8.2 Penyesalan Selalu Datang Terlambat

4.5K 967 40
                                    

Jika ada satu hal yang sangat ingin Damar lakukan saat ini, itu adalah pulang ke Indonesia dan berada di kamarnya. Jika ada pintu ke mana saja milik Doraemon sekarang, ia akan sangat-sangat berterima kasih pada kucing gendut berwarna biru itu.

Ini semua gara-gara Mama yang dengan jahatnya mengirim foto Muti yang sedang berada di kamarnya!

Tidak ada kata-kata yang Violet kirimkan dalam pesan itu. Hanya berbagai foto Muti di rumah mereka. Di dapur, ketika Muti membantu Violet membersikan ikan hasil pancingan Papa. Di halaman belakang, ketika cewek itu bermain bola bersama Ezra. Di ruang keluarga, ketika ia dan Zephyr beradu bermain game online. Atau, ketika cewek itu tertawa riang karena mendengar apa yang dikatakan Zane.

Ia benar-benar cemburu pada adik-adiknya itu. Muti terlihat sangat nyaman di rumahnya. Bagaimana bisa Muti berada di sana saat ia bahkan tidak ada?

Namun, satu hal yang benar-benar sangat ingin membuatnya segera pulang, adalah ketika Violet mengirimkan foto cewek itu sedang berada di kamarnya dan memakai kaus miliknya. Kausnya!

Astaga, seumur hidupnya Damar tidak pernah membayangkan Muti akan memakai kausnya. Dan kaus itu adalah kaus favoritnya. Kaus usang bergambar bola basket yang terlupa masuk ke kopernya. Namun, bahkan meskipun usang, Muti terlihat begitu cantik saat memakainya.

Sial, seharusnya ia tidak pergi jika tahu bahwa Violet berniat mengajak Muti menginap. Ia tahu ini semua pasti akal Violet untuk membuatnya menyesal. Violet adalah wanita cantik paling licik dan paling kejam yang pernah Damar kenal.

"Damaaaar, makaaann!!" teriak Hannah dari depan kamar entah untuk yang ke berapa kalinya. "Kalau kamu nggak mau keluar juga, Bunda nggak kasih makan kamu sampai selamanya!" ancam Hannah kemudian ketika ia tetap diam.

Nah, wanita terkejam kedua setelah Violet adalah Hannah Surry Widjaya. Pantas jika Bunda dan Mama sangat dekat.

Damar membuka pintu kamarnya dan cemberut menatap Hannah. "Damar pengen pulang."

Hannah melotot. "Kamu pikir Tokyo-Jakarta kayak rumah kita ke rumah Muti!! Makan sekarang, nggak usah manja!"

Masih dengan cemberut, Damar mengikuti Hannah ke ruang makan di mana ayah dan adiknya sudah menunggu.

"Kakak lamaaaa, Elang udah lapeeerr!!" protes adiknya yang sudah duduk di kelas satu SMP itu.

"Kan bisa makan duluan, nggak usah nungguin kakak."

"Nggak boleh sama Bunda. Harus makan bareng-bareng."

Sesaat, ia merasa bersalah pada ayah dan adiknya. "Maafin Kakak, yah? Kakak lagi baca komik tadi. Keasyikan."

Elang tersenyum. Sebuah senyum yang sama persis dengan miliknya meskipun mereka berbeda ayah. "Nggak apa-apa. Kan Elang punya ini." Tangan adiknya keluar dari balik meja dan menaruh sepotong kue di atas meja.

"Elang! Kamu curi cake Bunda lagi!"

"Kan Bunda lagi dieeett!!"

Damar tertawa. Hannah dan Elang suka sekali makan cake hingga mereka sering berebutan. Kadang ia merindukan saat-saat seperti ini. Bunda dan Elang bertengkar berebut cake lalu ayah yang memang berwibawa, akan memisahkan mereka. Namun kadang, ayahnya itu malah mengambil cake yang sedang diperebutkan, dan menghabiskannya.

"Ayah nggak pegel telinga denger mereka rebutan cake tiap hari gitu?" tanya Damar sambil menyuap daging teriyakinya. Meskipun tidak sepandai Violet dalam memasak, masakan Hannah juga membuatnya rindu.

"Telinga Ayah udah kebal, Nak."

Damar tertawa. Ia tidak pernah mengenal ayah kandungnya sejak lahir, tetapi pria yang ada di hadapannya ini, bersama Papa Erlangga tentu saja, telah membuatnya kenyang dengan kasih sayang seorang ayah. Ayah mencintainya sama seperti beliau mencintai Elang.

(Not) An Ugly Duckling (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang