⚔ KA LIMA

2.4K 337 3
                                    

Flashback on

Kala itu Satria mengikuti kegiatan disekolah, semacam mengikuti Futsal dan Basket, tidak tahu jika masuk kedalam organisasi semacam itu akan membuatnya bisa diminati oleh banyak orang. Sebab yang dilakukannya hanya, menendang, mengoper, dan mencetak angka dengan sempurna tanpa cacat. Sangat tidak tahu jika hal yang dilakukannya dapat membuatnya menjadi hal yang amat disukai orang lain.

Katanya dia tampan, pintar dalam berbagai bidang. Membuatnya mudah untuk disukai oleh banyak orang. Tapi nyatanya Satria masih merasa masih banyak kekurangan yang harus dirinya perbaiki.

Hari itu dirinya amat malas mengikuti pelajaran, kantuk masih bersarang dimatanya. Satria memutuskan untuk membolos seharian penuh, menidurkan diri diperpustakan sebagai opsi, UKS bukan pilihan, sebab dirinya tidak menyukai ketika bau obat menyeruak masuk kedalam penciumannya. Jadi ketika bel masuk dirinya menyelinap tepat dipojok perpustakaan. Tanpa diketahui oleh petugas yang berjaga hari itu.

"Satria Davian Mahardika kenapa nama kamu selalu disebut orang-orang?"

Satria sedikit terlonjak kaget ketika sudah mendudukan diri seseorang muncul tepat dari bawah meja dengan tangan memegang setangkup roti isi.

"Ngapain disitu?" Satria lantas bertanya, yang diberi pertanyaan hanya tertawa sembari mengunyah rotinya dengan semangat.

"Terlambat, aku ngehindarin guru BK hehe."

"Ngumpet gitu?"

Kepalanya mengangguk, Satria melihat bagaimana rambutnya yang bergerak halus mengikuti gerakan yang diciptakan. "Aku habis mungutin sampah, dan masih harus mungutin lagi, males, cape, laper juga, jadi aku kabur kesini. Jangan bilang-bilang ya?"

Satria diam saja, memilih bergeser pada bagian pojok kursi. "Ayo dong janji gak akan bilang sama guru BK?"

Alisnya terangkat ketika kelingking mengarah kepadanya.

"Ini sebagai lambang promise, ih heran aku, masa orang yang pinter banget di SMP ini gak paham promise promise!"

"Apa jaminannya?"

Kelingkingnya terangkat, lalu saling dikaitkan.

"Satria boleh makan satu tangkup roti lapis aku."

"Gua udah sarapan dirumah." Satria menolak ketika kotak makan tembus pandang itu terarah padanya.

"Satu tambahan roti lapis gak masalahkan?"

Diam, Satria lebih memilih mengambil roti lapisnya dengan ragu.

"Tenang gak ada racunnya, bunda aku yang bikin, bersih, steril."

Setelahnya Satria memakan rotinya dengan tenang, sesekali menoleh tepat pada seseorang yang memberikannya roti karena perjanjian konyol.

"Satria boleh aku nanya sesuatu?"

"Apa?"

Mata keduanya bertemu, onxy dengan hazel, bersiborok dengan binar yang berbeda.

"Kenapa kamu bisa sehebat itu sampe orang-orang tahu siapa kamu."

Sebetulnya itu pertanyaan konyol, sudah banyak yang menanyakannya dan Satria selalu menjawab jika dirinya melakukannya dengan sungguh-sungguh tanpa rasa malas, melakukannya dengan ikhlas tanpa ada unsur paksaan. Dan jika dirinya tengah malas, dia akan memilih tidak mengerjakannya dan pergi seperti saat ini.

"Kadang aku iri kenapa orang yang bahkan jarang bicara kaya kamu bisa sampe disukai banyak orang."

"Bahkan aku nilai kamu sebagai orang yang sombong gara-gara setiap liat ada yang nyapa kamu, selalu kamu abaikan. Jadi kenapa kamu bisa sampe sehebat itu dimata orang-orang?"

LMLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang