19

7.4K 514 54
                                    

Semalaman aku hanya merenung bersama Oija, sesekali kami bercanda dan bertukar pikiran. Pagi ini, aku memutuskan untuk tidak bekerja, aku tidak enak badan, angin malam di taman itu membuat tubuhku meriang.

Kini kaki ku serasa enggan untuk masuk ke dalam rumah. Ada satu hal yang tiba-tiba membuatku menjadi orang asing di rumah ku sendiri, ralat, rumah orang tua angkat ku. Perlahan, ku turunkan ritme jantung ku, aku tahu persis ayah pasti sedang menunggu ku di dalam sana.
Hap, sempurna, langkah ku mulai memasuki ruang tamu, sebentar lagi akan menuju tangga pertama. Lalu.

"Izza" suara lelaki itu, siapa lagi kalau bukan ayah.

Aku berusaha merubah raut wajah ku menjadi bahagia, padahal cukup sakit di dalam sini. Ya, hati ku.

"Selamat pagi ayah" sapa ku dengan senyum palsu. Aku mohon ayah, jangan bahas lelaki itu.

"Dari mana saja kamu? baru kali ini kamu pulang pagi za, katakan, bersama siapa kamu tadi malam?" Suara ayah cukup menohok diriku, ayah, aku tak kuat mendengar suara mu yang menyakiti ku seperti itu.

"Oi" balas ku sederhana.

Wajah ayah berbeda, raut wajah ini persis seperti pertama kali ketika mas Khalid menolak untuk kuliah di Kairo. Kala itu, aku mendengar ayah dan mas Khalid beradu argumen, di satu sisi ayah ingin mas Khalid kuliah di Kairo, di satu sisi lagi mas Khalid menolak kuliah di Kairo, dan lebih memilih indonesia. Akhirnya, mas Khalid yang mengerti posisinya sebagai anak, hanya mampu menuruti kemauan ayah, dan mas Khalid menerima tawaran untuk kuliah di Kairo.

"Za, kali ini ayah tidak suka kalau kamu bergaul dengan dia, kamu tau siapa sebenarnya gadis itu?" Ucap ayah, disertai tanya yang aku tau akan mengarah kemana.

"Izza tau kok yah, oi itu gadis baik dan rendah hati" jawab ku sederhana dan memandang manik mata ayah lekat.

"Kamu jangan pura-pura menutup mata za, ayah yakin kamu pasti tahu bahwa oija adalah seorang pelac.."

"Cukup yah, jangan sebut panggilan itu lagi di depan izza, Oija bukanlah orang yang seperti itu, dia temen...sahabat Izza yah" ucap ku memotong kata-kata ayah terhadap Oija, dan dengan berat hati , aku hanya mampu berkata bahwa Oija adalah sahabat ku, dan bukan belahan jiwa ku.

"Ooo kamu mulai berani membela dia yah, untuk apa ayah mu ini di sini ha? Untuk apa ayah mu ini cemas menunggu hingga pagi? dan untuk apa ayah mu ini tak tertidur satu malaman hanya untuk menunggu anak gadis nya pulang?" suara ayah sedikit bergetar, aku mulai khawatir, takut kalau-kalau sakit jantung ayah kambuh.

"Yah, please, dengerin Izza yah"

"Tidak za, ayah tidak mau tahu lagi apa urusan kamu di luar sana, terserah kamu saja" ucap ayah terdengar pilu, kalau sudah begini aku tak akan kuat, aku ingin memeluk ayah, jangan sampai dia menangis karena aku ya Allah.

Aku berlari menuju ayah, ku peluk diri nya, ini ayah ku, walau bukan ayah kandung, tetapi melalui beliau, aku merasakan kasih sayang seorang ayah yang benar-benar mengubah pandangan ku bahwa keluarga yang utuh itu adalah milik orang kaya.

"Izza sayang ayah, tapi please, untuk hidup Izza kedepannya, tolong jangan paksa Izza yah" bela ku dengan suara parau, aku menangis, pagi ini adalah pagi yang cukup membuat hati ku retak.

"Kamu anak ku, sudah seharusnya aku menjaga mu, dan tak mau kamu menderita di masa yang akan datang, kamu sudah ku besarkan, ku banjiri dengan kasih sayang, hingga aku tak menyadari, betapa rambut ini mulai memutih anak ku, betapa rumah ini begitu sunyi ketika tawa kecil mu dahulu telah hilang dalam hidup ku" ayah mengeratkan pelukannya pada tubuh ku, aku sungguh-sungguh tidak bisa durhaka kepada nya .

Bawa Aku Hijrah (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang