6.1 Tipe Idaman Damar

4.4K 1K 68
                                    

"Yang cantik, pinter, pendiam, feminin. Pokoknya yang nggak kayak elo!"

Perkataan Damar itu masih terus terngiang di benak Muti meskipun telah satu minggu berlalu sejak hari itu. Jelas kriteria cewek idaman Damar adalah seseorang yang bertolak belakang dengannya.

Ia sudah tahu itu karena semua keluarga Widjaya adalah wujud nyata dari keindahan dan kesempurnaan ciptaan Tuhan. Lalu, kenapa ia masih bertanya?

Sejujurnya Muti berharap bahwa sedikit saja, sedikiiit saja, ada satu kriteria cewek idaman Damar dalam dirinya. Namun nyatanya tidak ada satupun, bahkan yang mendekatipun tidak, seperti dirinya.

Ia tidak cantik, tidak pintar, tidak pendiam, apalagi feminin! Rok yang ia miliki hanyalah rok sekolah. Selebihnya adalah celana panjang dan pendek yang menghiasi lemarinya.

Lalu kenapa ia harus peduli? Damar hanya sahabatnya. Tidak lebih. Dan ia hanya ingin mencarikan pacar untuk Damar. Itu saja.

"Yuk, pulang."

Muti mendongak dan tersenyum pada Nero. Hubungan mereka tidak bisa dibilang membaik, tetapi tidak juga memburuk. Mereka memilih untuk tidak membahas pertengkaran pertama mereka itu. Nero meminta maaf dan itu sudah cukup bagi Muti.

Mungkin memang terdengar plin plan, tetapi ia ingin memberi kesempatan pada Nero, juga pada hatinya. Muti berharap Nero berubah, dan ia juga berharap akan memiliki perasaan itu untuk Nero. Ia yakin ada alasan kenapa Nero bersikap seperti itu.

"Tadi bisa nggak ngerjainnya?" tanya Nero lembut.

Muti menoleh dan menyeringai. "Banyakan yang enggak."

Nero tertawa mendengarnya dan mengacak rambut Muti. "Kan udah aku ajarin kemarin."

Jika ada hal yang membuat mereka tidak pernah bertengkar akhir-akhir ini, itu adalah karena waktu mereka lebih banyak dihabiskan untuk belajar. Nero sangat cerdas, dan ia benar-benar sabar menghadapi Muti yang tidak pintar.

"Mau kamu ajarin sampe tujuh hari tujuh malem juga, tetep aja aku benci Matematika."

"Matematika aja?" Tanya Nero menggoda.

Hampir satu minggu belajar bersama, Nero tahu jika Muti benci hampir semua pelajaran. Bukan benci sih, Muti hanya ... entahlah ... belajar dan Muti jelas bukan teman baik.

"Sabar yah punya pacar bego."

Nero kembali terbahak dan mencubit pipi Muti dengan gemas. "Kamu tuh nggak bego, cuma males!"

"Ehm! Ehm! Biasa aja dong pacarannya. Nggak usah cubit-cubit!"

Tawa Nero menghilang saat mendengar suara itu. Ia menatap Damar yang sedang asyik makan bakso di kantin.

"Terserah! Dia pacarku! Sirik aja bisanya!"

Damar menoleh dan tersenyum sinis. "Gue? Sirik? Dih, sorry!!"

"Kamu ..."

Muti meremas lengan Nero hingga cowok itu tak melanjutkan perkataannya.

"Kamu tungguin di tempat parkir ya? Aku mau ngomong sama Damar bentar."

"Mutiara ..."

"Bentar aja, please?"

Nero hampir membantah, tetapi cowok itu mengurungkannya dan memilih pergi. Muti tahu pasti Nero nanti akan bertanya macam-macam lagi, tetapi sekarang dirinya hanya ingin bersama Damar. Seperti dulu meskipun hanya sebentar. Jujur, ia merindukan cowok tengil ini.

"Jangan lama-lama," pesan Nero sebelum pergi dan menjauh.

"Apa-apaan sih lo!" Muti memukul bahu Damar dan melangkah melewati dinding pendek antara kantin dan jalanan.

(Not) An Ugly Duckling (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang