"Mau naro tas dikelas apa dilantai lobi?"
Helm disodorin kearah Bagas yang baru selesai memarkirkan motor pespa merahnya. Fabio merengut begitu sadar tatanan rambutnya jadi berantakan sebab sebelumnya tertutupi oleh helm. Tingkat ketampanannya akan jadi berkurang jika rambutnya menjadi tidak tertata.
"Taro dilantai lobi aja, nanggung lagian kalo naik ke kelas dulu, upacaranya bentar lagi dimulai."
Fabio mengangguk, berjalan lebih dulu keluar dari parkiran sedang Bagas mengekor dari belakang sambil sibuk menyibak rambutnya kebelakang, mempertontonkan jidat sexy nya yang menggoda ketenangan batin bagi siapa saja yang melihat, itu dilakukan secara sengaja. Pamer ketampanan dihadapan beberapa adik kelas yang baru saja selesai memarkirkan motor.
"Tunggu, aku takut lupa gak bawa topi."
Tas gendongnya dibuka, Bagas mengikuti meraih topi abunya dari dalam tas, sedang Fabio masih mengobrak-abrik isi tasnya.
"Topi aku ketinggalan gas." Fabio merengek, bibir bawah digigiti. Tas kembali dirisletingkan kembali. Seingatnya topinya sudah dimasukan kedalam tas usai dicuci bunda kemarin siang.
"Mau pake topi urang?" Bagas menawarkan.
Menggeleng, Fabio menolak. Jelas saja, mereka sama-sama harus memakai topi sebagai atribut ketika melakukan upacara bendera. "Engga perlu."
"Gak takut diomelin pembina OSIS kalo ngeliat anggotanya gak mematuhi peraturan sekolah?"
Agaknya Fabio sedikit takut, ini kali pertama dirinya melupakan atribut sekolah. Dan berhadapan dengan pembina OSIS yang garang nya setengah mampus cukup membuatnya berada difase sangat berharap agar tidak ketahuan. "Kamu baris duluan nanti aku nyusul, mau nyoba tanya sama anak PMR, kali aja mereka mau minjemin."
Bagas mengangguk melipir menuju lobi untuk meletakan tas miliknya. Sedangkan Fabio menoleh kesana kemari mencari teman atau kenalan yang merupakan anggota PMR.
"Hari ini ada penyuluhan dari kepolisian, anak PMR bakal ikut buat upacara, jadi kemungkinan mereka bakal minjemin lu topi itu cuma 0,001%."
Fabio menoleh menatap ketua OSIS nya dengan pandangan melas. Pembina OSIS dan Ketua OSIS tingkat ke ganasan dalam menertibkan anggota OSIS hampir setara. Perkataan keduanya sama-sama pedas, menusuk hingga relung. Membuatnya ciut seketika, upacara saja belum dimulai. Dan dirinya bahkan sudah kedapatan tidak memakai atribut lengkap.
"Ambil kamera, ikut sama Zahra jadi tim dokumentasi."
Matanya mengerjab. "S-serius?"
Satria Davian Mahardika mengagguk, menyodorkan topi khusus anggota OSIS lengkap beserta dengan almamater. "Foto yang bener, pastiin jepretan lu punya nilai buat dipajang dimading sekolah."
Fabio mengangguk semangat, dirinya jadi tidak perlu takut karena tidak memakai topi. Mendapat tugas sebagai dokumentasi membuatnya terbebas dari upacara bendera.
"Siap kapten!"
Fabio melenggang pergi setelah memberi hormat dengan senyum kotak menawan miliknya, melewatkan senyum tipis milik Satria yang ditujukan untuknya.
...
Upacara berjalan sedikit lebih lama dari biasanya, panas matahari pagi mulai menyengat dikulit, keringat juga mengucur deras dipunggung, wajah, bahkan diperut. Kamera DSLR hitam milik sekolah masih terus membidik, menangkap setiap momen, mengabadikannya menjadi kenangan. Fabio berdiri bersama dengan barisan para guru bermaksud mengabadikan gambar dari seluruh teman-temannya yang tengah mendengar penyuluhan dari pembina upacara hari ini yang merupakan salah satu anggota Polisi.