"Aa geura hudang, hari senin upcara, bising telat."
*Hudang = bangunFabio Juan Arovik merengek sembari membuka mata, kantuknya belum tanggal. Niatnya untuk bangunpun masih belum timbul. Tapi suara bunda diluar pintu kamarnya sudah terdengar. Tidak bisa dilawan sebab nyanyian bunda akan terdengar hingga rumah tetangga bila dilawan.
"Iya bun." Suara serak khas bangun tidurnya menggema diseluruh penjuru kamar, memberi tanda pada sang Bunda jika dirinya sudah terbangun.
"Buru mandi biar bisa sarapan."
"Iya bun."
Tubuhnya direnggangkan, kaku usai berbaring semalaman. Matanya menatap meja belajar nya yang berantakan, tugasnya belum masih rampung.
"Ah boga tugas kok loba pisan nyieun emosi wae tiap liatnya."
*Boga = punya; Loba = banyak; Nyieun = bikinDrrt drrt
Ponselnya bergetar, tertera nama Bagas pakai emot dua love disamping display namenya. Itu Bagas sendiri yang menamai kontaknya. Video Call, Fabio merengut sebab wajahnya masih jelek khas orang bangun tidur.
Bagas itu tipe orang yang iseng, suka menscreenshot saat wajah jeleknya dan mengirimkannya ke timeline ketika sedang Video Call.
Dilayar Bagas udah ganteng aja tampangnya, berbanding berbalik dengan dirinya yang masih bermuka bantal.
"Assalam'mualaikum, selamat pagi manis."
Suara lembut Bagas menyapa disebrang sana.
"Walaikumsalam, selamat pagi juga dari saya si orang ganteng dan bukan manis."
Bagas tertawa dilayar.
"Udah bangun belum?"
"Kalo belum bangun telepon dari kamu gak bakal aku angkat gas."
"Salah pertanyaan yeuh urang, ganti pertanyaan. Udah mandi?"
"Acan, baru bangun ini juga dibangunin bunda."
"Buru mandi, nanti sama urang dijemput dirumah maneh."
"Motornya gak bakal mogok lagi emang?"
"Selo udah diservis kemaren."
"Ya udah aku mandi dulu, jangan telat jemputnya."
"Iya, sarapan dulu biar upacaranya gak lemes."
"Siap kapten!"
Telepon terputus, setelah Bagas tersenyum manis dilayar. Nafasnya dihembuskan, bisa bersantai sedikit jika dijemput Bagas. Karena tidak harus memikirkan angkutan umum yang mangkir dulu dilampu merah. Yang terkadang selalu membuat kesal saking lamanya menunggu penumpang.
...
"Aa kapan punya pacar? Jomblo mulu kayanya."
Pertanyaan dari Mutia Alamiah mengalun ditelinganya sedikit membuat jengkel sebab ini adalah pertanyaan yang paling sensitif untuknya.
"Pacaran nanti kalo udah ngasilin uang sendiri biar gak malu-maluin calon mertua."
"Bilang aja gak ada yang mau."
"Eh sembarangan." Sendok terangkat hendak memukul, namun urung begitu suara bunda menengahi.
"Pasea duit jajan nya bunda sita."
*Pasea = BerantemAkhirnya hening, Fabio melanjutkan makan.
"Tapi nih a, mending sama a Bagas aja, lumayan udah baik, ganteng, sering jajanin juga -"
Takk
Sendok tepat mendarat mulus dikening Mutia, sedikit keras hingga meninggalkan bunyi. Bunda tidak melihat sebab tengah sibuk merapihkan belanjaan.
"Aww." Mutia meringis, keningnya berdenyut. "Aa ih sak-" Perkataannya terputus sebab mulutnya kini disumpal dua lapis roti tawar oleh Fabio.
"Bun aa berangkat udah dijemput Bagas, assalam'mualaikum."
Diluar Fabio tertawa, mengabaikan rengekan Mutia yang mulai mengadu pada Bunda. Bagas yang tengah bermain ponsel lantas menatap Fabio dengan tatapan heran.
"Kunaon maneh seseurian kitu?"
*Seseurian = keketawaanFabio masih cekikikan sembari memakai helm yang disodorkan Bagas kepadanya.
"Enggak, tadi aku liat kucing pake kacamata hitam."
Lalu kepalanya yang sudah berhelm ditoyor Bagas.
"Mulai gila ya yon?"
Bibirnya ditekuk.
"Sembarangan!"
- TBC -