Hari ini ia terbangun dengan tubuh yang terasa lebih ringan dari sebelum-sebelumnya. Setelah kejadian kemarin, mereka memutuskan untuk menikmati makanan di sekitar pinggir jalan hingga siang. Bahkan, Caca juga membawa pulang beberapa makanan enak. Yang paling menyenangkan adalah Caca tak mengeluarkan uang sedikitpun. Lelaki itulah yang membayar semua makanan keinginannya. Namun, dengan syarat besok dirinya harus ke sekolah tepat waktu bersama lelaki itu. Caca hanya mengiyakan saja, yang penting ia makan enak dan gratis.
Caca segera bangun dari tidurnya dan menuju ke kamar mandi untuk bersiap-siap diri. Ia tak mau jika harus kena amukan lagi karena membuat lelaki itu terlambat. Setelah beberapa menit ia di kamar mandi, ia keluar terlihat lebih segar. Caca segara mengambil baju seragam kamisnya dan mengenakannya. Ia mengurai rambutnya dan menyisirnya dengan melihat dirinya di kaca besar kamarnya.
Ia menghentikkan kegiatannya sejenak dan melihat dirinya yang terlihat tetap biasa saja. Ia tetap bisa tersenyum begitu lebar walaupun hatinya hancur lebur. Mata sembab bisa ia tutupi dengan make up. Caca hanya tersenyum pedih melihat dirinya di kaca. Untuk apa dirinya hidup?! Ia tak punya tujuan sedikitpun.
Suara bel rumah membuatnya menghentikan kegiatannya. Ia segera mengambil tas dan memakai sepatunya dan segera berlari untuk membukakan pintu. Caca membukakan pintu dengan pelan dan terlihat tetangga lelakinya itu berdiri menghadapnya. Caca melihat wajah datar lelaki itu yang langsung menyurutkan semangatnya. Sepagi ini disuguhkan oleh papan. Batin Caca dengan kesal.
"Pagi pak guru!" Ucap Caca dengan senyum dipaksanya dan segera membalikkan badan untuk mengunci pintu. Terdengar suara langkah menjauh yang membuat Caca semakin kesal. Setidaknya jawab sapaan Caca dengan senyuman kan bisa. Dasar donal bebek.
Caca mengikuti langkah lebar lelaki itu untuk masuk ke mobil. Ia duduk di depan karna tak mau diperintah lagi untuk pindah ketika sudah nyaman dengan posisinya. Ia juga segera memasang sabuk pengaman sebelum lelaki di sampingnya ini menyemprotnya. Caca melihat ke arah lelaki itu yang fokus ke arah depan dan tetap memasang wajah datar. Ia memilih melihat kaca mobil sampingnya dibandingkan melihat lelaki menyebalkan itu.
"Saya gak mau bubur," ucap Caca tiba-tiba saat di mobil sudah berjalan. Ia tahu, lelaki itu akan membawanya sarapan terlebih dahulu karena saat ini masih sangat pagi untuk berangkat ke sekolah. Masih jam setengah tujuh kurang dan sangat tak mungkin ada siswa di sekolah sekarang.
"Saya mau," jawab datar Refan dengan masih menatap ke arah depan.
"Pak, eneg tau gak pagi-pagi makan bubur," ucap Caca dengan memelas. Ia memang lapar tapi kalau disuruh memakan bubur di pagi hari seperti kemarin rasanya begitu tidak mengenakan.
"Yaudah gak usah makan," ucap Refan mengambil kesimpulan.
"Ish.. bodoamat! terserah!" sahut Caca kesal dan memilih melihat jalanan di luar lagi. Sungguh darahnya akan tinggi jika harus bertengkar dengan lelaki di sampingnya ini setiap pagi. Ia juga tak tahu kenapa, namun setiap kali melihat wajah datar lelaki itu rasanya ia ingin sekali mencakar.
Mobil terhenti seperti kemarin. Tepat di pinggir jalan di sebrang deretan pedagang kaki lima yang begitu ramai. Suara pintu mobil terbuka dan tertutup membuat Caca semakin kesal. Lelaki itu turun dengan sendirinya bahkan Caca bisa melihat lelaki itu berjalan dengan tanpa dosa mengantri bubur. Ia bisa juga membeli makanan yang lainnya tapi ia tak punya uang. Suara perutnya terdengar begitu menyesakkan hingga ia mau tak mau ikut turun.
Caca menerobos barisan begitu saja hingga kini di samping lelaki menyebalkan itu. Ia meneguk ludahnya ketika melihat orang-orang yang menyuap bubur ke mulutnya.
"Katanya tadi gak mau," sindir Refan dengan menahan senyumnya.
Caca kembali lagi melihat lelaki itu dengan sinis. Ia diam saja membiarkan serangan mengarah kepadanya. Ia sudah tak berdaya ketika melihat orang-orang makan dengan begitu lahapnya dan perutnya memberontak seolah tak makan dua tahun. Caca kembali mencebikkan bibirnya dengan kesal ketika melihat lelaki di sampingnya hanya menerima satu mangkok bubur dan berjalan begitu saja setelah membayarnya.
Caca hanya berjalan dengan lemah mengikuti lelaki itu. Ia duduk di samping Refan dengan mata yang saat ini ingin menangis. Sungguh, ia sangat lapar saat ini dan ada orang dengan tega membeli makanan hanya satu. Ingin sekali ia meludahi mangkok yang dipegang lelaki itu.
"Makan!" perintah lelaki itu dengan menggeser mangkok sampai ke meja depannya.
"Beneran?" tanya Caca dengan tersenyum begitu lebar. Ia melihat Refan dengan tatapan yang begitu bahagia.
"Ya enggaklah," jawab Refan dengan kembali lagi menarik semangkok bubur itu. Ia mengambil beberapa sendok saos dan kecap untuk menambah cita rasa tersebut. Caca hanya terpaku melihat betapa teganya lelaki di sampingnya ini.
Caca semakin benci dengan lelaki ini. Awas saja! Batin Caca dengan berapi-rapi. Sedangkan Refan kini tak bisa lagi menahan tawanya.
"Hahahaaa nih makan," ucap Refan dengan menggeser lagi semangkok bubur itu. Ia melihat Caca yang masih tak mau melihatnya dengan tatapan menajam yang siap membunuh orang.
"Ini beneran buat kamu," ucap Refan lagi setelah bisa meredakan tawanya. Ia mengambil sendok dan garpu dan meletakkan pada mangkok itu. Ia mulai melihat Caca yang kini bergantian melihatnya dan bubur itu.
"Terus bapak?" tanya Caca dengan nada yang sewot.
"Saya gak makan," jawab Refan dengan melihat Caca dengan masih menahan tawanya. Caca yang menyadari Refan hanya mengerjainya semakin memajukan bibirnya. Ia sungguh kesal harus berhadapan dengan lelaki semenyebalkan Refan.
"Kenapa gak makan?" tanya Caca lagi.
"Ya suka-suka sayalah," jawab Refan yang semakin membuat Caca berang.
"Ehm, saya puasa," Ucap Refan dengan jujur ketika merasakan kondisi tidak lagi aman.
"Yaudah," jawab Caca dengan gembira dan segera menarik semangkok bubur itu untuk semakin dekat ke arahnya. Ia memakan dengan lahap tanpa mempedulikan lelaki di sampingnya itu lagi. Ia bahkan sangat menikmati bubur itu tak seperti perkataanya waktu dalam mobil. Refan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ia merapikan rambut Caca yang turun, menyelipkannya di belakang telinga Caca. Bukan hal istimewa, hanya sederhana namun entah mengapa membuat kedua hati mereka menghangat. Refan tersenyum singkat. Membiarkan Caca makan dalam diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost
Teen Fiction"Semua orang berhak jatuh cinta, semua orang juga berhak meninggalkan. Seolah, rasa bukanlah suatu hal yang menakjubkan. Bisa ada dan menghilang begitu saja karna sebuah kesalahan. Aku adalah Caca. Manusia yang tak akan pernah lagi jatuh cinta. Kar...