Rahasia Revan

9 2 1
                                    

Hari ini aku datang ke sekolah dengan Adan. Setelah melewati malam Minggu yang mengasyikkan dengan menyiksa adik dan juga abangku.

Hahahaha....
Setelah ada banyak perdebatan , akhirnya bang Raga dan Diki ikut ke rumah kak Hana dan bayangkan bagaimana mereka disana.

Sungguh lucu sekali, kami nonton film horror mereka nangis, nonton comedy juga nangis, sampai-sampai kak Hana terheran-heran dan aku memilih bungkam. Bang Raga dan Diki pun hanya bisa menggaruk tengkuk mereka menahan malu pada kak Hana.

Saat sedang asyik dengan bayangan kejadian malam Minggu itu, aku melihat Aya sedang duduk di bangkunya. Namun,bukan itu yang membuatku penasaran. Rino yang duduk di samping Ayalah yang membuatku mengernyitkan dahi.

Kupercepat langkah kakiku. Saat aku ada di depan pintu dan Rino menyadari kehadiran ku , dia segera berdiri meninggalkan Aya.

Rino melewatiku dengan ekspresi menahan kesal. Baru pertama itu aku melihat Rino seperti itu. Setelah Rino menghilang dari pandanganku, aku melihat Aya yang wajahnya menegang.

"Ay, kamu kenapa?" Tanyaku.
"Rino ngomong apa sama kamu?" Ucapku sembari memegang lengannya.

Seakan tersadar, Aya melirikku.
"Kenapa Ni?" Tanyanya sedikit linglung. Aku mengulang kembali pertanyaanku.

Aya hanya menggelengkan kepalanya. "Aku ga bisa bilang apa-apa, maaf Ni"
Ucap Aya merasa bersalah.

"Kenapa minta maaf, kalau emang ga bisa bilang kesiapa-siapa ya udah gapapa Ay"ucapku yang sedikit aneh Aya meminta maaf seperti itu.

"Aku minta maaf sama kamu karena hal ini ada hubungannya sama kamu tapi aku ga bisa kasih tahu kamu, maafin aku tapi bukan ranah aku untuk ngasih tahu kamu" ucap Aya memandangku.

"Santai aja,kalau emang aku harus tahu dan itu bukan dari kamu ya udah"ucapku.

"Ni, aku punya kabar tentang aku" ucap Ay yang mulai beralih topik.

"Kabar apaan?" Tanyaku kepo. "Aku udah nikah Ni"ucap Aya.

"Hah?Nikah? Kapan? Bukannya masih bulan depan? Kok ga bilang ke aku sama Karin?"ucapku sedikit kecewa, karena Aya tidak mau melibatkan aku dan Karin dalam satu momen langka dalam hidupnya.

"Aku ga bilang karena acaranya ada di luar kota ga mungkin buat aku ajak kalian apalagi...."

Aya terdiam...aku melihat dia yang tidak melanjutkan perkataannya. Saat itu Karin datang.

"Kalian ngobrolin apa?"tanyanya. Hanya kami bertiga yang ada di kelas. Maklum saja, pagi begini memang para siswa hanya akan menaruh bawaan mereka kemudian pergi mengelana entah kemana di sekitar sekolah ini. Biasanya aku, Karin dan Aya juga akan mengelana ke taman belakang sekolah.

"Aya udah nikah" ucapku. "Apa? Kapan? Bukannya bulan depan? Kok ga ngasih tahu aku?" Ucap Karin.

"Ya bukan cuma kamu aja, aku juga ga dikasih tahu" ucapku.

"Maaf, cuman itu dimajuin mendadak dan ya gitu..." Ucap Aya dan baru kali itu, aku tidak akan melupakan hari itu, hari dimana aku melihat Aya menangis.

"Aku harus gimana sekarang? Mamaku..."Dia mulai tersedu.

"Kalian tahu? Mamaku...Mamaku ternyata mengidap...Kan..Kanker" jelasnya terbata.

Aku dan Karin syok mendengar berita itu. Dengan segera aku dan Karin memeluk Aya. Setelah Aya sedikit tenang, kami mengurai pelukan itu. Dan Aya menceritakan semua kejadian pada kami.

"Sebenarnya aku mau nikah itu bulan depan, tapi ternyata kanker Mama menyebar sangat cepat dan harus segera ditangani, tapi mama ga mau ninggalin aku sendirian jadi pernikahan itu dipercepat" ucap Aya.

