Nabila
Kak proses pengerjaan brosur udah kita mulai ya, mungkin sekitar satu jam lagi udah siap buat kita serahin sama kakak, jadi kak satria bisa nunggu sampe proses pengerjaannya selesai atau engga ya kak?Satria
Fabio udah nyerahin tema warnanya emg?
Nabila
Udah kak, jam istirahat ke dua ka fabi nganterin desain temanya ke kelas bila.
Satria
Y udh, kaka bakal stay disekolah sampe kalian selesai.
Nabila
Okay kak!Ponselnya dimasukin, Satria bakal nunggu sampe proses pembuatan desain brosur selesai. Agaknya sedikit bosan, masih banyak yang lalu lalang didepannya. Bel baru bunyi sekitar sepuluh menit lalu. Jadi sekolah masih rame sama anak-anak yang milih nyantai-nyantai dulu disekolah ketimbang langsung pulang kerumah.
"Bang gantiin si Yudha jaga piket?" Itu kata Vandra anak kelas sepuluh TKR, Yudha itu guru muda yang baru saja jadi guru disekolahnya sekitar dua bulan lalu.
"Bisa begitu ya lu dek, manggil gua abang tapi guru sendiri lu panggil pake nama."
Vandra tertawa sendiri, sambil duduk didepan Satria. "Ya abis gimana ya bang, kurang suka urang sama dia."
"Kenapa?" Tanya Satria penasaran, sebab dirinyapun kurang suka pada guru muda itu.
"Inget gak bang pas poe kamis minggu kamari."
(Inget gak bang pas hari kami minggu lalu)Satria mengangguk.
"Masa perbaikan hidrolik kudu nanya sama kelas dua belas ya kan dia guru, kudunya dia lebih tau pan bang."
(Kudu=harus)"Sama-sama belajar Van, guru pan lain mesin google nu nyaho sagalana." Satria terkekeh, matanya menangkap Bagas yang hendak menuju parkiran. "Gas."
Si Bagas yang lagi jalan sambil muterin kunci motor pespanya nengok denger namanya dipanggil. "Uy."
"Mau balik? Teu bareng fabio?"
"Urang mau beli nasi padang heula, kasian doi maneh gak makan seharian."
"Dimana?"
"Dikelas, lagi tidur."
Satria mengangguk, bangkit dari duduknya. Ngambil tas yang digeletakin diatas meja. "Keatas dulu ye van."
"Iya bang." Vandra ngangguk.
Sebetulnya Satria agak sedikit tidak enak menampakan batang hidungnya setelah berkata sedemikian kasar pada Fabio. Ya kesalahan Fabio memang tidak besar, dan tidak harus dibesar-besarkan. Tapi sekali lagi, Fabio memang tampak seperti orang bodoh dimatanya ketika menyuarakan alasannya tadi pagi.
Pintu kelas dua belas multimedia dibuka, kosong. Satria hapal betul jika kebiasaan anak kelas dua belas multimedia itu memang seperti datang, duduk, lalu pulang. Hampir-hampir dari keseluruhan anaknya tidak begitu suka mengikuti kegiatan sekolah.
Dibangku pojok dekat jendela disana cuma ada satu-satunya orang yang masih betah diem dikelas. Satria menghampiri, betul kata Bagas, Fabio tengah tertidur.
"Cape ya." Rambut Fabio diusap-usap. "Pules bener tidurnya."
Kursi disebelah Fabio digeser pelan, jaga-jaga biar tidak terlalu menimbulkan suara nyaring. Satria duduk disampingnya, sambil natap meja tempat Fabio duduk, berantakan parah. Buku berserakan dimana-mana, kertas robekan yang entah bekas apa.
"Masih aja demen nyoret-nyoret buku." Satria terkekeh, meraih satu kertas yang banyak coretannya. Tulisannya beragam acak-acakan pula, Satria baca satu-satu tanpa terlewat.
"Satria galak banget kenapa sih?"
"Sakit tau hati aku dikatain bego! Bunda aku aja gak pernah ngatain bego!"
"Satria emang pinter, semua kerjaannya selalu sempurna, jarang ngelakuin kesalahan! Ya kan aku gak bisa kaya dia, aku juga mau kaya dia tapi kan aku gak bisa."
"Satria nyebelin, sombong, benci banget aku sama dia."
"Kenapa harus satu sekolah lagi sama orang yang serba sempurna kos satria! Ih ijid pokokna mah, ijid sa ijid ijid na jelema ijid! SATRIA PEKOK!"
(Ijid=benci, jelema=manusia/orang)"Benci banget aku sama dia, tapi tau ah ijid pokokna mah."
Itu bukan suara Fabio, itu suara milik Satria yang sibuk bacain kertas coretan punyanya Fabio. "Kertas curhatan eh?"
Agaknya suara terakhir Satria cukup nyaring sampai-sampai Fabio tersentak kaget, badannya jadi lemas gara-gara bangun dengar suara keras. Tambah kaget pula begitu bangun dihadapkan sama Satria lagi. "S-satria ngapain? Tugas aku kan udah dikumpul."
Matanya masih belum fokus, perlu beberapa detik lagi sebelum pandangannya fokus sepenuhnya. "Itu kertas aku ya?"
Tanya Fabio, tapi tiba-tiba saja teringat jika kertasnya berisi ujaran kebencian terhadap Satria. "S-satria kertasnya."
"Kenapa sama kertasnya?" Tanya Satria, tampangnya datar, sedikit terbawa emosi setelah baca kertas Fabio.
"I-itu k-kenapa kamu baca?"
"Gak sengaja gua baca."
"B-bisa kembaliin?"
Fabio takut sumpah, demi apapun jantungnya sudah berdebar tidak karuan. Terlebih Satria dengan tampang garangnya bukan perpaduan yang sempurna. Takut jika dirinya akan kena bogem atau minimal kena tataran pedas seperti pagi.
"Ini isinya tentang gua kan?"
Fabio mengangguk kikuk.
"Biar gua yang simpen."
"K-kenapa?"
"Biar gua inget terus seberapa bencinya lu sama gua."
Rambut Fabio digasak lagi, Satria melangkah keluar setelah memasukan kertas coretan Fabio kedalam saku celananya.
"Satria gak gitu, aku gak bermaksud buat nul-"
"Gak usah nyari alasan, yang lu tulis memang gitu adanya, lu gak mau kan gua katain bego lagi?"
Fabio jadi tidak tahu cara menampakan diri dihadapan Satria.
-TBC-
Dah lah satria kebanyakan drama 👌 tdinya mau buat adegan kaya disinetron india kejar-kejaran sambil rebutan kertas 👌 memalukan sekali diriku ini 🌚👌