10 - Hari Jumat

7 1 0
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mereka telah sampai di sekolah. Tentunya setelah membeli bubur di pinggir jalan dan juga perdebatan yang panjang. Caca mencebikkan bibirnya ketika melihat para siswa yang begitu semangat. Mereka begitu terlihat bahagia dengan tas berat dan beberapa buku di tasnya. Sangat berbeda dengan dirinya yang tak punya niat sama sekali untuk sekolah.

Caca turun dari mobil. Ia menginjakkan kakinya di parkiran sekolahnya. Ia merapikan rambutnya terlebih dahulu di spion mobil sebelum akhirnya melangkahkan kakinya untuk ke kelas. Ia menatap sekitar dan melihat beberapa siswa yang menatap ke arahnya dengan tatapan bertanya-tanya. Caca yang merasa tak beres dengan dirinya segera saja melihat ke arah dirinya sendiri. Ia kembali lagi untuk mengaca di spion untuk memastikan tampilannya.

"Pak!" panggil Caca dengan pelan setelah melihat Pak Refan turun dari mobil. Ia melihat Caca sebentar lalu memutari mobil untuk mendekat ke arah Caca.

"Kenapa?" tanya Refan tetap dengan suara dan tampang datarnya.

"Kenapa kok saya dilihatin anak-anak?" tanya Caca dengan masih menatap spion dengan lekat.

"Ya mana saya tahu," jawab Refan dengan melihat sekitar. Iya, yang dikatakan Caca benar. Bahkan, tak hanya Caca yang menjadi tatapan para siswa. Namun, juga dirinya. Refan hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal karna tak mengerti dengan apa yang terjadi.

"Masalahnya tuh dari kemarin saya diliatin," ucap Caca lagi yang saat ini menatap sepenuhnya ke arah Pak Refan. 

"Ya saya juga diliatin anak-anak," ucap Refan yang kini juga memfokuskan tatapannya ke arah Caca. Ia juga mencari apa yang salah di diri Caca. Namun, ia tak menemukan ada yang aneh sekecilpun. Ia mencoba meneliti lagi dan menemukan sebuah bunga yang sangat kecil menempel di rambut Caca. 

Ia menghapus jarak antara dirinya dan Caca. Lalu menggerakkan tangannya untuk menghilangkan bunga itu. 

"Eh!" Ucap Caca terkejut dengan perlakuan lelaki di depannya ini. Caca hanya diam dan membiarkan tangan Refan berada di atas rambutnya. Ia tak bisa berkutik beberapa detik hingga  Refan kembali lagi menjauhkan dirinya.

Namun, Refan yakin bukan itu alasan yang membuat semua siswa menatap ke arah Caca. Ia kembali lagi menatap sekitar dan menemukan semakin banyak siswa yang menatap ke arah mereka. 

"Kayaknya setelah ini ada yang gak beres," gumam Refan yang hanya dapat terdengar oleh Caca. Refan membalikkan badan Caca dengan paksa. Ia sedikit mendorong tubuh Caca ke depan yang membuat Caca mengerutkan dahinya.

"Kenapa sih pak?" tanya Caca menolehkan kepalanya ke belakang dengan badan yang masih lurus ke depan. 

"Kamu cepetan masuk ke kelas," perintah Refan dengan mendorong lagi tubuh Caca. Ia menekan remot kunci mobil untuk menguncinya lalu kembali lagi mendorong tubuh Caca.

"Cepetan ke kelas! Nanti kalau ada apa-apa, kamu datang aja ke ruangan saya," ucap Refan sekali lagi yang membuat Caca semakin tak paham. Caca hanya berjalan saja mengikuti perintah lelaki itu. Sedangkan Refan menjaga jarak dengan Caca, namun ia tetap mengikuti Caca sampai ke kelasnya. Memastikan perempuan tersebut baik-baik saja.

Refan menghentikan langkahnya sedikit jauh dari Caca. Ia melihat Caca masuk ke kelas dan membalikkan badannya untuk menuju ke ruangannya sendiri. Ia masih mengabaikan siswa yang terlihat jelas sekali ingin mengetahui antara dirinya dengan Caca. Ia baru paham mengapa kemarin ia dan Caca ditatap seperti mangsa oleh para siswa.

"WOIY!" teriak Nanda begitu mengetahui Caca memasuki kelas.

"Kaget anjir!" kesal Caca ketika melihat Nanda di samping pintu. Masih pagi namun ia sudah disuguhi makhluk upnormal ini. Batin Caca dengan mengelus-elus dadanya.

"Lo ngapain sama Pak Refan?" tanya Nanda dengan berkacak pinggang layaknya preman pasar.

"Ngapain apa sih?!" tanya balik Caca dengan bingung. Ia melanjutkan langkahnya menuju ke bangkunya dan Nanda. Ia tak paham dengan pertanyaan Nanda, sehingga ia mengabaikan pertanyaan Nanda yang tak penting itu.

"Lo pacaran sama Pak Refan?" tanya Nanda lagi dengan mengekori Caca. Pertanyaan Nanda tersebut membuat membuat bulu kuduk Caca merinding. 

"Pacaran matamu!" jawab Caca dengan kesal. Bagaimana bisa Nanda tiba-tiba menyimpulkan bahwa dirinya berpacaran dengan manusia super duper datar itu.

"Lo tau gak, lo jadi gosip satu sekolahan pacaran sama Pak Refan," ucap Nanda dengan semakin berapi-api. Bahkan suaranya lebih keras hingga membuat seisi kelas menatap mereka.

"Gue gak pacaran anjirrr!!" ucap Caca dengan begitu kesal.

"Terus lo ngapain setiap hari nebeng Pak Refan?" sahut salah satu perempuan di kelasnya. Perempuan itu adalah Rina. Bibir bewarna merah dengan bulu mata yang membelok-belok membuat Caca ingin menonjok wajah sok cantiknya itu.

"GUE TETANGGAN, PUAS KALIAN SEMUA?!" teriak Caca dengan kesal. Ia duduk begitu saja dan membiarkan seisi kelas yang berbisik-bisik mengenai dirinya. Sedangkan Nanda terlihat takut melihat Caca yang tiba-tiba marah, ia ikut duduk di samping Caca.

"Ca!" panggil Nanda dengan menyenggol siku Caca pelan.

"APA?!" tanya Caca dengan judes. Ia masih bernafas dengan tak teratur karena kesal dengan apa yang terjadi kali ini. Tenaganya sudah habis untuk berdebat dengan donal bebek kali ini harus berdebat lagi dengan Nanda.

"Jangan marah, kan gue cuma nanya!" ucap Nanda dengan melas.

"Hmm," jawab Caca seadanya.

"Tarik nafas dulu, keluarkan, tarik nafas lagi Ca!" ucap Nanda yang diikuti oleh Caca. Ia membiarkan Caca tenang.

"Ca!" panggil Nanda lagi setelah Caca terlihat lebih baik dari sebelumnya.

"Apa?" tanya Caca dengan lembut dan menatap penuh ke arah Nanda.

"Lo beneran gak pacaran sama pak--"

"LO MAU MATI GUE TONJOK ATAU GUE CEKIK?!" teriak Caca yang kembali lagi emosi. Ia menatap Nanda seolah akan memakan Nanda saat ini.

"Ampunn!" ucap Nanda dengan meringis. Ia sangat menyesali apa yang dikatakannya. Sepertinya, ia harus menutup rapat-rapat tentang Pak Refan dan Caca. Ia memilih mati dalam keingintahuan hubungan Caca dengan pak Refan dibandingkan mati ditonjok perempuan di sampingnya ini.

Caca hanya memejamkan matanya karna kesal. Sungguh, ia tambah kesal ketika sadar jika dua hari ini gosip dirinya berpacaran dengan Pak Refan telah menyebar dan yang membuatnya semakin kesal adalah ia baru menyadarinya. Siapa juga yang mau pacaran sama lelaki datar woiyy! batin Caca yang sangat membenci nama Refan.

Mulai saat ini, ia tak mau lagi berangkat dan pulang sekolah bersama lelaki itu!


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang