8 - Hari Rabu

8 0 0
                                    






Caca bangun dari tidurnya. Ia membuka matanya dengan sangat berat. Matanya terasa sembab. Ia sangat malas jika harus berangkat ke sekolah. Harus berpura-pura tersenyum dan tertawa lalu harus menghadapi masalah lagi mengenai nilai-nilainya.

Ia adalah anak yang cukup lumayan bodoh. Caca sudah paham dengan kebodohannya, namun ia tetap malas belajar. Ia lebih memilih menjaga resto, berjumpa dengan orang-orang baru dari pada harus bergelut dengan buku-buku. Baginya, nilai tidaklah penting. Ia bisa menyontek jika memang itu keberuntungannya dan akan mendapat nilai bagus. Toh, ia tak tahu akan jadi apa dengan nilai-nilainya nanti.

Caca mendengar suara ketukan pintu dengan keras. Ia juga mendengar suara bel berbunyi. Siapa sih yang bertamu?! Batin Caca dengan kesal. Sungguh ia sangat malas sekali untuk bangun dari tidurnya. Bel berbunyi lagi dengan berulang kali. Anjirr! Ia memilih bangun dari tidurnya dengan cepat. Berjalan dengan menggerutu dan siap menghancurkan perusak pagi cerahnya itu.

"Siapa sih?!" tanya Caca kesal dengan membukakan pintu dengan cepat. Ia membelakkan matanya dan segera menutup mulutnya ketika melihat siapa yang datang. Caca hanya menunjukkan deretan giginya dan menatap sopan walaupun di hatinya tersimpan dendam.

"Cepat siap-siap saya tunggu kamu di sini," ucap lelaki itu tanpa melihatnya. Ia hanya berucap dengan melihat ke samping seolah tak perlu melihat lawan bicaranya.

"Mau kemana ya pak?" tanya Caca dengan bingung. Ia merasa tak punya janji apapun pada guru songongnya itu. Kenapa tiba-tiba ia didatangi dan ditunggu.

"Kamu gak sekolah?" tanya balik Pak Refan dengan alis yang terangkat.

Caca hanya menggelengkan kepalanya dengan melihat Pak Refan. Ia berusaha memahami apa yang terjadi dengan melihat gerak-gerik lelaki di depannya ini. Terlihat begitu membingungkan untuknya. Tiba-tiba ada guru mengetuk pintu rumahnya seperti penagih utang lalu menunggunya untuk sekolah. Apakah Pak Refan menjemputnya untuk pergi ke sekolah?

"Cepeten siap-siap. Saya tunggu," ucap Pak Refan lagi dengan melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Saya gak mau sekolah pak," jawab Caca lagi dengan lebih yakin menggelengkan kepalanya.

"Sekolah, saya tunggu."

"Saya gak mau pak, bapak aja yang sekolah," jawab Caca yang akan menutup pintu rumahnya. Namun, ditahan dengan cepat oleh lelaki itu.

"Saya disuruh ibu kamu," jawab Pak Refan dengan cepat. Ia segera merogoh sakunya dan mengeluarkan telepon. Mengotak-atik telepon tersebut dan menampilkan tampilan isi pesan dirinya dengan ibu Caca dan menunjukkannya ke Caca. Memang benar, Ibunya Caca tadi mengiriminya pesan kepada dirinya untuk menyuruh Caca sekolah. Saat Ibunya Caca menjemput Caca ke rumahnya, beliau sempat meminta nomer teleponnya untuk menyuruhnya mengabari jika terjadi apa-apa pada Caca.

"Tapi saya gak mau sekolah," ucap Caca lagi dengan tetap yakin dengan pernyataannya tadi.

Jepreett

Suara tangkapan kamera yang diarahkan ke Caca dengan tiba-tiba. "Terserah kamu, saya tinggal kirim foto kamu ke kesiswaan kalau kamu bolos," ucap Refan dengan tersenyum licik yang membuat Caca kesal setengah mati.

"Bapak bisa gak sih gak ngebuat saya kesal sehari aja?!" ucap Caca dengan melihat Pak Refan sangat kesal. Kenapa lagi dirinya harus berhadapan dengan lelaki ini lagi.

"Silahkan kalau kamu gak sekolah. Saya juga gak ada ruginya," ucap Refan dengan membalikkan badannya. Ia berjalan dengan sangat santai dan menahan tertawa dalam hatinya. Sungguh sangat menyenangkan melihat Caca sangat muak dengan sikapnya.

"Pak tunggu, saya sekolah!" teriak Caca dengan menutup pintu dengan keras. Ia berjalan dengan menghentak-hentakkan  kakinya. Ia lebih memilih menahan rasa malas dan amarahnya dari pada harus berurusan panjang dengan kesiswaan. Bisa saja ia akan dihukum dengan tanpa belas kasihan dan juga menjadi catatan hitam untuknya karna membolos. Sudah bodoh lalu sering membolos. Kurang jelek apa dirinya ini.

Caca segera mandi dan mempersiapkan diri untuk ke sekolah. Sedangkan, Refan sedang tertawa dengan keras dalam mobil ketika mengingat lagi luapan amarah Caca. Seru sekali ketika melihat Caca mengamuk seperti tadi. Entah mengapa, ia ingin mengulangi adegan tadi. Refan segera menyadarkan dirinya yang tak waras saat ini. Sejak kapan ia tertawa melihat bocil ngamuk.

Ia memilih mengotak-atik teleponnya untuk melihat berita-berita yang terjadi hari ini. Membaca dengan begitu fokus dan melupakan yang barusan terjadi. Tapi entah mengapa, bayangan Caca teringat di kepalanya. Memutar layaknya film dengan lancar. Tak mungkinkan jika guru jatuh cinta pada muridnya?! Sadar Refan!

Ia melanjutkan kegiatan membacanya lagi. Melupakan sejenak keributan di otaknya hingga suara ketukan di kaca terdengar yang mengalihkan perhatiannya. 

Tok tok tok

Ketukan terdengar lagi. !Terlihat Caca dengan seragam sekolah dan rambut terurainya diluar mobil yang menunggunya untuk membuka pintu yang terkunci.

Setelah Refan membuka kunci mobil, Caca segera masuk ke dalam mobil. Namun, bukan di depan melainkan di belakang seolah Refan adalah sopir pribadinya. Sungguh, ada saja tingkah menyebalkan Caca yang membuatnya tak berhenti terheran-heran. Ia langsung saja membalikkan badannya untuk melihat Caca dengan tajam. Sedangkan Caca hanya mengangkat alisnya tanpa dosa.

"Pindah ke depan!" perintah Refan dengan masih melihat Caca dengan tajam.

Tak ada jawaban dari Caca yang membuat Refan semakin kesal.

"Saya bukan sopir kamu."

Caca yang muak dengan perintah-perintah Refan segera saja memindahkan dirinya ke depan. Ia tak mau juga terlambat ke sekolah, mengingat sekarang hampir jam tujuh. Refan hanya menghela nafas melihat tingkah Caca yang lagi-lagi di luar akalnya. Perempuan itu memang menuruti perintahnya. Namun, ia memindahkan dirinya ke depan dengan meloncati kursi, bukan seperti layaknya seseorang perempuan yang keluar dulu dari mobil.

"Pasang sabuk kamu!" perintah Refan lagi yang membuat Caca memutarkan matanya. Sungguh lelaki di sampingnya ini selain menyebalkan juga suka memerintah. Caca menuruti perintah lelaki itu dengan terpaksa.

Setelah memastikan Caca duduk dengan tenang dan aman, Refan menginjak gas di kakinya. Ia membiarkan saja Caca yang terlihat lebih kesal sebelumnya. Ia hanya menahan senyum di bibirnya. Caca terlihat menikmati jalanan dengan menghadap keluar jendela. Melihat ramainya orang yang begitu bersemangat untuk memulai kegiatannya.

Tiba-tiba mobil berhenti tiba-tiba di pinggir jalan. Terlihat beberapa pedagang kaki lima yang ramai di kelilingi antrian. Terdengar suara pintu mobil terbuka lalu tertutup dengan cepat. Caca melihat ke samping dan tak menemukan lelaki itu di sana. Pintu tepat di sebelah kursinya kini terbuka dan menampilkan lelaki itu dengan muka datarnya.

"Turun!" perintah lelaki itu dengan memegang pintu atas mobil dengan menatap Caca.

"Katanya tadi ke sekolah," ucap Caca dengan bingung. Kenapa tiba-tiba berhenti di sini untuk mencari makan atau jangan-jangan maksutnya ia diturunkan di sini.

"Makan dulu!" Caca masih diam memperhatikan lelaki itu yang juga menatapnya.

"Ini udah jam tujuh, nanti telat," ucap Caca memutuskan tatapan itu dan beralih menatap jam digital yang berada di mobil. Caca hanya menutup mulutnya rapat-rapat ketika melihat sekarang pukul delapan tepat. 

"Sudah telat dari tadi. Cepat turun!" perintah lelaki itu dengan meninggalkan Caca yang masih terdiam. Caca mencebikkan bibirnya ketika melihat tingkah lelaki itu yang begitu menyebalkan. Caca ikut turun dan segera mengikuti langkah lelaki itu. Terlihat lelaki itu begitu sopan ketika memesan bubur kepada ibu-ibu dengan kerudung putih. Senyumnya terlihat sangat manis, tidak seperti pada dirinya yang hanya memerintah dengan begitu kasar.

Caca melangkahkan kakinya untuk duduk di kursi panjang yang begitu banyak orang. Ia duduk di sana berdempetan dengan orang-orang yang  menikmati bubur hangat tersebut. Refan menyusul Caca untuk duduk di samping perempuan tersebut. Jarak mereka begitu berdekatan karna banyaknya orang yang duduk di sana. Bahkan, orang-orang yang baru berdatangan memenuhi samping Refan. 


The LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang