinya juga ingin mencari pengalaman atau bahkan mempunyai penghasilan sendiri.
"Kasih, sudah 3 hari apa kamu sudah mulai terbiasa ditempat ini?" tanya sang Paman sembari menyeruput teh hangatnya.
"Ya lumayan Paman" balas Kasih.
Jujur dirinya masih bingung, karna jika bilang terbiasa tentu belum, jauh dari ibu untuk pertama kalinya dirasa Kasih cukup berat, itu yang terkadang menjadi fikirannya, tapi tak dipungkiri juga jika ada yang membuatnya bagai berlebih semangat.
"Kamu menyukai pekerjaannya atau tidak?" lagi tanya sang Paman.
"Suka si, tapi terkadang kalau kebagian yang lebih atas jalannya lebih jauh paman" balas Kasih sedikit tersenyum.
Pamannyapun ikut tersenyum mendengar jawaban Kasih, paham akan yang dirasakan keponakannya itu.
Tentu saja, meski dirinya sering berjalan disekitar rumahnya tapi berbeda saat dikebun teh yang jalannya cukup menanjak, ditambah kranjang teh yang berada dipunggungnya membuat Kasih merasakan pegal terkadang.
Walau dirinya tak mau mengeluhkan itu, karna setiap pekerjaan pasti akan ada keluh kesah dan senangnya masing-masing.
"Nanti lama-lama akan terbiasa" balas Pamannya.
"Iya Paman" balas Kasih.
Setelah teh yang ditemani dengan beberapa potong pisang goreng habis, kini keduanya langsung keluar menuju perkebunan, udara masih sangat sejuk, matahari sedikit lagi mulai akan nampak.
Waktu menunjukan sekitar pukul 6 kini, sudah tampak banyak pekerja yang berdatangan, karna memang waktu pemetikan teh pertama dipagi hari dimulai sekitar jam itu.
"Pak Mardi" panggil seseorang.
Membuat orang itu langsung berbalik kebelakang beserta keponakannya, Pak Mardi cukup terkejut tak beda jauh dengan keponakannya, meski sudah bisa ditebak terkejutnya mengadung arti berbeda.
"Non Suri" balasnya menyapa dengan sopan.
Sedang Kasih hanya mengangguk dengan senyum tipisnya, menatap sejenak gadis dewasa yang tampak keren dimatanya lalu dipalingkannya tak kuat berlama.
Memang Suri seseorang yang menyapanya itu, saat ini sedang berdiri didepan keduanya dengan raut sok datarnya.
"Saya akan ikut memetik teh" beritau Suri.
Menatap sesaat pada laki-laki 50 tahunan itu dengan tegas, lalu berpindah pada gadis disebelahnya yang ditatapnya lebih lama.
"Apa Bapak tau?" tanya Pak Mardi.
"Tak perlu" balas Suri.
"Tapi Non, takutnya Bapak akan marah jika tau Non Suri ikut memetik teh" balas pak Mardi.
Sesaat Suri menatap pak Mardi dengan aneh, Kasih yang sedari tadi hanya mendengar merasa tak enak karna tatapan Suri yang terus-terusan membuatnya menjadi gugup.
"Jangan persoalkan itu, sekarang tunjukan dimana bagian orang-orang dalam pengawasan bapak" balas Suri.
Lalu melangkah mendahului kedua orang itu, kemudian Pak Mardi yang mau tak maupun menunjukan apa yang Suri perintahkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/197184886-288-k723373.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Di Batas Kemarau (GxG)
Storie d'amorejika hadirnya pelangi mampu mewarnai hari, maka hadirmu bak hujan yang menyirami gersang dihati ini.