5.1 Bukan Itik Buruk Rupa

4.5K 1K 61
                                    

Damar langsung tersedak kuah bakso super pedas yang sedang ia santap saat membaca pesan dari Muti itu. Tangannya otomatis terulur meraih gelas es jeruk milik Bagas yang masih penuh.

"Wooyy!! Es guee, Braaayyy!!" Protes sang pemilik es jeruk yang tidak digubris oleh Damar.

Ia terbatuk-batuk karena sengatan rasa pedas itu menjalar ke hidungnya. Oh, sialan, Muti! Cewek itu tidak akan pernah tahu efek apa yang ditimbulkan atas pesan yang ia kirimkan untuk Damar.

Melihat Muti pagi ini membuat Damar kesal sekaligus kasihan. Muti terbiasa hidup sebagai 'si biasa-biasa saja' meskipun justru kenyataannya gadis itu tidak pernah biasa-biasa saja. Setidaknya bagi Damar.

Muti selalu menganggap dirinya hanyalah sosok pelengkap tak terlihat di sekolah maupun di rumahnya sendiri. Padahal, tanpa gadis itu sadari, semua orang di sekolah mengenalnya. Jika kamu bertanya pada tukang kebun di sekolah, yang mana Muti, orang itu pasti bisa menjelaskan secara detail seperti apa itu sosok Muti.

Namun, tentu saja gadis itu tidak menyadarinya karena Muti terlalu fokus pada hal yang ia anggap sebagai kekurangan. Muti memang tidak secantik cewek-cewek populer lainnya. Gadis itu biasa. Sangat biasa dengan rambut pendek yang dari tahun ke tahun tidak pernah berganti model.

Akan tetapi, keceriaan dan kebaikan hati cewek itu telah membekas di hati semua orang yang mengenalnya. Termasuk Damar. Dan baginya, Muti jelas bukanlah Itik Buruk Rupa.

Mengenal cewek itu sejak masih kecil, membuat Damar hapal orang seperti apa Muti. Gadis itu tidak pernah suka menjadi pusat perhatian. Muti selalu 'bermain aman' untuk bertindak biasa saja. Dan Damar tahu betul itu semua. Kecuali satu.

Ia tidak pernah tahu jika Muti takut gelap, sampai Violet menceritakan itu kemarin karena Muti menolak diajak ke bioskop. Bagaimana ia bisa tidak tahu tentang itu setelah bertahun-tahun persahabatan mereka?

Ketika pagi ini Muti memohon agar bisa pulang dengannya, Damar sungguh ingin berkata ia mau pulang dengan cewek itu. Namun, Damar tahu hal itu hanya akan membuat Muti semakin menjadi bahan omongan cewek-cewek lain di sekolah. Terutama cewek-cewek yang menyukai Nero.

Ide meminta tolong Violet itu tentu saja datang tiba-tiba ketika ia melihat-lihat ponselnya, siapa orang yang bisa dimintai tolong. Keluarganya tahu dengan baik siapa Muti, dan mereka, terutama Violet, sangat menyukainya.

Violet seperti menemukan anak perempuan lagi setelah Ola pergi kuliah ke luar negeri beberapa waktu lalu. Dan karena anak perempuan adalah 'barang langka' di keluarga Widjaya, maka sudah jelas Violet tidak akan pernah menolak apapun itu yang berhubungan dengan Muti.

"Bray, warnet yuk! Udah lama nggak ML nih," ajak Bagas setelah ia memesan dua gelas es jeruk baru.

"Belajaar, woy! Udah mau ulangan."

Bagas mencibir. "Ulangan juga masih seminggu lagi. Sejak kapan lo kerajinan?"

Damar tersenyum dan menghabiskan esnya. "Gue mau pulang."

Bagaimana ia bisa ke warnet main Mobile Legend sementara Muti kemungkinan besar ada di rumahnya?

Ia tidak tahu ke mana Violet akan membawa cewek itu pergi. , Damar tahu bagaimana mamanya itu. Violet bukan wanita yang suka pergi ke mall atau ke salon di waktu senggang. Kecuali kemarin, saat bersama Muti dan itu karena memang Violet ingin mengerjai Muti.

Jika tidak sedang di sekolah, Violet akan lebih memilih di rumah. Memasak atau berkebun bersama Oma. Violet adalah wanita yang tidak neko-neko dan sederhana. Mungkin itu yang membuat Papa Erlangga tidak bisa berpaling.

"Udah, ah, gue cabut!" katanya seraya meninggalkan uang dua puluh lima ribu di meja. Seharusnya Violet dan Muti sudah sampai di rumah. Ia memang sengaja menunggu untuk pulang lebih lama hanya agar Nero tidak curiga.

(Not) An Ugly Duckling (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang