22

4.7K 456 71
                                    

"za, apa kamu serius dengan keputusan mu?" Farhan yang sedari tadi memperhatikan diriku tampak sayu ketika aku menangis kembali.

Aku mengangguk lemah, berusaha memantapkan hati, bahwa pilihan ku ini benar. Ya, aku akan menikah dengan Farhan, tak apa jika rasa cinta belum ku rasa, aku percaya bahwa cinta dapat tumbuh karena terbiasa bukan? Anggap saja ini adalah ajang untuk berkompromi dengan hati sendiri.

"Aku tidak tau za, apa yang kurasa sekarang, bahagia justru aku bahagia, namun ada satu tempat yang bukan kau siapkan untuk ku za" Farhan berucap dengan suara lembutnya. Pantas kah Farhan untuk ku?

"Za, ku harap, aku tidak menjadi pelarian dari masalah mu za" sambung nya lagi setelah menghela nafas yang cukup berat.

Aku melirik nya, dia tampak seperti memikirkan sesuatu, pandangan matanya tajam, tapi sayang, tidak setajam pandangan Oija. Gadis itu masih dengan jahatnya membuat air mata ku jatuh, hingga tak perduli jika mata ku mulai membengkak.

"Aku ingin menikah dengan mu, secepat nya" aku tak tau harus apa, mungkin ini jalan yang terbaik untuk ku.

Farhan kembali memandang manik mataku. Aku merasa tak enak di pandang seperti itu segera menunduk sambil menggenggam kedua tangan ku sendiri.

"Oke, baik , jika itu yang kau mau, aku akan mempersiapkan segalanya untuk pernikahan kita, tapi za, ku mohon, sebelum ini terjadi, aku harap kamu memikirkannya baik-baik" ucap Farhan , dan ia segera berdiri lalu membelai pucuk kepala ku.

Sial nya, aku mengingat Oija lagi, tangan Farhan yang membelai lembut pucuk kepala ku, tak dapat memberikan efek tenang seperti yang diberikan Oija kepada ku.

                              *****
Aku memang wanita yang tidak tahu diri. Bisa-bisanya aku membiarkan nya terluka akibat ulah ku. Namun, aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk nya, aku pengecut. Meski tak seindah yang dia mau, tak sesempurna cinta yang semestinya, namun aku mencintainya, sungguh.

Aku mencintainya, setulus hatiku, aku juga menyayanginya , mengasihi nya sepanjang usiaku, sesungguhnya aku menginginkan nya, lebih dari apapun. Namun, aku harus membiarkan semesta yang bekerja atas cerita ini, aku terlalu lemah untuk melakukan ini sendirian.
Aku harap, semesta bekerja untuk ku, di saat ku tak bisa berbuat apa-apa lagi.

"Mbak oi, makan dulu ni" Mona, satu-satunya orang yang ku punya saat ini.

Ketika aku memutuskan untuk balik ke kampung kelahiran ku, Mona turut menangis karena nya, katanya dia tidak mungkin bisa bertahan di kota Jakarta ini sendirian. Aku yang terus mengalami pergolakan batin, merasa tertekan, aku tak bisa terus-terusan hinggap dalam kehidupan Izza. Aku tau diri, aku tak punya porsi apa-apa dalam hidupnya. Lebih baik, aku pergi saja, agar keluarga Izza tak mengalami masalah apa-apa, biarkan Izza memilih agama dan keimanannya.

Dan, disinilah aku dan Mona sekarang. Berada di rumah yang ku bangun dari hasil menjual diri di kota. Yah, anggap saja ini hasil jerih payahku, meski belum jelas apakah ini membawa efek atau tidak terhadap pergolakan batin dalam diri ku. Aku bertekad untuk hijrah, aku tak akan bergumul dalam dunia hitam itu lagi. Pabrik sepatu yang ku punya di kampung ini, ku harap dapat menjadi penolong agar diriku bisa lupa pada semuanya, lupa siapa aku yang dulu, lupa siapa orang yang pernah aku sakiti, lupa pada orang yang ku sayangi dan lupa tentang segala-galanya di masa lalu.

Pabrik sepatu ini adalah hasil jerih payah ku di kota. Berkat Ihsan, pemuda yang berusia di bawah ku sekitar 5 tahunan yang kutugaskan untuk mengawasi pabrik ini hingga mulai berkembang seperti sekarang. Ihsan, pemuda yang ku temukan ketika mangkal di jalanan kota, tubuhnya dingin, kaku, nafas nya terengah-engah, seperti nya dia baru saja berlari cukup jauh untuk mengindari kejaran para preman yang menindas anak pengamen seperti nya. Rasa iba ku muncul, ku bawa dia ke kampung, dan ku titipkan pada mbok Sum, tukang masak di kampung ku. Ihsan adalah anak yang baik, tau diri, dan membela ku mati-matian jika ada warga yang meledekku bekerja sebagai seorang pelacur di kota. Ya, warga memang benar, tetapi Ihsan tak perduli, katanya aku adalah orang yang paling berjasa pada dirinya.

Bawa Aku Hijrah (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang