4. Kejanggalan

77 12 3
                                    

Paginya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Paginya. Di sekolah, Vika sudah terlihat santai dan mulai terbiasa dengan lingkungan sekolah barunya. Vika mengikuti pelajaran dengan baik, terkecuali dengan mata pelajaran Matematika. Kalau ditanya, mengapa Vika tidak masuk IPA, alasannya karena ia benci dengan rumus-rumus Fisika, Kimia, dan Matematika. Dia lebih cepat menghafal daripada menghitung. Vika juga berbakat dalam bidang olahraga.

Berbanding terbalik dengan Dea. Vika sendiri heran, mengapa Dea tidak masuk IPA saja dan malah masuk IPS. Padahal setahunya, bakat Dea sudah terlihat sejak ia TK. Dea tidak suka dengan olahraga.

Pagi ini jam pertama adalah Matematika. Vika belum mengerjakan tugas yang diberikan oleh Pak Fadil. Masih ada waktu lima belas menit lagi untuk memulai jam pertama dan akan Vika manfaatkan untuk menyalin jawaban dari Dea.

Vika berlari saat sampai di kelas XI IPS 1. Vika membuka pintu kelas dengan tergesa-gesa. Untunglah Dea sudah berangkat, jadi Vika tidak perlu khawatir akan mendapat hukuman jika tugasnya belum selesai. "Dea, lo sudah ngerjain tugas matematika, kan?" Vika mengatur napasnya, "Hufft... Capek gue, tadi abis lari maraton dari kelas ips 1 sampe ke sini."

Dea memutar kedua bola matanya malas. Lagian, Dia hanya berlari melewati dua ruang kelas saja sudah selebay itu. "Sudah." jawabnya singkat.

"Lo cantik banget sih... Gue nyotek, ya?" ujar Vika memasang wajah memelas.

Dea meliriknya sekilas. "Gue kira sepuluh tahun lo tinggal di London, lo sudah jago sama matematika. Ternyata lo masih aja bego." ujarnya tanpa ekspresi.

Vika mengerucutkan bibirnya. "Gue kan begonya sama matematika doang. Boleh ya..."

"Bego kok bangga," Dea mengambil buku tugasnya dan diberikan pada Vika. "Nih..." Vika mengambil buku Dea dan langsung menyalinnya tanpa tahu terima kasih.

"Sama-sama," sindir Dea

Vika cengengesan kemudian menggaruk tengkuknya, "Hehe... Makasih, Dea."

Tidak butuh waktu lama bagi Vika untuk menyalin jawaban dari Dea. Bel lima menit lagi akan berbunyi, semua siswa mulai berdatangan dan duduk di bangku mereka masing-masing. Nesya dan Vania baru saja datang dan disusul oleh Pak Fadil yang sudah masuk lebih awal lima menit sebelum bel berbunyi. Pak Fadil merupakan guru matematika paruh baya yang tergolong paling rajin, paling sabar, dan kadang menuruti kemauan para muridnya. Pasalnya dulu ia pernah memperbolehkan ulangan untuk dikerjakan di rumah.

Semua siswa bernapas lega saat bel istirahat sudah terdengar di indera pendengaran mereka. Namun, Pak Fadil belum juga mengakhiri materinya.

"Ada yang ingin ditanyakan?" tanya Pak Fadil. "Ya, kamu?" Pak Fadil menunjuk Vania yang sedang mengacungkan tangannya.

"Gini, Pak. Sebelumnya maaf banget nih, ya. Bukannya saya lancang atau gimana. Bapak tidak punya kelainan sama pendengaran, bukan? Lima menit lalu bel istirahat sudah bunyi. Bapak denger, kan? Denger lah pasti! Nah... Kalau gitu, kapan kita boleh istirahatnya, Pak? Cacing di perut saya sudah demo nih Pak!"

Sebagian murid terbahak dan terpukau atas penuturan dari Vania. Ada yang kagum dan ada juga yang tidak suka dengan sikap kurang sopan Vania.

"Baik, kalau begitu saya akhiri pertemuan hari ini. Selamat siang."

'Siang, Pak...'jawab semua murid.

Vika memutar posisi duduknya menghadap ke bangku Nesya dan Vania. "Eh, gila itu mulut lo, anjir..." Vika menggeleng-gelengkan kepalanya antara kagum dan tidak percaya. "Gue liat tadi muka Pak Fadil langsung kecut gitu. Tega, lo!"

"Biasa aja tuh," jawab Vania enteng.

"Lo jangan terpengaruh sama muka dia yang keliatan kalem. Nyatanya, mulutnya gak sekalem mukanya. Walaupun keliatan kalem, dia itu aslinya bar-bar. " ujar Nesya. "Nanti juga lo akan terbiasa, kok. Tenang aja. " lanjutnya.

Vika manggut-manggut dengan mulut yang membentuk huruf "O"

"Oh, ya... Nanti pulang sekolah kalian ada acara, gak?" tanya Vika. "Kalo gak ada, main ke rumah gue aja, yuk." ajak Vika.

"Gue ngikut Vania aja, sih. Soalnya gue nebeng sama dia."

"Hm... Boleh deh."

"Lo, De? Ikut ya... Btw, ada yang pengen ketemu sama lo. Pokoknya lo harus ikut."

"Hm..." jawab Dea singkat.

"Eh, kapan kita ke kantinnya ini? Perut gue demo, elah."

Mereka menuju ke kantin untuk mengisi perutnya. Sesampainya di kantin, Vika melihat Eric dan teman-temannya. Vika tersenyum melambaikan tangan kepada Eric dan dibalas senyum simpul olehnya. Ada yang aneh, kenapa teman-teman Eric menatap ke arahnya dengan tatapan yang tidak biasa, seperti 'peringatan'  mungkin. Vika menoleh ke kanan dan kirinya. Ia mendapati raut teman-temannya seperti takut dan khawatir terkecuali dengan Dea. Dea tampak seperti biasanya, tenang dan tanpa ekspresi.

"Mereka kenapa sih? Apa kita ada salah ya sama mereka?" tanya Vika penasaran. "Ah, sudahlah. Mending kita cari tempat duduk aja. Yuk..." Vika menggandeng tangan Dea yang ternyata berkeringat dingin.

Vika tidak jadi melangkah saat merasa ada yang tidak beres. Tidak biasanya Dea sampai setegang ini, walaupun tampaknya ia baik-baik saja. Namun, itu semua tertutup oleh covernya.

"Tunggu. Kalian sedang tidak menyembunyikan sesuatu, kan?" tanya Vika sembari berkacak pinggang.

Nesya dan Vania terkejut kemudian saling bertatapan. Dea pun sama terkejutnya saat tingkahnya terbaca oleh Vika.

"E-enggak, kok. Lagian apa yang harus disembunyikan. I-iya gak, Van?" jawab Nesya gugup.

"Eh, itu ada meja kosong! Ayo kita ke sana." ujar Vania mengalihkan pembicaraan sembari menunjuk meja yang kosong dan menyeret Vika untuk segera duduk disana.

Dea memperlambat langkahnya saat melewati tempat Eric dan menatapnya dengan tatapan kebencian. 'Gue tidak akan biarin lo bertindak lebih jauh lagi dan akan gue pastiin lo akan menyesal atas apa yang sudah lo rencanain sekarang.'  tegas Dea dalam bantinnya.

°°°

TBC
Di mulmed visualnya Dea, ya :)

-Metta Brylea

Vika Ameeralda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vika Ameeralda

SHINERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang