Kasih seperti masih terbuai dengan lamunannya dipagi ini, setelah selesai dengan semua kerjaan rumah seperti biasanya, semalam yang Pamannya tuturkan jelas begitu mengusik fikirannya."Ayo cepat dimakan setelahnya kita langsung berangkat" perintah Pamannya memutus lamunan Kasih.
"I..iya Paman" balasnya.
Keduanya menikmati sarapan seadanya asal bisa mengisi perut yang terpenting, setelah selesai langsung menuju Kebun seperti biasa.
Ponsel Pak Mardi berdering saat sudah hampir sampai, kali ini dirinya menyuruh Kasih untuk duluan saja, sedikit cemas saat tau siapa yang pagi-pagi menghubunginya, hanya mengiyakan keinginan orang itu dengan terpaksa setelah itu panggilan diputus begitu saja oleh seseorang diseberang sana.
Pak Mardi tampak sendu memandanggi Kasih yang sudah lumayan jauh didepannya, kemudian melangkah cepat menyusul.
"Kasih?" panggil sang Paman meraih tangan keponakannya itu.
Antara ragu juga tak tega akan apa yang harus diucapkannya, tapi mau tak mau dirinya tak bisa menolak perintah.
"Ada apa Paman?" balas Kasih.
"Kita balik saja, hari ini tak jadi bekerja, Paman akan antar kamu pulang kerumah" ucap sang Paman meski berat.
Gadis itu menatap tak faham mencerna tiap kata yang terdengar.
"Maksud Paman?" tanyanya.
"Nanti Paman janji akan carikan kerjaan lain buatmu, tapi sekarang sepertinya pemilik Kebun ini tak membutuhkan tenagamu lagi" balas Pamannya.
Sebisa mungkin menyusun kata yang dirasa pas agar tak sampai melukai hati keponakannya itu.
Terkejut pasti reaksi Kasih, antara kurang faham tapi nyatanya mengerti jika dirinya sama dengan dikeluarkan begitu saja dari pekerjaannya, meski itu hak pemilik Kebun yang bebas melakukannya, tapi tetap saja Kasih berfikir apa salahnya sampai dipecat?
Tak ada bantahan atau pertanyaan apapun dari mulut Kasih, meski tak tau apa penyebabnya apa salah dirinya, jawaban dari sang Paman mau tak mau harus dipahami agar sadar diri.
Nasib seorang pekerja biasa mungkin memang kapan saja bisa seperti Kasih, sehingga dirinya hanya bisa pasrah menerima.
**********
Meski tak ditunjukan tapi sejujurnya didalam hati Suri ada rasa tak tenang, sengaja seharian hanya berada dikamarnya tanpa mau diganggu siapapun, bahkan saat Juna datang dirinya sama sekali tak peduli meski berkali-kali mengetuki pintu kamarnya.
Tak hanya Juna, karna gadis bernama Syabila juga kini tengah berusaha meminta dibukakan pintu kamarnya oleh Suri.
Jika Juna gagal tapi tidak dengan Syabil yang renggekannnya lebih mengganggu dikuping Suri, sehingga mau tak mau membuka juga pintu kamarnya dengan malas.
Gadis itu langsung berhambur memeluk Suri sesaat setelah pintu terbuka, tanpa peduli Suri hampir terjatuh jika saja tak sigap menyeimbangkan tubuhnya.
"Gak bisa pelan-pelan apa?" protes Suri.
Syabil masih erat memeluknya sambil menggelengkan kepalanya manja, Suri menghelai nafas sedikit kasar akan tingkah gadis itu.
"Kakak sekarang sering ngilang, aku kesel" giliran Syabil yang terdengar protes.
"Mana bisa ngilang" balas Suri.
"Nyatanya, kemarin kemana? Sama siapa? Ponsel gak bisa dihubungi" balas Syabil melepas pelukannya.
"Kepo aja, itukan hakku mau kemana" balas Suri melangkah duduk disofa dalam kamarnya.
Syabila mengikuti lalu coba duduk dipangkuan Suri, tapi tangannya mendorong pelan tubuh Syabil agar duduk disampingnya saja, sifat manja gadis itu tak berubah malah makin menjadi jika diperhatikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Di Batas Kemarau (GxG)
Romancejika hadirnya pelangi mampu mewarnai hari, maka hadirmu bak hujan yang menyirami gersang dihati ini.