"Bu, Ardit keliatannya sayang gak sama Caca?" tanya Caca yang tidur di pangkuan ibunya. Caca merasa sangat nyaman dan betah dalam kondisi seperti ini. Kondisi hujan deras pada malam yang sunyi. Suara air yang berjatuhan seolah menjadi pengiring kedamaian. Saat ini memang telah menjadi penghujung malam. Sedikit lagi, detik dan menit akan berlarian pada angka dua belas. Tapi, mereka masih membuka matanya dengan jernih. Saling bercerita dan tertawa seolah memang malam ini diciptakan hanya untuk mereka.
"Jika diungkapkan, rasa sayang itu akan menjadi sebuah omong kosong yang tak ada artinya," jawab Ibu Caca dengan membelai lembut rambut putri kesayangannya.
"Lah terus gimana cara tahu kalo itu perasaan sayang jika tanpa ungkapan?" tanya Caca lagi yang saat ini mendongakkan kepalanya untuk melihat kecantikan malaikat penjaganya.
"Kebuktian."
"Tapi kan percuma juga kalau sikapnya nunjukkin sayang tapi mulutnya bilang enggak."
"Kamu baru aja masuk SMA udah tanya-tanya gini, kamu emangnya mau nikah?!" Ucap Ibu Caca dengan menggelitik perut Caca.
"Hahahaa, ya kan cuma tanya bu. Bisa aja, anakmu jadi nikah sama Ardit atau mungkin lelaki yang sukses.." ucap Caca dengan pikiran yang berlari-larian.
"Kamu jelek kayak gini jangan ngarep yang tinggi-tinggi. Ada yang mau sama kamu aja udah bersyukur hahahaaa.."
"Ibu mah gitu jahat sama Caca," Ucap Caca dengan memberenggut.
Ibu Caca tertawa semakin keras ketika melihat tingkah anaknya yang masih manja. Tak terasa waktu telah berjalan dengan cepat, anaknya yang dulu hanya bisa menangis saat ini telah besar. Bayi kecilnya sekarang tumbuh menjadi perempuan cantik. Namun sayangnya, tetap manja seperti dulu.
"Ca, perasaan sayang itu gak bisa hanya diungkapkan dengan sekedar kata. Cuma waktu yang bakal ngebuktiin. Kebuktian dari rasa sayang itu adalah kesetiaan."
"Berarti ayah gak sayang sama kita?" tanya Caca dengan tersenyum. Ia bisa menyimpulkan sendiri apa yang ibunya katakan.
"Kamu tahu sendiri jawabannya," jawab Ibu Caca dengan tersenyum.
"Terus kita harus gimana kalau orang yang kita sayang ternyata gak sayang sama kita?"
"Bahagia....karna Tuhan akhirnya ngasih kita petunjuk kalo orang itu gak sayang sama kita."
"Tapi kan sakit. Bahkan, aku masih ingat waktu ibu nangis."
"Sakit bukan berarti gak indah. Waktu Ca yang bakal ngejelasin semua."
Caca hanya manggut-manggut saja. Ia masih merasa nyaman di pangkuan Ibunya. Tak ingin berpindah sedikitpun dari sana. Terlampau nyaman dan tenang. Hingga membuat dirinya semakin lama semakin hilang dari kesadarannya.
Memang begitulah adanya. Ayah Caca meninggalkan mereka berdua ketika Caca duduk di kelas empat sekolah dasar. Caca masih mengingat dengan jelas bagaimana setiap hari orang tuanya bertengkar dengan hebat lalu saling menyalahkan hingga berakhir dengan kekerasan. Saat itulah, Caca mulai merasa duniannya sangat hancur. Apalagi ketika semuanya berakhir dengan kata perceraian.
Saat ini, Caca dan Ibunya tak ingin tahu sedikitpun tentang kabar lelaki itu. Terakhir mereka dengar, lelaki itu telah menikah lagi. Caca dan Ibunya sangat menutup rapat-rapat rasa keingintahuan mereka.
Mereka sudah berbeda cerita. Bahkan, berbeda buku. Biarkan cerita itu sebagai pembuktian waktu tentang rasa sayang dan arti kesetiaan. Siapa yang paling bertahan, itulah siapa yang paling sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost
Teen Fiction"Semua orang berhak jatuh cinta, semua orang juga berhak meninggalkan. Seolah, rasa bukanlah suatu hal yang menakjubkan. Bisa ada dan menghilang begitu saja karna sebuah kesalahan. Aku adalah Caca. Manusia yang tak akan pernah lagi jatuh cinta. Kar...