"Ya ampun Ay..." Ucapku.

"Tapi ga apa-apa. Aku yakin mama pasti sembuh, dan dengan pernikahanku ini kuharap aku bisa membuat mama bahagia" ucap Aya.

"Aku juga yakin Tante Kofi pasti sembuh" ucap Karin. "Jadi sekarang Tante Kofi dimana?" Tanya Karin.

"Di luar negeri menjalani perawatan" ucap Aya.

"Lalu kau tinggal dengan..."ucapku terputus.

Aya mengangguk," iya aku tinggal berdua dengan kak Figo" ucap Aya.

"Bagaimana dia?"tanya Karin.

"Entahlah, sepertinya dia tidak peduli padaku. Sejak awal dia tidak pernah mau berbincang denganku apalagi jika kami hanya berdua saja"Jelas Aya.

"Ay...."ucapku.

Aya menggeleng,"ga papa Ni,Rin, ini pasti udah takdirku, sejak aku mengucapkan janji suci itu aku sudah meninggalkan diriku yang dulu entah dimana"jelas Aya.

Aya memang lah orang yang paling ceria dan ramai diantara kita bertiga, tapi sejak saat itu dia menjadi orang paling bijak diantara kita.

Hari itu berakhir seperti mimpi, belum pernah terbayang dalam kepalaku kalau Aya sahabatku akan menikah secepat ini. Mimpi kami untuk bersama sampai universitas seperti ada yang menghalangi. Terlebih, Aya yang sudah menyerah pada mimpinya menjadi seorang designer ternama.

Sore itu, aku dan Karin melihat Aya dijemput Kak Figo dan memang tergambar jelas seperti yang Aya katakan kalau kak Figo sungguh cuek namun dia cukup menawan untuk ukuran orang dewasa. Perbedaan umur antara Kak Figo dan Aya terpaut 7 tahun.

Hari itu, bukan hanya tentang Aya yang membuatku tak bisa lupa. Namun, di sudut taman belakang, aku melihat Revan...Revan yang sedang berpelukan dengan seorang perempuan yang seumuran dengan kami.

Aku berjalan menghampiri kedua orang itu. "Revan..." Ucapku. Revan menoleh dan tidak ada raut terkejut di wajahnya.

"Dia siapa?" Tanyaku. Bukan Revan yang menjawab tapi perempuan itu,"Santi, Revan's true love" ucapnya.
Revan melihatku dan tidak mengatakan apa-apa. Baiklah, mungkin aku pernah mengatakan pada kalian bahwa aku memang tidak pernah awet berpacaran dengan seseorang.

Bahkan Revan adalah orang kedelapan yang berpacaran denganku. Aku mengatakan pada diriku bahwa tidak apa-apa aku putus dengan Revan. Mungkin Revan sudah mencapai titik jenuhnya sendiri dan merasa bahwa menjalin hubungan denganku adalah datar.

Aku ingin menangis namun aku tahan sekuat tenaga. Aku memang cepat putus tapi aku tidak pernah dikhianati, mereka selalu terlebih dulu memutuskan aku lalu mencari yang lain. Tapi, Revan di depan mataku mengkhianati aku.

"Oh, true love-nya Revan" ucapku sesak.

Perempuan itu mengangguk," Dan...kau?"

"Hanya teman sekelasnya Revan" ucapku. "Ya udah aku pulang dulu semoga kalian langgeng" ucapku dan berlalu dari hadapan mereka berdua.

Revan tidak mengatakan apa-apa dan tidak juga mengejarku,tidak memberi penjelasan apa-apa juga. Aku mengambil ponselku dan mengirimkan sebuah pesan pada Revan.

"Makasih atas pengkhianatan kamu ini, Kita udahan dan semoga kalian langgeng" begitulah aku mengirim pesan itu.

Saat berjalan keluar sekolah, barulah air mataku tumpah. Dadaku yang sedari tadi sesak kupukul-pukul. Sampai ada seseorang yang menghentikan aku. Dia adalah Vandora.

"Kau ngapain?" Tanyanya.

Aku memandangnya dan menatapnya penuh harap,"please, bawa aku dari sini kemanapun" ucapku.

Dia menarik tanganku ke sebuah motor yang terparkir di tempat parkiran .

"Naik" ucapnya. Aku naik dan begitulah aku sampai di rumah Vandora.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 17, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GEMINIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang