11. Tamu Tak Diundang

71 8 10
                                    

Pagi telah tiba. Vika masih berada di pulau kapuk, terlelap menikmati mimpinya hingga sebuah sinar yang masuk melewati jendela kamarnya membuatnya terjaga saat Dea membuka gorden di kamarnya.

"Bangun!" ucap Dea sambil menarik selimut yang menutupi wajah Vika.

"Satu jam lagi. Plis..." rengek Vika dengan suara khas bangun tidur.

"Terserah." ucap Dea bodo amat.

"Iya iya nih bangun. Selamat pagi Ratu Elsa. Emang jam berapa sih, elah!" Vika mengambil ponsel untuk melihat jam. "What the ... Kenapa lo gak bangunin gue sih! Ya ampun..." lanjutnya saat melihat sekarang sudah pukul sembilan pagi.

Dea memutar matanya, "Kalo gue gak salah, gue udah bangunin lo dari jam enam nyampe lima kali. Enam kali sama yang tadi." ucapnya.

Vika meringis malu kemudian merenggangkan tubuhnya sembari menguap.

"DEA. KAPAN GUE BISA MAKAN. KEBONYA SUDAH BANGUN BELUM SIH?!"

Suara  Bryan terdengar hingga ke kamar Vika membuatnya mau tidak mau harus beranjak meninggalkan pulau kapuk ternyamannya dengan malas. Vika berjalan dengan ogah-ogahan menuruni satu per satu anak tangga. Saat tiba di ruang makan keluarga, matanya langsung segar saat melihat banyak makanan yang berjejer di meja makan. Vika langsung duduk dan mengambil makanan-makanan yang berada di depannya.

"Disuruh bangun aja susahnya minta di tampol. Giliran liat makanan aja udah kaya gak di kasih makan satu bulan. Adek siapa sih lo?" kesal Bryan.

"LO!" ucap Vika dan Dea bersamaan.

Sebenarnya yang bodoh itu siapa?

"Wey! Santai dong..."

Setelah acara sarapan bersama selesai, Vika penasaran apa yang sedang Dea lakukan di taman samping kolam renang rumahnya. Vika mendekat dan mencoba untuk mengagetkan Dea dari belakang. Jalannya mengendap-endap berusaha agar tidak membunyikan suara. Saat sudah tepat di belakangnya, Vika mulai menarik nafas dan mengangkat kedua tangannya.

"Gue gak kaget."

Vika menahan gerakannya dan membiarkan mulutnya tetap terbuka saat Dea sudah mengetahui dirinya.

"Ish! Gak asik lo..." kesalnya.

Dea tidak memperdulikan Vika dan masih sibuk menatap layar laptopnya.

"Ngapain sih? Serius gitu. Coba gue mau lihat."

Vika mengambil alih laptop Dea untuk melihat apa yang sedang Dea lakukan.

"Sejak kapan lo main wattpad?"  tanya Vika usai melihat tulisan yang sedang Dea kerjakan.

"SMP."

"Wah readers lo banyak juga, ya. Karya lo juga bagus, banyak lagi. Gak ribet lo?"

"Gak."

"Udah ada yang di terbitin?"

"Lagi usaha." ucap Dea sambil merebut kembali laptopnya.

Bryan mendekati mereka dan memberi tahu Vika bahwa ada temannya di depan pintu yang sedang menunggunya. Vika tidak tahu siapa yang datang ke rumahnya. Karena, seingatnya, hari ini ia tidak membuat janji dengan siapa-siapa. Dengan rasa penasaran, Vika membukakan pintu dan terkejut saat melihat Eric yang berdiri di hadapannya dengan senyuman yang seperti biasa ia perlihatkan pada Vika.

"Eric?"

Sapa Vika membuat Bryan dan Dea melihat ke arahnya.

"Bryan, cepat ke sini dan lihat siapa yang datang." teriak Vika senang.

Bryan dan Dea saling pandang sebelum pada akhirnya mendekat ke arah Vika.

"Siapa s-"

"Dia Eric, Bryan masa lo lupa sih!"

"Oh, hai." sapa Bryan tetapi tidak menampilkan raut bahagia seperti yang Vika tampilkan.

Mereka mempersilakan Eric masuk dan duduk di ruang tamu, sedangkan Vika dan Dea hendak membuatkan minum dan makanan ringan untuk Eric.

Di ruang tamu hanya ada Bryan dan Eric saja. Mereka saling diam sebelum pada akhirnya suara Bryan memecah keheningan di ruangan itu.

"Bisa lo ikut gue sebentar? Ada yang pengen gue omongin. Ini serius." ucap Bryan tanpa melihat ke arah Eric.

Bryan beranjak dari ruang tamu dan diikuti Eric menuju ke kolam renang. Sedari tadi, Bryan mengepalkan kedua tangannya seperti sedang menahan amarah.

"Rencana konyol apa yang ada dalam otak lo untuk adik gue? Bisa lo berhenti dan jadi diri lo sendiri? Gue tahu siapa lo tapi tidak dengan adik gue. Dia masih polos. Dia gak tahu apa-apa tentang masa lalunya di Indonesia. Gue minta sama lo untuk gak terus-terusan bersandiwara. Akting lo gak ada bagus-bagusnya soalnya."

"Oh. Jadi, lo udah tahu, ya? Hm ... Gue jadi gak sabar liat gimana  hancurnya adik lo nanti." ucap Eric sambil terkekeh.

Ucapan Eric membuat emosi yang dari tadi Bryan tahan kini memuncak.

"BANGSAT!"

Bryan mendorong dan mencengkram kerah baju Eric hendak melayangkan tinjuannya yang sedari tadi ia tahan.

"Bryan, Eric! Kalian ngapain di sini?"

Eric tersenyum miring saat Vika melihat mereka di kolam renang dan membuat aksi Bryan tertunda.

"Oh, lagi kangen-kangenan ya sampe mau berpelukan gitu." ucap Vika cekikikan.

Bryan melotot dan mendorong bahu Eric menjauh.

"Ogah!"

°°°
TBC
Tunjukan apresiasimu dengan cara memberi vote dan komen ya :)

Oh iya, judul sama covernya ganti, ya. Dari yang Name In The Sky jadi SHINER. Buat yang gak tahu artinya Shiner, kalian bisa cari tahu di google translete.

-Metta Brylea

Taken by: Bryan Alvino

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Taken by: Bryan Alvino

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SHINERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang