6. Penyelamat

39 8 12
                                    

Bisa menjalani hari bersama Eric adalah impian Vika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bisa menjalani hari bersama Eric adalah impian Vika. Malam ini adalah malam yang paling membahagiakan bagi Vika. Berdua dengan sosok yang sudah lama menghilang. Kini Vika tidak perlu takut Eric akan menghilang lagi, setidaknya sampai kata tidak perlu itu sudah tidak membuatnya merasa tidak begitu khawatir perihal kehilangan.

Setelah selesai mencoba beberapa wahana, kini Eric mengajak Vika ke kedai es krim. Mereka bercanda tertawa bahagia. Soal penguntit, Eric tidak memberi tahu pada Vika.

Setibanya di kedai es krim, Eric mengangkat tangannya memanggil pelayan untuk memesan, "Mbak..."

Pelayan itu datang dan memperlihatkan menunya. "Silahkan dilihat-liat menunya, Mas." pelayan itu tersipu malu saat mendapat senyuman dari Eric. Terlihat dari rona merah di pipinya.

Vika sangat kesal mengetahui pelayan genit itu terus memandangi Eric. Setampan itukah sampai pelayan saja langsung meleleh hanya karena mendapat senyum ramah Eric? Vika berdeham dan untung saja Eric langsung peka.

"Eric, coba aku mau lihat varian rasanya." Eric memperlihatkan buku menu itu kepada Vika.

"Hm... Aku rasa vanila aja. Tapi kamu pesennya rasa lain, ya? Biar aku bisa cobain punya kamu juga."

Eric terkekeh sembari menekan kedua pipi Vika dengan satu tangannya. "Rasa lain, ya? Rasaku kepadamu aja gimana? Tapi sayang, rasanya limited edition gak ada di menunya. Jadi, yang cokelat aja deh mbak." ujar Eric. Vika melihat ke arah pelayan itu yang dengan seketika wajahnya berubah masam. Mampus...

Vika tersenyum puas melihat ekspresi pelayan itu. Setelah mencatat pesanan, pelayan itu pergi dengan menghentakkan kaki sembari mendengkus. Vika salah tingkah saat mendapati Eric sedang menatapnya. Vika menunduk sembari mengerucutkan bibirnya.

"Gue gak suka sama pelayan itu. Ish... Ganjen!" kesal Vika.

"Kok gak pake aku-kamu lagi, huh?" Eric terkekeh sembari bertopang dagu.

"Biarin! Lagian tuh pelayannya genit banget pake liatin lo sampe segitunya. Kayak gak pernah liat cogan aja!"

"Gue emang gantengnya ngelebihin artis-artis k-pop kali. Lo tahu, member BTS yang namanya Taehyung itu? Tuh dia aja kalah sama kegantengan gue. Lo-nya aja yang belum sadar." ujar Eric dengan pedenya.

"Apaan sih! Tingkat ke-pede-an lo itu udah melampaui batas maksimum tau gak. Kalo si Nesya tahu bias- nya dibandingin sama tampang macem lo gini, udah auto santet online lo sama dia." ujar Vika cengengesan.

"Jahatnya... Eh, tapi gue suka lo manggilnya pake aku-kamu. Berasa kaya pacaran, iya gak?"

Tiba-tiba Vika terdiam kaku saat Eric mengatakan kalimat terakhir. Suasana berubah menjadi canggung, seakan ada dinding yang dengan sengaja merubah interaksi di antara keduanya. Setelah tidak nyaman dengan suasana yang mencekam ini, akhirnya pesanan mereka datang dengan diantar oleh pelayan yang berbeda. Dengan sekejap, Vika langsung melahap es krimnya tanpa mau memikirkan apa yang Eric katakan sebelumnya.

Saat sedang menikmati es krimnya. Tiba-tiba terdengar suara dering ponsel yang bersumber dari Eric. Wajah Eric seketika datar saat melihat username orang yang menelponnya dan meminta Vika menunggunya sebentar kemudian Eric keluar dari kedai dan mengangkat telponnya. Vika memperhatikan gerak-gerik Eric. Tampaknya ia sedang berdebat dengan seseorang yang menelponnya. Eric mengusap wajahnya gusar kemudian masuk kembali ke dalam kedai setelah menyelesaikan perbincangannya.

"Vik, lo pulang sendiri bisa kan?" tanya Eric gelisah. "Gue ada urusan penting." lanjutnya

"I-iya bisa kok. Nanti gue naik taksi aja." jawab Vika tidak percaya dirinya akan ditinggalkan oleh Eric sedirian semalam ini.

"Maafin gue mendadak kaya gini." ujar Eric sembari mengusap rambut Vika. Kemudian pergi ke arah kasir untuk membayar pesanannya.

Vika menatap nanar punggung Eric yang mulai menjauh. Entah kenapa hatinya bergemuruh dan terasa sesak. Vika memaksakan untuk tersenyum saat Eric melihat ke arahnya. Saat memastikan Eric sudah pergi, Vika beranjak dari kedai dan menuju jalan yang sudah sepi untuk mencari taksi.

Vika tidak menyadari, dari kejauhan ia sedang diperhatikan oleh orang yang sedari tadi mengikutinya dan Eric. Vika berjalan santai, namun ia merasa ada yang mengikutinya. Ia menoleh ke belakang dan benar saja, ada tiga orang laki-laki berbadan kekar dan berpakaian seperti preman sedang mengikutinya. Vika berjalan semakin cepat, preman itu semakin cepat. Vika berlari, preman itu terus mengejarnya.

Di sisi lain, orang yang sedari tadi mengawasi Vika semakin geram dan berdecak, "Ck, brengsek!" ia keluar dari tempat persembunyiannya dan berlari untuk menyelamatkan Vika.

Vika terus berlari mencari tempat yang ramai agar lolos dari kejaran preman-preman itu, sayangnya jalanan ini sangat sepi. Vika menangis, berharap Eric kembali dan akan menyelamatkannya dari preman menyebalkan itu. Vika berhenti saat ia mendengar suara rintihan dan ampunan dari preman-preman itu. Vika menengok ke belakang dan melihat ketiga preman itu sudah terkapar tidak berdaya di tanah. Vika menyipitkan matanya untuk memastikan orang yang sudah menyelamatkannya. Sepertinya ia mengenal orang itu. Vika memastikannya lagi, dan benar saja.

"Ken!" ujar Vika pelan. Badanya bergetar hebat. Bagaimana jika Kenan tidak menolongnya dan preman-preman itu berhasil menangkapnya. Mungkin hidupnya sudah berakhir di tangan preman-preman itu.

Kenan mendekat dan menanyakan kondisi Vika, "Lo, gak papa?" Kenan melihat ada jejak-jejak air mata di pipi Vika. Apakah ia menangis? Oh shit...

"Makasih, Ken." Vika tersenyum getir dan berbicara dengan suara yang bergetar.

Kenan menarik Vika ke dalam pelukannya, "Kenapa lo sendirian? Eric kemana?" bukannya menjawab, Vika malah menangis. "Udah, lo gak papa sekarang. Gue antar lo pulang, ya?" Vika hanya mengangguk.

Saat perjalanan pulang, tidak ada interaksi antara Kenan Dan Vika. Mereka saling diam di atas motor itu. Kenan yang fokus dengan jalanan sekitarnya, dan Vika yang terdiam memikirkan kejadian yang baru saja ia alami.

Setelah sampai di rumah, Vika turun dan melepaskan helm kemudian mengucapakan terima kasih dan beranjak untuk masuk ke dalam rumah. Namun, suara Kenan menghentikan langkahnya.

"Tunggu!" Vika menunggu apa yang akan Kenan bicarakan selanjutnya. "Kalo ada apa-apa, lo hubungin gue, ya?" Vika mengangguk kemudian masuk ke dalam rumahnya.

°°°

TBC
Di mulmed visualnya Nesya, ya :)

-Metta Brylea

Vika Ameeralda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vika Ameeralda

SHINERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang