***
Karena beberapa orang terkadang tak ingin ditanya 'kenapa?' saat sedang terluka.
***
Karena pagar rumah Airin terbuka, motor Leon masuk ke halaman. Leon menghentikan motornya. Setelah mematikan mesin, dibantunya Airin turun dari boncengan.
"Langsung pulang? Beneran nggak mampir dulu? Bentaran aja gitu?"
Leon mengangguk.
"Ya udah, tapi nanti kapan-kapan mampir lho!?" ucap Airin tapi sedetik kemudian tersadar, "eh kayaknya dari dulu kapan-kapan mulu deh. Terus kapan-kapannya itu kapan?"
Kalimat Airin itu membuat Leon tak jadi menghidupkan mesin motor. Dibalik helmnya, Leon tersenyum kecil dengan pertanyaan yang terlontar dari Airin tadi. Leon berubah pikiran, ia memutuskan untuk turun dari motor setelah melepas helm yang ditaruhnya di tangki motor.
Airin mengerjap-ngerjapkan mata dengan alis terangkat mendapati Leon yang berdiri di depannya. "Gimana? Berubah pikiran? Mau mampir dulu?" tanyanya.
Leon hanya diam dan melipat kedua tangannya di depan dada, bibirnya mendesis menanggapi sikap cerewet Airin. Sosok ceria inilah yang membuat Leon merasa terhibur. Leon menatap Airin dengan sorot dalam. Seakan ada sesuatu yang ingin dikatakannya pada gadis itu.
"Kenapa?" tanya Airin heran.
"Ya udah yuk masuk," ajak Airin akhirnya, karena cowok di depannya ini sedari tadi tak membuka suara dan Airin tahu Leon pasti tak akan menjawab pertanyaannya-mengingat sikap dingin cowok itu. Airin bergegas berbalik. Namun, sebuah tangan tiba-tiba saja meraihnya. Tubuhnya tertarik begitu saja. Tidak tersedia cukup waktu baginya untuk menyadari apa yang tengah terjadi.
Leon mengulurkan kedua tangan, meraih tubuh mungil Airin yang limbung lalu memeluknya. Membawa Airin kedekapannya.
Airin tersentak kaget. Ketika sedetik kemudian kesadarannya kembali, Airin mendapati dirinya terkurung dalam dekapan Leon.
Beberapa saat hanya hening. Kedekatan mereka membuat Airin menyadari bahwa sesuatu hal pasti terjadi pada cowok ini. Sesuatu yang membuat orang ini merasa membutuhkan orang yang mengertinya. "Yon ...?" panggil Airin dengan suara lirih. Penuh kehati-hatian. Seakan takut jika dia bertanya itu akan menyentil emosi Leon.
"Hm," sahut Leon sama lirihnya, setelah beberapa saat terdiam.
Kenapa?, ingin sekali Airin melontarkan pertanyaan itu. Tapi Airin tahu, Leon tidaklah suka jika diajukan pertanyaan itu. Ini bukanlah waktu yang tepat untuk bertanya 'kenapa?'. Karena beberapa orang terkadang tak ingin ditanya 'kenapa?' saat sedang terluka. Mereka tidak ingin menjawab atau menceritakan sebab lukanya. Mereka hanya ingin dimengeri bahwa mereka sedang tidak baik-baik saja.
"Terima kasih," bisik Leon kemudian.
"Gue gak ngerti ...." Airin menyatukan alis bingung. Tak mengerti maksud Leon yang berterima kasih kepadanya. Malah ia yang seharusnya berterima kasih pada Leon karena sudah mengantarnya sampai rumah.
"Gak papa," jawab Leon seadanya. Sesungguhnya banyak sekali yang ingin ia sampaikan pada Airin. Tapi dia bingung harus mengatakannya bagaimana. Leon tak pandai merangkai kata untuk ia ucapkan, makanya ia seringkali diam ketika ditanya. Diam merupakan jawaban bagi Leon. Airin itu benar-benar membantu hidupnya. Selalu ada untuknya. Airin, sosok cewek yang ia temui ketika kesepian dan membutuhkan seseorang. Tempatnya mengadu, bercerita, dan berbagi keluh kesah. Karena hanya cewek itu yang dapat mengertinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang
Teen Fiction"Kalau ada apa-apa bilang. Jangan cuma diam. Biar orang yang sayang sama lo tahu apa yang harus dia lakukan." Airin termangu dengan perkataan Bintang tadi. Airin sangatlah tahu arti di baliknya. Airin berbalik menatap ke manik mata cowok itu tepat. ...