(5)Keadilan

499 146 230
                                    

***

Tak ada yang mau diperlakukan tidak adil di dunia ini.

***


Gadis itu berlarian di koridor rumah sakit. Setelah mendapat telepon dari adiknya yang mengabarkan bahwa bunda masuk rumah sakit, ia buru-buru datang ke sini di antar oleh Bintang.

Turun dari boncengan Bintang, ia langsung berlari masuk. Tak peduli cowok itu langsung pulang atau mengikutinya dari belakang. Yang ia pikirkan ialah kondisi bundanya.

Tadi pagi bundanya baik-baik saja. Menyiapkan sarapan untuk keluarga, kemudian berangkat bekerja. Kenapa mendadak masuk rumah sakit begini. Dia jadi was-was sendiri. Takut terjadi apa-apa dengan bundanya.

Sampai depan pintu ruangan bundanya dirawat, ia menghentikan langkah. Entah kenapa rasa takut muncul di dirinya. Menarik nafas, ia mencoba untuk menguatkan hatinya.

Ragu.

Perlahan ia menggerakan kakinya melangkah. Belum sempat tangannya memegang knop pintu, pintu terbuka dari dalam. Airin tercekat.

Seorang laki-laki paruh baya keluar. Laki-laki itu tercengang melihat gadis ini di depan pintu.

"Ayah ...," gumam Airin lirih memandang kaget laki-laki yang memakai jas putih kebanggaannya. Laki-laki itu  menutup pintu. Kemudian berdiri berhadapan dengan Airin.

"Mau ngapain kamu kesini?"  tanya pria itu tajam. Jelas sekali raut wajahnya menunjukan ketidaksukaannya pada gadis di depannya. Gadis yang namanya terlulis di Kartu Keluarga sebagai putrinya.

"Airin mau ket—"

"Pulang!" potong sang ayah.

"Jangan datengin Bunda! Kamu tahu gara-gara siapa Bunda masuk rumah sakit?! Itu semua gara-gara kamu! Penyakit darah tingginya kumat lagi gara-gara kelakuan kamu!!" kata sang ayah dengan amarahnya.

Airin menunduk. Jadi ini salah dirinya. Gara-gara dirinya, bunda masuk rumah sakit. Bunda ternyata selalu memikirkan kenakalannya sampai-sampai penyakitnya kambuh lagi.

Tapi ia juga punya alasan tersendiri. Kenapa dirinya selalu yang disalahkan. Kenapa tak ada yang mencoba bertanya apa yang diinginkan. Kenapa tidak ada yang mau mengerti dirinya.

Kenapa?

"Sana pergi!" usir sang ayah.

Gadis itu mendongak, menatap ayahnya. Matanya mulai berkaca-kaca. "Airin mau ketemu bunda, Yah ...." pintanya dengan suara memelas.

"Kamu tuh harusnya sadar diri. Kamu bukan—"

"Airin tahu! Airin tahu!" kedua tangan Airin mengepal mencoba menguatkan diri. 

"AIRIN TAHU AIRIN BUKAN ANAK AYAH!"

"AIRIN TAHU AIRIN BUKAN DARAH DAGING AYAH!"

"AIRIN TAHU ITU, YAH ...."

Tangis Airin pecah. Dadanya sesak ketika mengatakan itu semua. "Selamanya Airin gak bakalan lupa ...," lirihnya dengan suara parau.

Airin terisak. Matanya tak kuat lagi menahan air mata yang tadi membendung. "Tapi Airin anak Bunda. Airin mau ketemu sama Bunda. Cuma bunda satu-satunya orang yang peduli sama Airin. AYAH GAK PERNAH PEDULI SAMA AIRIN. AYAH CUMA SAYANG SAMA ABID. AYAH GAK SAYANG SAMA AIRIN!"

BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang