7. Kesalahan

41 10 6
                                    

Vika masuk ke dalam kamar dan membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vika masuk ke dalam kamar dan membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya. Vika mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang berniat akan menceritakan tentang kejadian yang baru saja ia alami.

Halo...

Halo, Dea?

Iya?

Hiks... Tadi gue ditinggal sendirian sama Eric.

Kenapa?

Dia bilangnya ada urusan penting, terus dia pergi gitu aja.

Terus?

Gue diikutin sama tiga preman, Dea. Gue takut.

Sialan!  Lo gak papa, kan?

Untung aja ada Kenan dateng nolongin gue. Kalo gak, gak tau gimana gue sekarang.

Syukur deh kalo gitu. Udah, sekarang lo tenang.

Udah ya, gue cuma mau curhat gitu doang. Gue udah lega sekarang.

Ya sudah. Bye!

Setelah mengakhiri panggilan bersama Dea, Vika tertidur dengan air mata yang sudah mengering di pipinya. Tidak lama, Bryan masuk ke dalam kamar Vika dan melihat Vika tertidur masih memakai sepatu. Bryan melepaskan sepatu Vika dan membenarkan posisi tidur Vika sembari menyelimutinya kemudian mencium puncak kepalanya dan beranjak dari kamar Vika.

Paginya, Vika berangkat ke sekolah dengan diantar oleh Bryan seperti biasanya. Sesampainya di sekolah, Vika langsung menuju ke kelasnya dan membaca novel sembari menunggu bel berbunyi. Vika melirik ke bangku sebelahnya. Masih kosong. Ke mana Dea? Kelas sudah mulai ramai, tidak biasanya Dea belum masuk.

"Kalian, lihat Dea?" Vika bertanya kepada Nesya dan Vania. Mereka menggeleng bersamaan menandakan bahwa mereka tidak mengetahui keberadaan Dea.

Di sisi lain. Sesampainya di sekolah, Dea mencari seseorang yang sudah membuat sahabatnya hampir celaka. Dea mencari Eric di kelasnya, namun tidak ada. Ia bertanya kepada teman satu kelas Eric dan mereka bilang Eric biasa nongkrong di halaman belakang sekolah. Saat itu Dea mendapat tatapan sinis dari Kakak-kakak kelasnya.

'gak tahu diri banget tuh anak! Adek kelas aja udah belagu.'

'gila tuh muka kaku amat!'

'Cantik banget tuh cewek. Tapi sayang, gak punya ekspresi. Ngeri gue.'

Seperti itulah cibiran yang Dea dengar dari kakak kelasnya. Dea tidak menanggapi ucapan-ucapan yang tidak bermutu itu. Yang harus ia lakukan hanya mencari Eric. Itu saja. Dea langsung bergegas menuju ke halaman belakang sekolah.

SHINERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang