6

7.2K 618 31
                                    

Aku tak memperdulikan teriakan Imelda yang terus memanggil nama ku. Sementara aku juga tak gentar, aku terus menggenggam tangan Izzati bersamaku. Punggung yang terasa nyeri tadi serasa tak ada artinya, bila dibandingkan dengan luka masa lalu yang disebabkan oleh Imelda.

Aku membuang rasa malu ku pada semua pasien, karena apa?? Karena imelda terus saja berteriak "aku mencintaimu Oija", "aku ingin kita bersama lagi, dan bla bla bla. Otomatis itu mengundang bisik-bisik dari semua pasien  yang masih ku dengar sayup-sayup di telingaku.

Aku terus saja melangkah, tak gentar dengan tatapan mata-mata aneh yang menatap ku ketika aku juga menarik tangan Izzati bersamaku.

Sampai pada ruang tunggu pasien, aku melepas kan tangan Izzati yang ku genggam. Entah berapa lama aku menggenggam tangan nya, ku rasakan ada keringat yang membasahi kedua tangan kami. Aku mulai tidak enak hati, apa aku terlalu kasar saat menarik tangan Izzati tadi?? Ah semoga saja Izzati tak tersakiti.
Apalagi ketika tahu, bahwa diriku pernah di cintai oleh seorang wanita. Bagiku itu menambah point yang membuatku ku menjadi buruk di mata Izzati.

Kami berdua diam, ku lihat Izzati merenggangkan tangan nya. Aku makin merasa tidak enak, apa tangan nya pegal ketika aku genggam tadi?? Ah, aku bingung mau bilang apa. 

"Kenapa tak di selesaikan saja masalah nya tadi?" Ucap Izzati sambil memijit-mijit pelan tangan nya, wajah nya berusaha santai, tapi aku tau dia sangat penasaran dengan yang di ucapkan Imelda tadi.

Aku menghembuskan nafas ku kasar "aku tak mau lagi membahas masalah itu, itu hanya bagian dari masa lalu" balas ku sambil mengusap wajah ku yang sekarang lagi panas karena emosi.

"Kalau tidak di selesaikan, bagaimana mau pergi dari masa lalu? Sedangkan raga mu masih berkomplot di sana" ku lihat Izzati mulai memperhatikan siaran televisi yang menyala di ruang tunggu. Kata-katanya barusan menampar diriku. Itu semacam sindiran untuk ketidakberdayaan ku dan sekaligus rasa pengecut ku.

" Aku tidak biasa untuk berpaling ke masa lalu" lanjut ku menanggapi ucapan Izzati tadi.

Ku dengar Izzati menghembuskan nafas nya kasar, aku melirik nya yang masih terus memandang layar televisi. Padahal diri nya sama sekali tak ada di sana, aku merasakan dirinya ingin ikut berbaur dalam masa lalu ku.

" Jadi kalau tidak di biasakan, bagaimana kamu bisa berlatih untuk tidak menjadi seorang pengecut?" Balas nya padaku, sungguh aku merasa tertampar dua kali dengan kata-katanya, Izzati tak sepolos yang aku kira, beliau juga wanita yang tegas dan sekaligus memperlihatkan aura kekuatannya sebagai wanita.

Aku terisak pelan, aku memang seorang pengecut, ibu ku meninggal gara-gara Imelda, namun aku sama sekali tak mau mengungkit perkara itu, memang bukan imelda pelakunya, tapi serangan batin yang di berikan Imelda cukup berdampak pada kondisi psikis ibu.

"Sudah jangan menangis, kamu pulang saja, aku bisa minta supir pribadi ayah untuk mengantar mu pulang" ucap Izzati lagi , namun matanya masih menatap layar televisi. Bagiku siaran televisi itu tak lagi menarik perhatian.

Mataku menyapu sekeliling ruangan tunggu ini, banyak orang yang menanti harap-harap cemas keluarga yang sedang di periksa di dalam ruangan dokter. Aku tau, hidup ini juga perlu berharap, namun berharap pada makhluk hanya akan menambah beban saja.

"Tak usah, aku pulang naik ojek online saja" balasku sambil memeriksa kiri kanan ku, aku mencari tas ku, ya ampun, kemana pula benda itu, ada dompet dan handphone di dalamnya. Tak hanya itu, pakaian kotor ku tadi malam juga ku taruh di dalam nya.

"Gara-gara wanita tadi, kamu sampai lupa bahwa tas mu masih tinggal di dalam mobil" Izzati berujar, sambil membuka tas miliknya, dan ku lihat dia mengeluarkan handphone yang bercashing abu-abu disertai manik-manik warna-warni.

Bawa Aku Hijrah (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang