#3 - In The Same Place;
"We pretend we don't know each other. Looking at different directions. In this unknown time, We are walking on different paths."
Lantai 8.
Menjadi satu-satunya lantai di antara lantai-lantai lain gedung bertingkat ini yang sangat aku paling hindari. Aku tak pernah berharap untuk kembali lagi kesini. Aku tak pernah mau untuk datang kembali kesini. Hal-hal yang tak pernah terduga akan kembali menyelimuti pikiranku dengan segala kenangan di dalamnya. Seberapa keras aku berusaha, pada akhirnya akan ada saatnya aku harus menginjakan kembali kakiku di lantai 8.
Apa yang bisa kuharapkan ketika aku masih bekerja disini?
Kaca yang memburam karena rintikan hujan yang membasahi kaca dari luar, sedikit menghalau arah pandangku. Gelapnya langit, rintikan hujan yang turun, kelap-kelip lampu ibu kota yang berasal dari gedung-gedung bertingkat di sekitar menjadi objek yang tak bisa terhindarkan, meskipun rintikan hujan pada kaca sedikit menghalaunya.
Jam 22.45.
Jam itu terakhir kali kulihat sebelum memasuki ruang kerjanya. Entah sudah berapa menit aku berdiri di sini, berdiri di dekat kaca gedung melihat pemandangan luar di hari menjelang tengah malam ini. Sesekali aku merapatkan hoodie kesayanganku berwarna hijau tua yang menghangatkan tubuhku dari dinginnya AC central di ruangannya. Aku memperkirakan kalau sudah berdiri selama 10 menit disini, menunggu sosoknya yang akah mengisi ruangannya.
Lengkungan tipis membentuk senyuman sesaat tersirat di bibirku. Memandang coffee shop berada di lantai dasar tepat di seberang gedung kantor yang menjadi tempatku bekerja. Kini pikiranku melayang membayangi betapa hangatnya hot chocolate yang akan menghangatkann tubuhku ketika kusesapi. Di lain sisi pikiran lain mulai ber-gerilya di dalam pikiranku.
Di tengah harapan manis, tersimpan kenangan menyakitkan yang tersirat.
Dulu, aku sering menghabiskan waktuku bersamanya disana. Tak banyak karyawan yang lain tahu keberadaan kami disana. Kami menikmati waktu kami di tengah pekerjaan yang menyibukan diri kami. Di saat kami banyak pekerjaan dan terpaksa lembur, sesaat kami pergi ke seberang sana dan menikmati minuman kami sembari sesekali berbincang.
Tanganku mengusap pelan pundakku yang perlahan turun ke lenganku. Berulang kali aku mengusapnya sekedar memberikan rasa hangat. Aku ingat malam itu, ketika ia mengatakan kalau ia sudah membayangkan apa yang akan kami lakukan berdua untuk masa depan kami. Sembari bersandar di pundakku, dengan nyaman ia mengatakan hal-hal yang saat ini hanyalah menjadi angan semu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENGRAVE || Lee Ji Hoon
Fanfiction[Completed] 'Dia yang berbahagia mengukir luka pada hati yang tengah berusaha tersenyum kembali kepadanya.' "Kata 'Baik-baik saja' tidak mengartikan luka yang ditinggalkan telah pulih sepenuhnya." "Bahagiamu adalah luka untukku." "Merelakan itu tida...